Liputan6.com, Jakarta Rencana pilot Garuda Indonesia untuk mogok saat momenn mudik Lebaran 2018 diharapkan tidak terjadi dan permasalah antara pihak maskapai dan pekerja dapat selesai.
"Kita mendengar dari press release pekerja, terus terang kami berharap ini (aksi mogok) tidak terjadi karena saya dengar sudah ada pertemuan Pak Luhut (Menko Maritim) dan Garuda Indonesia. Mudah-mudahan komunikasi selesai dengan baik," ujar Direktur Operasional dan Teknik Angkasa Pura II (AP II) Djoko Murjatmodjo mengharapkan agar di Jakarta, Sabtu (2/6/2018).
Dia mengatakan, jika aksi mogok tersebut sungguh terjadi akan berdampak pada terlantarnya penumpang di bandara sehingga membuat kondisi mudik tidak kondusif.
Advertisement
"Karena kalau ini terjadi akan terlantar, banyak penumpang di bandara karena pangsa pasar cukup besar," tutur dia.
Djoko mengungkapkan, sejauh ini, sebagai operator, pihaknya terus memantau perkembangan proses penyelesaian masalah antara Garuda Indonesia dan pekerjanya.
"Kami memantau perkembangannya dan kalau terpaksa terjadi, tugas kami sementara ini mencegah penumpang tidak datang berduyun-duyun ke bandar udara," ujar Djoko.
Reporter: Wilfridus Setu Umbu
Sumber: Merdeka.com
YLKI Ingatkan Rencana Mogok Pilot Garuda Langgar Hak Konsumen
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mengharapkan masalah di internal Garuda Indonesia terkait rencana mogok pilot dan sejumlah karyawan seharusnya tidak boleh berdampak pada pelayanan terhadap konsumen.
"Jika rencana mogok kerja terlaksana, berarti pilot akan berhadapan dengan konsumen. YLKI tidak mendukung pilot untuk melakukan mogok," kata Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu (2/6/2018).
Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi mengatakan berdasarkan UU No. 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen, dan UU No. 1/2009 tentang Penerbangan, konsumen berhak mendapatkan kenyamanan, keamanan dan keselamatan saat meggunakan jasa penerbangan. Rencana mogok tersebut bisa dibenarkan jika tidak berimbas pada aspek pelayanan pada konsumen.
"Rencana mogok total adalah bentuk nyata pelanggaran hak-hak konsumen dan bisa menimbulkan sikap antipati konsumen kepada Sekarga dan APG, hingga keseluruhan image Garuda," kata Tulus.
Ia menjelaskan, tuntutan para pilot dan karyawan di Garuda Indonesia pada dasarnya merupakan hak sebagai pekerja. Namun, dalam penyampaiannya sebaiknya jangan sampai melanggar hak pihak lain, dalam hal ini hak konsumen.
Tulus pun menilai, bahwa mogok kerja para pilot jauh dari substansi profesi tersebut. Untuk itu, diharapkan para pilot dan karyawan Garuda Indonesia bisa mengambil langkah selain mogok kerja yang dampaknya bisa meluas ke berbagai hal.
"Mogok kerja adalah sikap inkonsistensi dalam profesi pilot," ujarnya.
Sebelumnya, Presiden Asosiasi Pilot Garuda Indonesia (APG) Captain Bintang Hardiono memastikan mereka tetap akan mogok jika hingga awal Juni 2018 tidak ada perombakan direksi.
Ultimatum tersebut didasarkan kekecewaan mereka atas berbagai kebijakan manajemen yang tidak sesuai dengan industri penerbangan, di mana regulasi dikeluarkan oleh dewan direksi yang umumnya berasal dari kalangan perbankan.
Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) pada April 2017 memutuskan meniadakan posisi jabatan direktur operasi dan direktur teknik. Hal itu menimbulkan kendala pada tataran operasional karena kedua jabatan itu merupakan penanggung jawab Airport Operating Certificate (AOC).
Advertisement