Liputan6.com, Jakarta - Harga minyak mentah jenis Brent yang merupakan patokan harga dunia naik pada penutupan perdagangan Selasa (Rabu pagi waktu Jakarta) setelah sebelumnya terus terombang-ambing. Pendorong kenaikan harga minyak karena adanya kekhawatiran penurunan pasokan akibat masalah di Venezuela dan Iran.
Namun kenaikan tersebut tertahan karena komentar Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengenai perang dagang antara AS dengan China juga menjadi penekan harga minyak.
Mengutip Reuters, Rabu (23/5/2018), harga minyak jenis Brent berjangka naik 35 sen atau 0,44 persen menjadi USD 79,57 per barel. Pada pekan lalu, harga minyak patokan global ini sempat melampaui angka USD 80 per barel untuk pertama kalinya sejak November 2014.
Advertisement
Baca Juga
Sedangkan untuk harga minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) di AS turun 11 sen atau 0,15 persen menjadi USD 72,13 per barel. Harga minyak mentah AS ini sebelumnya juga menyentuh level tertinggi sejak November 2014 di angka USD 72,83 per barel.
Harga minyak berjangka mundur dari sesi tertinggi pada perdagangan Rabu sore setelah Trump mengatakan dia tidak senang dengan pembicaraan perdagangan antara AS dan China, tetapi tetap membuka pintu untuk negosiasi lebih lanjut.
"Perdagangan minyak positif karena adanya kenaikan permintaan energi, tetapi jika masuk perang dagang akan berpotensi memperlambat pertumbuhan ekonomi sehingga mempengaruhi permintaan," jelas analis Price Futures Group di Chicago, AS, Phil Flynn.
Selain itu Trump juga mengatakan bahwa kemungkinan besar pertemuan besar antara dirinya dengan Pimpinan tertinggi Korea Utara Kim Jong Un tidak akan berlangsung seperti direncanakan di tengah kekhawatiran Kim akan menolak menyerahkan senjata nuklirnya.
Â
Pendorong Kenaikan
Sedangkan yang menjadi pendorong kenaikan harga minyak adalah langkah Pemerintah AS memberlakukan sanksi baru terhadap Venezuela menyusul terpilihnya kembali Presiden Nicolas Maduro pada hari Minggu.
Menurut analis langkah tersebutu dapat semakin mengekang produksi minyak Venezuela yang sudah berada pada titik terendah dalam beberapa dekade.
Pendorong lainnya adalah kekhawatiran tentang penurunan potensial ekspor minyak Iran setelah keluarnya Washington dari kesepakatan pengendalian senjata nuklir dengan Teheran.
Pada Senin kemarin, AS meminta Iran melakukan perubahan besar setelah sebelumnya diduga melakukan menjalankan program nuklir dalam perang saudara Suriah. Jika negara tersebut tidak melakukan peubahan maka akan menghadapi sanksi ekonomi yang berat dari AS.
Iran menolak ultimatum Washington dan seorang pejabat senior Iran mengatakan itu menunjukkan Amerika Serikat sedang mencari-cari kesalahan Iran.
Venezuela dan Iran adalah anggota OPEC yang telah mengendalikan produksi sejak Januari 2017 untuk menyingkirkan kelebihan pasokan yang pada pertengahan 2014 menyebabkan jatuhnya harga minyak mentah.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Advertisement