Ketua MPR Kritik Keras Kemiskinan hingga Utang Negara

Ketua MPR Zulkifli Hasan mengkritik keras sejumlah pencapaian pemerintahan Jokowi-JK

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 16 Agu 2018, 09:56 WIB
Diterbitkan 16 Agu 2018, 09:56 WIB
Zulkifi
Dr. H. Zulkifli Hasan, S.E., M.M. Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia

Liputan6.com, Jakarta - Ketua MPR Zulkifli Hasan mengkritik keras sejumlah pencapaian pemerintahan yang dipimpin Presiden Joko Widodo. Menurutnya, ada tiga tantangan perekonomian nasional yang membutuhkan terobosan kebijakan dari Pemerintah.

Salah satunya soal angka gini ratio sebagai indikator ketimpangan ‎pendapatan yang terus menurun dari 0,41 menjadi 0,39.

"Kami mensyukuri penurunan Gini ratio yang dicapai oleh pemerintah dari sekitar 0,41 menjadi 0,39 saat ini. Ini terjadi akibat turunnya pendapatan masyarakat kelas atas ketimbang naiknya pendapatan masyarakat kelas bawah," kata Zulkifli di Gedung MPR/DPR, Jakarta, Kamis (16/8/2018).

Menurut dia, jumlah masyarakat golongan miskin dan hampir miskin masih besar dan sangat rentan pada perubahan harga. Untuk itu, pemerintah perlu menjaga stabilitas harga kebutuhan rumah tangga agar daya beli tidak tergerus.

"Ini titipan emak-emak, titipan rakyat Indonesia agar harga-harga bisa terjangkau," papar dia.

Kedua, adalah masalah stabilitas dan defisit transaksi berjalan. Pemberdayaan ekonomi kecil dan mikro perlu terus dikembangkan, diantaranya melalui fasilitas kredit, fasilitas produksi dan pasar, termasuk bantuan pemasaran dan teknologi agar mereka tumbuh dan berkembang.

Kesempatan berusaha dari kebijakan perluasan pembangunan infrastruktur harus didistribusikan secara luas ke daerah melalui usaha swasta besar, menengah, dan kecil.

"Proyek infrastruktur tidak boleh hanya dimonopoli BUMN," ujarnya.

 Ketiga, adalah masalah pengelolaan utang. Negara harus menjaga stabilitas ekonomi dan mencegah krisis sejak dini. Ini menjadi penting dalam kerangka menjaga ketahanan ekonomi.

"Kita perlu melakukan pengetatan prediksi-prediksi perekonomian secara cermat, terukur, dan akuntabel, diantaranya mengenai nilai tukar rupiah dalam perekonomian global, penguatan-penguatan di sektor industri, pembatasan arus impor, serta peningkatan daya saing komoditas dan peningkatan daya ekspor kita," tutur dia.

Dia juga mengingatkn, pemerintah tidak bisa mengklaim besaran utang pemerintah sekitar  Rp 4.200 triliun masih aman. Sebab membayar cicilan utang Rp 400 triliun per tahun itu sangatlah besar dan di luar batas kewajaran.

"Rp 400 triliun di 2018 itu setara 7 kali dana desa, 6 kali anggaran kesehatan. Itu sudah di luar batas kewajaran dan batas negara untuk membayar," kata Zulkifli.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya