Atasi Defisit Neraca Perdagangan, Pemerintah Bentuk Working Group

Pemerintah akan membentuk working grup untuk menghadapi perkembangan global termasuk perang dagang dengan Amerika Serikat.

oleh Liputan6.com diperbarui 06 Jul 2018, 15:00 WIB
Diterbitkan 06 Jul 2018, 15:00 WIB
Capaian Ekspor - Impor 2018 Masih Tergolong Sehat
Aktivitas bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Jumat (25/5). Kenaikan impor dari 14,46 miliar dolar AS pada Maret 2018 menjadi 16,09 miliar dolar AS (month-to-month). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Menteri Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution menggelar rapat koordinasi dengan Menteri Perindustrian (Menperin) Airlangga Hartarto. Rapat tersebut untuk membahas mengenai kondisi ekspor impor perdagangan Indonesia saat ini.

Darmin mengatakan pemerintah akan membentuk working grup untuk menghadapi perkembangan global termasuk perang dagang dengan Amerika Serikat. Working group ini juga akan membahas upaya memperkecil defisit perdagangan Indonesia.

"Belum bisa dibilang lah (anggota woking group). Sebenarnya untuk menghadapi perkembangan yang sedang dan akan terjadi dengan adanya perang dagang, dengan adanya kenaikan kebijakan di AS, tentu saja kita harus menjawabnya," ujar Menko Darmin di Kantornya, Jakarta, Jumat (6/7/2018).

"Kita sudah rapat sebelumnya dengan Menteri Pariwisata, temanya sama, apa saja yang perlu dilakukan untuk mempercepat kenaikan ekspor. Kenapa itu, barangnya, jangan ditanya dulu apa karena itu tadi baru mulai diidentifikasi lebih persis," jelas dia.

Dia melanjutkan pemerintah juga masih mengamati bahan impor yang nantinya akan diperlambat. Terkait hal ini, dirinya juga akan memanggil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan. Ini karena sektor yang paling banyak melakukan impor adalah sektor migas.

"Kedua, kalau impornya yang bisa agak diperlambat yang mana saja. Nah, nanti kita akan ada rapat lagi mungkin lebih luas, tadi kan fokus pada industri, fokus pada pariwisata. Mungkin minggu depannya Pertanian, ESDM. Nanti sore malah kita mau rapat dengan Menteri ESDM," jelasdia.

Mantan Direktur Jenderal Pajak tersebut menambahkan, koordinasi ini sangat penting karena tekanan terhadap Rupiah yang melemah tidak hanya dipengaruhi oleh kenaikan suku bunga acuan bank sentral Amerika Serikat tetapi juga dipengaruhi oleh defisit neraca perdagangan.

"Kenapa itu penting? Karena tekanan terhadap mata uang kita selain karena perang dagang dan selain karena kenaikan bunga di AS, itu juga datang dari neraca perdagangan kita negatif. Kalau transaksi berjalan banyak negara yang negatif. Lihat saja Brazil, India, Afrika, tapi neraca perdagangan enggak banyak negatif," tandasnya.

Reporter: Anggun P. Situmorang

Sumber: Merdeka.com

Defisit Neraca Perdagangan Bikin Rupiah Tertekan

Capaian Ekspor - Impor 2018 Masih Tergolong Sehat
Aktivitas bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Jumat (25/5). Menkeu Sri Mulyani Indrawati menilai tren yang terjadi pada capaian ekspor-impor 2018 masih tergolong sehat. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Nilai tukar rupiah bergerak melemah pada perdagangan Selasa pekan ini. Sentimen dalam negeri yang mempengaruhi gerak rupiah adalah pengumuman neraca perdagangan pada Senin 25 Juni kemarin. 

Mengutip Bloomberg, Selasa (26/6/2018), rupiah di buka di angka 14.140 per dolar AS, melemah jika dibandingkan dengan penutupan perdagangan sebelumnya yang ada di angka 14.159 per dolar AS. Namun sesaat kemudian rupiah langsung melemah hingga ke level 14.178 per dolar AS.

Sejak pagi hingga siang hari ini, rupiah bergerak di kisaran 14.140 per dolar AS hingga 14.180 per dolar AS. Jika dihitung dari awal tahun, rupiah mengalami pelemahan hingga 4,57 persen.

Sedangkan berdasarkan Kurs Referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI), rupiah dipatok di angka 14.163 per dolar AS, melemah jika dibandingkan dengan patokan sehari sebelumnya yang ada di angka 14.105 per dolar AS.

Analis Binaartha Sekuritas Reza Priyambada mengatakan sentimen dari dalam negeri dari rilis neraca perdagangan Mei yang mencatatkan defisit lebih besar dari bulan sebelumnya memicu depresiasi rupiah.

"Pergerakan rupiah cenderung berbalik melemah seiring dengan respons negatif atas meningkatnya defisit neraca perdagangan Indonesia yang mencapai 1,52 miliar dolar AS," ujar Reza dikutip dari Antara, Selasa (26/6/2018)

"Bahkan masih ada sentimen dari rencana pelonggaran LTV juga tidak cukup kuat mengangkat rupiah," ia menambahkan.

 

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya