Liputan6.com, Jakarta - Tekanan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) masih terjadi. Bahkan kemarin rupiah hampir menyentuh level 14.000 per dolar AS.
Direktur Eksekutif Economic Action (ECONACT) Indonesia Ronny P Sasmita memandang, pelemahan rupiah ini harus segera ditangani secara serius oleh Bank Indonesia (BI).
Menurutnya, BI tak bisa terus-terusan menggunakan cadangan devisa untuk menahan laju pelemahan rupiah.
Advertisement
"Saya kira Bank Indonesia harus sudah mulai mempertimbangkan kenaikan suku bunga acuan, melihat sentimen ke depan masih terus berlanjut," kata dia kepada Liputan6.com, Rabu (25/4/2018).
Ia melanjutkan, tekanan terhadap nilai tukar rupiah biasanya juga besar saat memasuki kuartal II-2018. Penyebabnya adalah pembayaran kewajiban pemerintah ke luar negeri.
Baca Juga
Di luar itu, sentimen yang terus menekan rupiah adalah kenaikan suku bunga acuan Bank Sentral AS atau the Federal Reserve (The Fed).
Ia pun bercerita, biasanya pada kuartal pertama tekanan datang dari sisi transaksi berjalan (current account). Lalu pada kuartal II tekanan akan lebih besar lagi karena ada kewajiban pembayaran utang baik pemerintah maupun wasta.
Untuk itu BI harus mulai menyiapkan strategi dari awal. "Jadi pelemahan rupiah ini masih belum selesai," tambahnya.
Hanya saja, kenaikan suku bunga acuan ini, Bank Indonesia harus mempertimbangkan kondisi domestik, seperti salah satunya inflasi.
"Kita lihat inflasi kuartal pertama dan kedua ini dulu, karena sekalipun tekanan dari luar tinggi, inflasi di dalam harus juga jadi patokan utama," pendapatnya.
Tak Boleh Lewati Level 14.000 per Dolar AS
Sebelumnya, Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah mengatakan, pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dinilai tidak terlalu mengkhawatirkan. Meskipun, pelemahan tersebut sudah mendekati 14.000 per dolar AS.
"Kalau 14.000 per dolar AS no problem. Karena sebenarnya kenaikan sangat kecil sebenarnya kalau dibandingkan dengan Rp 13.800," ungkapnya di Jakarta, Selasa kemarin.
Meskipun demikian, pelemahan tersebut tetap mesti diwaspadai, sebab berkaitan dengan psikologi pasar. Hal tersebut perlu menjadi perhatian, jangan sampai pelemahan rupiah ini membuat pasar panik.
"Dari sisi angka tidak (masalah), tapi yang mengkhawatirkan adalah dampak psikologisnya pada waktu 14.000 per dolar AS bagaimana tanggapan market. Kalau market-nya panik itu yang bikin bahaya," kata dia.
Karena itu, dia yakin Bank Indonesia bakal berupaya menjaga agar nilai tukar rupiah tidak terus-menerus melemah, apalagi sampai melewati batas 14.000 per dolar AS.
"Saya yakin BI berusaha untuk menahan tidak lewat dari 14.000 per dolar AS. Itu yang dilakukan Bank Indonesia dalam minggu-minggu ini. BI akan melakukan segala upaya dengan intervensi untuk mencegah agar tidak melewati 14.000 per dolar AS," jelasnya.
"Setelah pada minggu ini, BI akan berusaha menarik (agar) nilai tukar di sekitar Rp 13.800. Sehingga itu menimbulkan keyakinan bahwa Bank Indonesia ada di pasar. Sehingga bulan depan menjelang The Fed memutuskan akan menaikkan atau menahan suku bunga pasar sudah tidak panik lagi," imbuh dia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Advertisement