Pemerintah Harus Hati-Hati Kelola Utang

Pemerintah jangan hanya berlindung di balik rasio utang terhadap PDB yang hanya 30 persen.

oleh Merdeka.com diperbarui 29 Agu 2018, 17:46 WIB
Diterbitkan 29 Agu 2018, 17:46 WIB
Peneliti senior INDEF, Didik J Rachbini. (Wilfridus Setu Embu/Merdeka.com)
Peneliti senior INDEF, Didik J Rachbini. (Wilfridus Setu Embu/Merdeka.com)

Liputan6.com, Jakarta - Peneliti senior Indef, Didik J Rachbini, mengharapkan pemerintah lebih hati-hati dalam pengelolaan utang, mengingat pembayaran pokok dan bunga utang yang ada di pemerintahan saat ini jumlahnya sangat besar.

"Memang bisa di-roll over di tahun berikutnya, tapi dibandingkan anggaran lain itu besar dan harus hati-hati," ungkapnya saat ditemui di acara ulang tahun ke-23 INDEF, di Jakarta, Rabu (29/8/2018).

Pemerintah tetap harus lebih waspada dalam menarik utang, meskipun rasio utang Indonesia masih di bawah ambang batas 30 persen terhadap PDB. Sebab, penerimaan pajak yang belum terlalu baik.

"Jangan hanya berlindung di balik rasio utang terhadap PDB yang hanya 30 persen. Tapi kan tax rasio kita hanya dua pertiga atau sepertiga dari negara-negara maju. Dan juga banyak utang kita dalam bentuk valas sedangkan utang yang dilempar ke publik sangat tinggi," kata dia.

Dia menilai Rancangan Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara (R-APBN) 2019 lebih menjurus ke arah populis. Untuk diketahui, R-APBN 2019 sebesar Rp 2.439,7 triliun jumlah ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan tahun ini sebesar Rp 2.220,7 triliun.

Kendati demikian, dia mengharapkan, RAPBN dapat membantu meningkatkan kinerja ekonomi dan mengerek produktivitas masyarakat.

"Arah populis itu sudah cukup jelas, yaitu memang kecenderungan tapi kebanyakan sasaran-sasaran ke arah populis itu ketidakproduktifannya cukup besar, ini juga menimbulkan inefesiensi keborosan di dalam negara," kata dia.

"Efektif apa tidak? Ternyata sektor informal masih sangat banyak sehingga anggaran tidak menghasilkan manusia produktif bahkan anggaran pendidikan juga buruk," imbuhnya.

Menurut Didik pemerintah harus lebih efisien dalam mengelola keuangan negara agar anggaran yang digelontorkan benar-benar produktif. Pemerintah juga harus berani untuk memotong anggaran agar efisiensi bisa terjadi.

"Kalau kita sakit, macam-macam usaha harus kita lakukan. Potong anggaran yang tidak penting secara berani. Ini memang bukan langkah yang populer," tandasnya.

Reporter: Wilfridus Setu Embu

Sumber: Merdeka.com

* Update Terkini Jadwal Asian Games 2018, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru dari Arena Asian Games 2018 dengan lihat di Sini

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Utang Jatuh Tempo Akumulasi Sejak Masa Lalu

Paparkan RAPBN 2019, Menteri Kabinet Kerja Kompak Duduk Bersama
Menko Perekonomian Darmin Nasution bersama sejumlah menteri memberi keterangan pers RAPBN 2019 di Media Center Asian Games, Jakarta, Kamis (16/8). Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan perhatian utama pada 2019. (Liputan6.com/Fery Pradolo)

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution angkat suara terkait dengan pernyataan Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Zulkifli Hasan yang menilai pemerintah tidak bisa klaim rasio utang sekitar tiga persen adalah aman.

Penyataan Zulkifli tersebut disampaikan saat pidato dalam sidang tahunan MPR RI di Gedung Parlemen, Kamis 16 Agustus 2018.

Dia menyampaikan, besar pembayaran pokok utang pemerintah yang jatuh tempo tahun 2018 sebesar Rp 400 triliun atau tujuh kali lebih besar dari dana desa dan enam kali lebih besar dari anggaran kesehatan adalah tidak wajar. 

"Begini, ini memang tahun-tahun di mana utang-utang masa lalu itu jatuh tempo, jadi jangan dibaca itu karena utang yang dibuat pemerintahan ini mau khawatir mau enggak itu adalah akumulasi dari dulu," kata Darmin saat ditemui di Jakarta, Rabu (22/8/2018).

Darmin menyebut, masalah utang jatuh tempo memang tidak bisa disalahkan begitu saja pada pemerintahaan yang ada sekarang ini. Bahkan, sejak rekapitulasi utang pada pemerintahan sebelumnya telah banyak utang kemudian jatuh temponya baru sekarang.

"Dulu saya ingat, waktu dulu saya ingat waktu rekap rekap dulu itu, itu malah pendek sekali dibikinnya utangnya, hanya sampai 2007-2008 kemudian kita perpanjangan 10-an tahun, ya jatuh dia sekarang, ya itu, tapi bukan hanya itu tentu saja, semua ini jatuh tempo sekarang," ujar Darmin.

"Jadi kalau ada yang mengatakan itu karena pemerintahan ini kalau utang jatuh tempo tidak betul, itu akumulasi dari semua pemerintahan sejak krisis," tambah Darmin.

Sebelumnya, Ketua MPR Zulkifli Hasan menilai pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati terkait dengan kondisi utang disebabkan utang masa lalu sangat  tidak elegan. Terlebih menjadi fokus adalah bagaimana pemerintah saat ini mampu menyelesaikan permasalahan sebelumnya.

"Ya kan (utang) gabungan. Apapun itu terima dong. Tidak bisa kita menyalahkan masa lalu. Oh MPR yang selalu salah tidak bisa dong. Kewajiban pemerintah sekarang untuk menyelesaikan," ujar dia saat ditemui di Kompleks DPR RI.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya