Kewajiban L/C Barang Tambang Hemat Devisa hingga USD 10 Miliar

Saat ini ekspor sumber daya alam (SDA) di sektor pertambangan telah diwajibkan untuk menggunakan Lettter of Credit.

oleh Septian Deny diperbarui 17 Sep 2018, 12:24 WIB
Diterbitkan 17 Sep 2018, 12:24 WIB
Capaian Ekspor - Impor 2018 Masih Tergolong Sehat
Aktivitas bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Jumat (25/5). Ekspor April sebesar 14,47 miliar dolar AS lebih rendah ketimbang Maret 2018 yang mencapai 15,59 miliar dolar AS. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menyambut baik kebijakan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang mewajibkan ekspor barang tambang menggunakan Letter of Credit (L/C). Kebijakan ini diyakini menghemat devisa hingga USD 10 miliar.

Enggartiasto menyatakan, saat ini ekspor sumber daya alam (SDA) di sektor pertambangan telah diwajibkan untuk menggunakan L/C. Hal tersebut sesuai kesepatan antara Kementerian ESDM, Kementerian Perdagangan, dan Kementerian Keuangan.

"Sekarang 100 persen harus dengan L/C. 50 persen harus mengendap selama 6 bulan dan dikonversikan ke dalam rupiah. Tapi kalau mereka (eksportir) perlu dolar, setiap saat harus disediakan," ujar dia di SCTV Tower, Jakarta, seperti ditulis Senin (17/9/2018).

Dia menuturkan, devisa yang bisa dihemat dengan kebijakan ini mencapai USD 10 miliar. Hal tersebut diharapkan mampu membantu mengendalikan defisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD) dan menguatkan nilai tukar rupiah.

"Kewajiban L/C akan menjaga dolar (tetap di dalam negeri) USD 10 miliar," kata dia.

Sementara itu dari Kementerian Perdagangan, lanjut Enggartiasto Lukita juga akan mengatur beberapa komoditas impor wajib melalui Pusat Logistik Berikat (PLB). Beberapa produk yang diwajibkan melalui PLB yaitu besi baja, minuman beralkohol, ban, dan produk tertentu. 

Selain itu, Kemendag juga akan mengkaji peraturan beberapa impor barang konsumsi yang sebelumnya bebas tata niaga impornya menjadi diatur ketentuannya impornya.

‎"Ini seperti baja, ban melalui harus melalui PLB.‎‎ Tetapi dari total impor (yang ada), hanya 30 persen yang diatur Kementerian Perdagangan," kata dia.

 

Eksportir Pertambangan Wajib Kembalikan Hasil Ekspor ke Dalam Negeri

Wow, Kapal Besar Ini Bawa Ekspor Manufaktur Indonesia ke AS
Persiapan keberangkatan kapal besar (Direct Call) pembawa kontainer yang membawa ekspor Indonesia ke Amerika Serikat (AS) di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Selasa (15/5). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, pemerintah akan mewajibkan para eksportir sumber daya air (SDA) di sektor pertambangan untuk memasukkan kembali devisa hasil ekspor ke dalam negeri. Hal ini dalam rangka memperkuat cadangan devisa negara dan agar hasil ekspor bisa dimanfaatkan di dalam negeri.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan mengatakan, sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan amanat Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, seluruh SDA yang ada di Indonesia harus dimanfaatkan untuk kesejahteraan rakyat.

"Mau di UU Minerba atau UU Migas, itu tidak ada tambang dalam bentuk apapun yang dimiliki oleh private atau swasta. Semua dimiliki negara. Yang dipunya itu izin usaha, kalau ekspor, uang harus kembali makanya kalau parkir di luar negeri tak bisa dimanfaatkan untuk dalam negeri," ujar dia di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Selasa 4 September 2018.

Oleh sebab itu, lanjut dia, ekspor SDA di sektor ESDM akan diwajibkan menggunakan Letter of Credit(L/C). Sebetulnya ketentuan ini pernah akan diterapkan pada 2013, namun akhirnya dibatalkan. Namun saat ini ketentuan tersebut akan dilaksanakan.

"Kami akan terapkan peraturan bahwa satu ekspor semua harus pakai LC dari Kemenkeu dan Kemendag," kata dia.

Selain itu, devisa hasil ekspor SDA di sektor pertambangan juga wajib kembali. Jika tidak bisa, minimal devisa tersebut disimpan di perbankan nasional yang ada di negara lain.

"Hasil ekspornya 100 persen harus kembali ke Indonesia, boleh dalam bentuk USD atau bisa ditempatkan di bank-bank BUMN dalam negeri, seperti kan ada BNI di Hong Kong, BNI di Singapura. Tidak ada alasan. Kalau pinjam dalam mata uang asing, bisa dibayar dari sini," ungkap dia.

Jika nantinya ada eksportir yang melanggar ketentuan tersebut, maka Kementerian ESDM akan memberikan sanksi berupa pengurangan izin ekspor. Jumlahnya akan ditentukan berdasarkan pelanggaran yang dilakukan.

"Kita akan bikin mekanisme dan bukti uangnya kembali, itu untuk bayar gaji, impor mesin atau lain-lain terserah. Kalau tidak, kita berikan sanksi untuk kurangi ekspornya," tandas dia.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya