Liputan6.com, Jakarta - Industri kimia jadi salah satu industri andalan untuk menurunkan defisit neraca perdagangan. Dengan pengembangan industri ini, diharapkan mampu menekan jumlah impor dari produk-produk kimia.
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto menyatakan, di tengah kondisi defisit neraca perdagangan, industri kimia seperti penghasil amonium nitrat berperan penting untuk mensubstitusi impor. Hal ini karena kapasitas produksinya sudah mampu memenuhi kebutuhan pasar domestik.
"Kami dorong domestic market lebih optimal, dan terus digenjot untuk ekspor," ujar dia dalam keterangan tertulis di Jakarta, Minggu (8/7/2018).
Advertisement
Baca Juga
Terlebih, lanjut dia, Kemenperin aktif memacu pengembangan sektor-sektor industri yang berpotensi untuk meningkatkan nilai ekspor nasional.
“Pemerintah telah menyusun solusi jangka menengah dan panjang, yakni melalui substitusi impor dan investasi, sedangkan jangka pendeknya seperti pembatasan impor amonium nitrat, karena industri di dalam negeri sudah mampu mencukupi,” jelas dia.
Salah satu kawasan yang menjadi penopang pengembangan industri kimia di Indonesia adalah Kaltim Industrial Estate (KIE). Klaster industri kimia di Bontang, Kalimantan Timur ini masih memiliki potensi besar untuk pengembangan produk hilir seperti dimetil eter yang dapat digunakan sebagai sumber bahan bakar pengganti LPG, pupuk majemuk berbasis amonium nitrat, soda ash, dan pupuk amonium klorida.
Wilayah Kalimantan Timur
Selain itu, wilayah Kalimantan Timur juga memiliki prospek untuk pengembangan perkebunan sawit sebagai sumber bahan baku bagi klaster industri berbasis oleokimia. Ini juga sebagai solusi dari menurunnya harga sawit yang cukup signifikan akhir-akhir ini sehingga dapat mengatasi defisit neraca perdagangan.
“Kemampuan pengembangan tersebut dapat diwujudkan dengan jaminan pasokan gas bumi untuk domestik, kebijakan kuota impor untuk produk unggulan tertentu serta sinergi dengan pengembangan riset teknologi,” kata dia.
Kemenperin mencatat, kebutuhan gas bumi untuk industri yang beroperasi di Bontang mencapai 452 MMSCFD atau sekitar 59 persen dari penggunaan gas bumi domestik di wilayah Kalimantan Timur. Hal tersebut perlu menjadi perhatian yang besar terhadap jaminan pasokan gas bumi jangka panjang dengan harga yang wajar.
“Sehingga bisa menjaga kelangsungan seluruh aktivitas industri tersebut agar dapat lebih berkembang dengan struktur yang kokoh dan berkelanjutan,” kata Dirjen Industri Kimia, Tekstil, dan Aneka (IKTA) Kemenperin Achmad Sigit Dwiwahjono.
Namun demikian, saat ini sekitar 804 MMSCFD gas bumi dari wilayah Kalimantan Timur masih diekspor ke luar negeri. Melihat kondisi tersebut dan memperhatikan pasokan gas alam yang cenderung terus menurun, Kemenperin memandang perlu pemanfaatan gas bumi yang diutamakan kepada industri di dalam negeri.
“Jadi, perlu menjaga agar tidak ada perpanjangan pasokan untuk kontrak penjualan gas bumi ke luar negeri. Dengan demikian, pasokan gas yang ada di Kalimantan Timur dapat diprioritaskan kepada kebutuhan domestik terutama kelangsungan industri petrokimia di Bontang,” tandas Sigit.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Advertisement