Menko Darmin: Perlu Kerja Keras agar Capai Target Ekonomi 5,3 Persen

Menko Bidang Perekonomian Darmin Nasution optimistis pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat capai 5,3 persen.

oleh Merdeka.com diperbarui 06 Agu 2018, 19:12 WIB
Diterbitkan 06 Agu 2018, 19:12 WIB
Investasi Meningkat, Ekonomi Indonesia Kuartal 1 Tumbuh 5,06 Persen
Pekerja menyelesaikan pembangunan gedung bertingkat di Jakarta, Senin (7/5). Pertumbuhan ekonomi kuartal 1 2018 tersebut lebih baik dibandingkan pertumbuhan ekonomi pada periode sama dalam tiga tahun terakhir. (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (Menko Perekonomian) Darmin Nasution optimistis pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat capai 5,3 persen pada akhir 2018. Untuk capai target pertumbuhan ekonomi itu perlu didorong sektor industri.

Darmin optimistis target pertumbuhan ekonomi Indonesia tersebut dapat tercapai. "Iya memang untuk 5,3 persen berarti harus kerja keras," kata Darmin di kantornya, Jakarta, Senin (6/8/2018).

Darmin mengatakan, untuk mengejar target pertumbuhan ekonomi 2018 tersebut perlu genjot sektor industri. "Industri sektor industrinya lambat. Itu yang harus kita coba dorong terus," kata dia.

Di sisi lain, sektor pertanian juga masih menjadi andalan untuk menggenjot pertumbuhan ekonomi. Sebab, musim panen raya akan kembali terjadi pada September dan Oktober mendatang, meskipun yang besar hanya terjadi di April-Mei 2018. "Kalau pertanian itu tidak usah terlalu berharap bahwa setinggi itu terus," ujar dia.

Badan Pusat Statistik (BPS) merilis pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II 2018 sebesar 5,27 persen. Hal itu mendorong pertumbuhan ekonomi semester I 2018 sebesar 5,17 persen.

Darmin Nasution menuturkan, pertumbuhan ekonomi itu perlu dipertahankan mengingat target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018, pertumbuhan ekonomi mencapai 5,4 persen.

 

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

RI Perlu Dongkrak Investasi dan Belanja Pemerintah

20151113-Ilustrasi Investasi
lustrasi Investasi Penanaman Uang atau Modal (iStockphoto)

Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) merilis pertumbuhan ekonomi kuartal II 2018 sebesar 5,27 persen. Angka ini turut berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi semester I 2018 sebesar 5,17 persen.

Kepala BPS, Kecuk Suhariyanto mengatakan, pencapaian pertumbuhan ini cukup bagus mengingat pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,4 persen dalam Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN) 2018. 

Namun demikian, ada beberapa hal yang harus diperhatikan agar pertumbuhan ekonomi pada kuartal selanjutnya dapat ditingkatkan. Pertama, belanja pemerintah harus digalakkan sehingga tidak menumpuk di kuartal IV. 

"Kita semua pasti berharap angka 5,27 persen itu tercapai di triwulan selanjutnya. Tentunya untuk menjaga ke sana seperti saya sampaikan inflasi terkendali sehingga konsumsi rumah tangga masih bagus," ujar Suhariyanto di Kantornya, Jakarta, Senin 6 Agustus 2018.

"Realisasi pencairan atau serapan dari konsumsi belanja pemerintah harus terus digalakkan, jangan numpuk di triwulan keempat. Tapi, perlu menyebar rata dari triwulan satu hingga triwulan keempat," tambah dia.

Selain belanja, sektor lain yang harus digenjot oleh pemerintah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yaitu meningkatkan investasi. Sebab, pada kuartal II 2018, investasi hanya mencapai 5,87 persen secara year on year (yoy).

"Untuk menggerakkan investasi kita harus memberi kepercayaan kepada investor bahwa ekonomi kita tumbuh bagus, situasi politik juga stabil dan tentunya kita tetap menjaga kesatuan supaya tidak ada isu-isu miring,” ujar dia.

"Kemarin OSS (online single submission) merupakan terobosan supaya investor bisa mendapatkan izin lebih mudah. Itu tujuan ke sana," tambah Kecuk. 

Sementara itu, faktor yang perlu diwaspadai ke depan ialah ketergantungan Indonesia terhadap impor. Nilai impor Indonesia secara kumulatif periode Januari-Juni 2018 mencapai USD 89,04 miliar atau naik 23,10 persen dari Januari-Juni 2017. 

"Kita lihat lagi iramanya, karena salah satu kendala kita waspadai adalah kenaikan impor yang lebih tinggi. Di manapun kalau impornya lebih tinggi jadi faktor pengurang dan agak mengerek ke bawah dan itu perlu menjadi perhatian," ujar dia.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya