Liputan6.com, Jakarta - Menjelang pengoperasian Light Rail Transit atau LRT Palembang, Sumatera Selatan (Sumsel) pada Juli 2018, semua aspek teknis yang harus diuji telah dilakukan. Pengujian itu, antara lain terhadap prasarana, sarana, dan peralatan sistem pengoperasiannya.
Uji coba LRT Palembang dilakukan oleh Tim Terpadu anak-anak bangsa dengan pengalaman pertamanya berasal dari Ditjen Perkeretaapian, PT KAI, PT Waskita Karya, PT Len, dan PT INKA.
Advertisement
Baca Juga
"Hasil uji terakhir telah dilaksanakan dan telah dilakukan uji coba operasi pada 25 Juni 2018, di mana kereta dengan kondisi prasarana dan peralatan sistem pengoperasian yang ada dapat berjalan dengan kecepatan operasi 85 km per jam, sesuai dengan rencana yang ditetapkan," kata Dirjen Perkeretaapian Kemenhub Zulfikri di Jakarta, Rabu (27/6/2018).
Ia menjelaskan, LRT Palembang didesain menggunakan konstruksi jalur layang (elevated track) dengan lebar spoor 1.067 mm, yang dilengkapi third rail sebagai power supply.
Konstruksi elevated track dipilih dengan pertimbangan untuk meminimalkan pembebasan lahan dan meminimalkan masalah sosial seperti halnya yang sering terjadi pada jalur at grade mengingat banyaknya perlintasan sebidang yang dilewati.
Selain itu, menghindari utilitas yang sudah ada, seperti jalan tol, jembatan, pipa, kabel, drainase, serta dalam rangka efisiensi ruang bawah agar tetap dapat difungsikan setelah konstruksi selesai.
"Juga dimaksudkan untuk menjaga kelandaian maksimum jalur (maksimum 2 persen) untuk kenyamanan penumpang, serta efisiensi biaya operasional dan biaya perawatan," Zulfikri menambahkan.
Jika dibandingkan dengan konstruksi at grade, elevated track dapat meminimalisasi kebutuhan ruang bebas serta mengurangi biaya pemeliharaan.
Apalagi jika dibandingkan dengan konstruksi terowongan (tunnel), biaya konstruksi LRT akan jauh lebih besar termasuk biaya perawatannya mengingat maintenance konstruksi bawah tanah memerlukan penanganan khusus, terlebih lagi disebabkan jenis tanahnya cenderung labil.
Biaya Listrik Rp 9,3 Miliar per Bulan
LRT Palembang dioperasikan dengan menggunakan tenaga listrik yang diperoleh dari pasokan daya PLN. Sesuai dengan perhitungan yang dilakukan, kebutuhan biaya listrik untuk mengoperasikan LRT dengan headway 3 menit sebagaimana direncanakan adalah kurang lebih sekitar Rp 9,3 miliar per bulan. Namun terhadap biaya listrik ini masih akan diupayakan skema lain cara pembayarannya agar harga dapat lebih diturunkan.
Berdasarkan perbandingan atas beberapa alternatif, seperti penggunaan rangkaian kereta berpenggerak lokomotif diesel, kereta berpenggerak diesel dan kereta berpenggerak listrik, dalam jangka panjang biaya operasi kereta berpenggerak listrik dinilai jauh lebih efisien, mudah dalam perawatan, dan ramah lingkungan.
Advertisement
Disubsidi Pemerintah
Pengoperasian LRT selama 2 tahun pertama akan disubsidi oleh pemerintah, mengingat 2 tahun adalah waktu yang cukup untuk memindahkan minat pengguna jasa untuk beralih dari kendaraan pribadi ke kereta LRT.
LRT dapat mengurangi kemacetan lalu lintas karena akan terjadi perpindahan pengguna jalan raya yang beralih mempergunakan LRT sebesar 50 persen, disebabkan efisiensi waktu tempuh perjalanan dari Bandara sampai dengan Jakabaring Sport Center yang semula memerlukan waktu 1,5-2 jam menjadi 30-45 menit saja.