Perang Dagang AS dan Tiongkok Kian Memanas, Foxconn Cemas

Perang dagang antara AS dan Tiongkok membuat cemas perusahaan seperti Foxconn selaku pihak pengekspor komponen ke dua negara itu.

oleh Tommy K. Rony diperbarui 22 Jun 2018, 17:30 WIB
Diterbitkan 22 Jun 2018, 17:30 WIB
Foxconn
Foxconn (Bloomberg)

Liputan6.com, Jakarta - Perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok semakin memanas. Akibatnya, kecemasan melanda perusahaan seperti Foxconn yang mengekspor produk ke pasar dua negara itu.

Foxconn menyebut perang dagang ini sebagai tantangan terbesar mereka.

"Tantangan terbesar yang sedang kami hadapi adalah perang dagang AS-Tiongkok. Dari segi bagaimana cara kami mengurus dan menyesuaikan (pada keadaan), berbagai perencanaan sedang dibuat oleh manajer level atas," ucap Chairman Terry Gou pada acara tahunan Foxconn, seperti dikutip Reuters, Jumat (22/6/2018).

Sayangnya, Gou tidak memberi penjelasan spesifikasi terkait langkah-langkah yang akan diambil Foxconn.

Foxconn sendiri memiliki reputasi sebagai perusahaan manufaktur elektronik terbesar di dunia. AS serta Tiongkok adalah target teratas mereka dalam pasar ekspor.

Perang dagang berupa sanksi tarif antara AS dan Tiongkok dikhawatirkan akan mengganggu rantai suplai dagang di sektor-sektor yang bergantung pada komponen dari luar.

Di AS, salah satu perusahaan yang menjadi klien utama Foxconn adalah Apple.

Apple beserta para perusahaan teknologi dari seluruh dunia sudah meminta kedua negara agar berhenti melakukan perang tarif karena dianggap bukan langkah yang bijaksana.

Tetapi, belakangan ini Trump malah berkeras menambah sanksi tarif ke Tiongkok apabila negara itu berani membalas tarif AS.

Perlu diketahui, selama ini Trump menilai bahwa Tiongkok memiliki kebijakan dagang yang tidak adil pada produk-produk AS, sehingga saat kampanye ia berjanji untuk mengubah keadaan itu.

Apple, Samsung dkk Tolak Sanksi Donald Trump ke Tiongkok

Donald Trump
Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, menyambut antusias penunjukkan negaranya sebagai tuan rumah Piala Dunia 2026 bersama dengan Kanada dan Meksiko. (AFP/Nicholas Kamm)

Merespons kebijakan dagang Trump, sebuah asosiasi dagang yang mewakili perusahaan teknologi papan atas menolak kebijakan tarif tersebut karena dianggap tidak efektif. 

Asosiasi bernama Information Technology Industry Council (Majelis Industri Teknologi Informasi, ITIC) ini mengirimkan surat ke Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin terkait hal tersebut.

"Oposisi kita terhadap tarif bersifat pragmatis. Tarif tidaklah berfungsi," tulis Dean Garfield selaku Presiden dan CEO ITIC, seperti dikutip dari Reuters. 

"Ketimbang tarif, kami dengan kuat mendorong administrasi Trump agar membangun koalisi internasional yang dapat menantang Tiongkok di Organisasi Perdagangan Dunia dan seterusnya," lanjutnya.

Lebih lanjut, ITIC pada dasarnya setuju bahwa Tiongkok memiliki kebijakan dagang yang tidak adil, tetapi membangun koalisi akan lebih efektif untuk menuntut Tiongkok membangun hubungan dagang yang imbang, adil, dan resiprokal.

Grup ITIC terdiri dari perusahaan-perusahaan teknologi ternama seperti Apple, Adobe, Amazon, Facebook, Intel, Twitter, dan juga perusahaan teknologi luar AS seperti Lenovo, Samsung, dan Toshiba.

Sanksi Trump Terus Naik

Perdagangan Saham dan Bursa
Ilustrasi Foto Perdagangan Saham dan Bursa (iStockphoto)

Donald Trump malah mengancam kenaikkan tarif sanksi bagi Tiongkok senilai USD 200 miliar atau sekitar Rp 2.816 triliun. Ini akan dilakukannya bila Tiongkok berani membalas sanksi.

"Tindakan lebih lanjut harus diambil untuk mendorong Tiongkok mengubah praktik tidak adil, membuka pasarnya untuk barang-barang Amerika Serikat, dan menerima hubungan perdagangan yang lebih seimbang dengan AS,” ujar Trump seperti dikutip dari laman CNN Money.

Pada Jumat pekan lalu, pemerintahan AS di bawah pimpinan Trump akan memberlakukan tarif 25 persen terhadap barang Tiongkok USD 50 miliar. China pun segera membalas dan klaim AS telah meluncurkan perang dagang.

Tarif yang diberlakukan oleh pemerintah AS di bawah pimpinan Donald Trump dinilai sebagai hukuman atas pencurian kekayaan intelektual. Tarif tersebut akan diberlakukan dalam dua gelombang. 

Tarif akan mulai dikenakan pada 6 Juli terhadap lebih dari 800 ekspor. Sedangkan 280 barang lainnya masih perlu menjalani periode komentar publik. Sedangkan China akan menargetkan tarif produk pertanian AS, mobil, seafood, dan barang lainnya.

(Tom/Jek)

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya