Sentimen Negatif Bertubi-tubi, Ekonomi RI Diyakini Tetap Stabil

Fluktuasi pasar keuangan yang terjadi di dalam negeri pada kuartal I-2018 lebih disebabkan dari faktor eksternal.

oleh Bawono Yadika diperbarui 14 Mei 2018, 11:50 WIB
Diterbitkan 14 Mei 2018, 11:50 WIB
Dok Foto: Liputan6.com/Bawono Yadika Tulus
Dok Foto: Liputan6.com/Bawono Yadika Tulus

Liputan6.com, Jakarta - Ekonomi Indonesia dinilai masih stabil meski dihantam berbagai volatilitas dan gejolak politik akhir-akhir ini. Sementara, fluktuasi pasar keuangan yang terjadi di dalam negeri pada kuartal I-2018 lebih disebabkan dari faktor eksternal.  

"Volatilitas yang terjadi di pasar finansial beberapa bulan terakhir dua kali lebih besar dibanding 2017 dan disebabkan oleh faktor eksternal. Kita tidak perlu khawatir sejauh konfigurasi makro ekonomi kita terjaga, relatif sehat, kebijakan ekonomi tetap rasional, dan aktivitas ekonomi masih berjalan normal," kata Kepala Ekonom PT Bank CIMB Niaga Tbk, Adrian Panggabean di di Graha CIMB Niaga, Jakarta, Senin (14/5/2018).

Adrian lebih jauh berpandangan, volatilitas di pasar keuangan akan terus terjadi di sepanjang 2018 dan 2019. Dia menambahkan hal tersebut disebabkan oleh pengetatan kebijakan moneter di Amerika Serikat (AS) serta masih longgarnya kebijakan moneter di Eropa dan Jepang.

Faktor geopolitik dan geoekonomi, serta isu proteksionisme AS, diakuinya juga merupakan faktor yang mengakibatkan fluktuasi tajam pada harga-harga aset secara global.

"Pelemahan rupiah bukan karena faktor domestik tapi karena faktor eksternal. Hal ini kemudian berimbas pada fluktuasi mata uang di seluruh dunia, termasuk kurs rupiah," ujarnya.

Adrian memperkirakan nilai tukar rupiah di kuartal II-2018 akan berada pada kisaran 13.600- 14.000 per dolar AS. Dia merevisi proyeksi rupiah dari rata-rata tahunan Rp 13.200 menjadi rata-rata tahunan Rp 13.550 di 2018.

Rilis angka pertumbuhan ekonomi nasional pada kuartal I-2018 yang sebesar 5,06 selaras dengan proyeksi CIMB Niaga yang sebesar 5,1 persen.

"Konsumsi masyarakat yang belum kuat tidak jauh berbeda dengan 2017 dan rendahnya angka inflasi inti adalah indikasi penting bahwa ekonomi Indonesia memang masih membutuhkan akomodasi kebijakan fiskal dan moneter," tandas Adrian. 

BPS: Pertumbuhan Ekonomi RI Kuartal I 2018 Sebesar 5,06 Persen

Ilustrasi pertumbuhan Ekonomi
Ilustrasi pertumbuhan Ekonomi

Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 5,06 persen di kuartal I-2018 (Year on Year). Capaian ini lebih tinggi dibanding kuartal I-2017 yang sebesar 5,01 persen. 

"Dengan berbagai peristiwa di dalam maupun di luar negeri, pertumbuhan ekonomi kuartal I-2018 sebesar 5,06 persen. Lebih bagus dibanding kuartal I-2017 sebesar 5,01 persen dan kuartal I-2016 sebesar 4,94 persen dan 4,83 persen di periode yang sama 2015," jelas Kepala BPS Suhariyanto saat Rilis Produk Domestik Bruto (PDB) Kuartal I-2018 dikantornya, pada 7 Mei 2018. 

Dia menjelaskan, ada beberapa hal yang mendorong pertumbuhan ekonomi di kuartal I-2018 tersebut. Antara lain, harga komoditas migas dan nonmigas di pasar internasional kuartal I ini mengalami peningkatan, Inflasi di kuartal I ini terkendali. Nilai ekspor belanja barang Indonesia pada kuartal I 2018 mencapai USD 44,26 miliar. Sementara nilai impor mencapai USD 43,98 miliar.

"Kita berharap pertumbuhan ekonomi akan lebih tinggi lagi ke depan karena ada momen yang bisa memacu pertumbuhan ekonomi, yakni ada Lebaran, Pilkada, Asian Games, dan momen lainnya," papar Suhariyanto. 

Sebelumnya, Ekonom dari Institute for Development of Economics andFinance (Indef), Bhima Yudhistira Adhinegara memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia sekitar 5 persen di kuartalI-2018. Proyeksi tersebut lebih rendah dibanding perkiraan BankIndonesia (BI) dan pemerintah, masing-masing sekitar 5,11 persen dan5,2 persen.

"Pertumbuhan ekonomi kuartal I-2018 diprediksi sebesar 5 persen atau stagnan dibanding kuartal I-2017," katanya di Jakarta, Senin(7/5/2018).

Untuk diketahui, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan realisasi pertumbuhan ekonomi di kuartal I tahun lalu sebesar 5,01 persen.

Perlambatan proyeksi pertumbuhan ekonomi nasional, dijelaskan Bhima, karena dipengaruhi faktor konsumsi rumah tangga yang sedikit terkontraksi. Kondisi ini, sambungnya, tercermin dari data indeks penjualan riil yang melambat, khususnya pembelian durable goods atau barang tahan lama.

"Keyakinan konsumen juga rendah, penjualan kendaraan, khususnya penjualan mobil pada Januari-Maret ini tumbuh 2,8 persen (yoy) atau lebih rendah dibanding periode yang sama tahun lalu," ujarnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya