Ada Gangguan Produksi di Venezuela, Harga Minyak Naik Tipis

Selain penurunan produksi Venezuela, pelaku pasar juga melihat data produksi dan cadangan minyak AS yang diperkirakan turun 3,5 juta barel.

oleh Arthur Gideon diperbarui 18 Jul 2018, 05:40 WIB
Diterbitkan 18 Jul 2018, 05:40 WIB
lustrasi tambang migas
Ilustrasi tambang migas (iStockPhoto)

Liputan6.com, Jakarta - Harga minyak mentah naik tipis pada penutupan perdagangan Selasa (Rabu pagi waktu Jakarta). Fokus pelaku pasar tertuju kepada penurunan persediaan di Amerika Serikat (AS) dan juga kendala produksi yang dialami oleh Venezuela dan Libya.

Mengutip Reuters, Rabu (18/7/2018), harga minyak mentah West Texas Intermediate AS (WTI) naik 2 sen menjadi USD 68,08 per barel.

Sedangkan untuk harga minyak Brent berjangka naik 32 sen menjadi USD 72,16 per barel, setelah sebelumnya diperdagangkan di angka USD 71,35 per barel, level terendah sejak 17 April.

Venezuela diperkirakan akan mengalami penurunan produksi karena dua dari empat pengolahan minyak di negara tersebut dijadwalkan akan menjalani pemeliharaan dalam beberapa pekan ke depan.

Kedua unit yang akan mengalami pemeliharaan ini memiliki kemampuan untuk mengolah 700 ribu barel per hari yang hasilnya merupakan komoditas ekspor.

"Setiap ada kejadian di Venezuela dan biasanya memburuk itu akan memberikan tenaga kepada harga minyak," jelas John Kilduff, analis Again Capital Management, New York.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Produksi AS

Ilustrasi tambang migas
Ilustrasi tambang migas (iStockPhoto)

Selain penurunan produksi Venezuela, pelaku pasar juga melihat data produksi dan cadangan minyak AS yang diperkirakan turun 3,5 juta barel dalam pekan yang berakhir pada 13 Juli lalu.

Analis Tyche Capital, New York, Tariq Zahir, menjelaskan bahwa pelaku pasar tengah mencari sinyal yang jelas tentang nilai pasokan, termasuk apakah Amerika Serikat akan melepaskan minyak mentah dari cadangan minyak strategis dan apakah produksi minyak Libya akan kembali neiak menyusul bentrokan militer pada akhir Juni dan awal Juli.

"Anda benar-benar harus melihat berapa banyak Saudi akan menghasilkan, bersama dengan Rusia," katanya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya