Liputan6.com, Jakarta - Perkembangan pasar modal dan investasi Indonesia bisa dibilang sedang menuju arah positif. Hal ini terbukti dari kemunculan tren-tren inovatifnya.
Di awal 2018 ini misalnya, OJK memberikan terobosan baru untuk menjawab problem kekurangan pembiayaan pembangunan infrastruktur yang sedang dihadapi pemerintah, yaitu melalui penerbitan Surat Berharga Perpetual (SBP) atau perpetual bond.
Advertisement
Baca Juga
Dikutip dari Swara Tunaiku, secara sederhana, SBP merupakan bagian dari instrumen investasi yang berupa obligasi--surat utang dengan tingkat bunga dan pembayaran secara berkala, tanpa batas waktu.
Sebelum adanya SBP, BUMN atau perusahaan yang ingin mengikuti sebuah proyek kerap kesulitan mencari modal. Pasalnya, jika hanya mengandalkan anggaran pemerintah (ABPN/APBD), seperti Penanaman Modal Negara (PMN) akan dianggap sebagai utang, yang tentu saja lebih berat.
Dengan fitur yang sangat atraktif dalam pembiayaan investasi dari dana nonanggaran pemerintah, pantaslah jika SBP dianggap sebagai salah satu solusi terbaik mengatasi permasalahan ekuitas perusahaan.
Pemanfaatan SBP di Indonesia
Semenjak pertama digulirkan, perusahaan BUMN pertama yang menerbitkan instrumen ini adalah PT Pembangunan Perumahan (PP) Tbk yang menerbitkan dana senilai Rp 8 triliun dalam jangka waktu 4 tahun untuk proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Meulaboh, Aceh.
Dengan penerbitan SBP ini, masyarakat pun dapat membeli SBP untuk berkontribusi dalam pembangunan melalui Reksa Dana Penyertaan Terbatas (RDPT) yang dikelola PT Ciptadana Asset Management.
Menurut Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) atau Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro, SBP perdana yang diterbitkan PTPP untuk proyek PLTU Meulaboh telah menginspirasi BUMN lainnya mencoba konsep serupa di proyek infrastruktur lain yang bersumber dari dana masyarakat dalam dan luar negeri, sehingga menjadi solusi pemerintah dalam mencari pembiayaan alternatif yang berkelanjutan.
Sebagai tambahan, SBP yang dikeluarkan oleh PTPP ini tidak mempunyai jatuh tempo, tanpa jaminan, dan memiliki fleksibilitas untuk melaksanakan opsi beli. Dengan bunga yang ditawarkan bagi investor sebesar 9,65 persen per tahun. Namun, jika setelah tiga tahun, PTPP tidak melakukan opsi beli terhadap instrumen ini, bunga akan bertambah (step-up rate) sebesar 5 persen.
Â
Advertisement
Bagaimana jika ingin mencoba berinvestasi di SBP?
Sejauh ini, OJK memastikan bahwa tidak ada beleid (cara) khusus yang mengatur tentang SBP. Alias, hanya akan mengacu ke peraturan perundangan OJK [dan d/h Bapepam-LK] terkait dengan penerbitan obligasi yang sudah ada.
Masyarakat bisa menjadikan tiga payung hukum berikut sebagai acuan:
1. Peraturan No. IX.A.2 tentang Tata Cara Pendaftaran Dalam Rangka Penawaran Umum.
2. POJK Nomor 7/POJK.04/2017 tentang Dokumen Pernyataan Pendaftaran Dalam Rangka Penawaran Umum Efek Bersifat Ekuitas, Efek Bersifat Utang, dan/atau Sukuk.
3. POJK Nomor 9/POJK.04/2017 tentang Bentuk dan Isi Prospektus dan Prospektus Ringkas Dalam Rangka Penawaran Umum Efek Bersifat Utang.