Petani Waspadai Ancaman Kemarau

Musim kemarau yang panjang berdampak langsung terhadap pertanian dan kehidupan para petani secara kompleks.

oleh Liputan6.com diperbarui 02 Okt 2018, 19:51 WIB
Diterbitkan 02 Okt 2018, 19:51 WIB
Ilusytrasi Musim Kemarau
Ilusytrasi Musim Kemarau. (Liputan6.com/Fery Pradolo)

Liputan6.com, Jakarta Petani mewaspadai kondisi kemarau panjang yang terjadi di berbagai daerah. Pemerintah melalui Kementerian Pertanian (Kementan) diminta untuk memeriksa kondisi ini.

Sekretaris Umum Dewan Pengurus Pusat (DPP) Serikat Petani Indonesia (SPI) Agus Ruli, menuturkan, musim kemarau yang panjang berdampak langsung terhadap pertanian dan kehidupan para petani secara kompleks.

Selain produksi hasil tanam petani yang dipastikan semakin menurun, musim kemarau juga menghadirkan persoalan-persoalan lain kepada petani seperti tumbuhnya hama di lahan pertanian mereka.

“Hama di ladang-ladang pertanian juga bertumbuh banyak. Ini yang kerap dikeluhkan oleh petani-petani,” papar Agus seperti mengutip Antara, Selasa (2/10/201).

Lebih jauh Agus menuturkan kemarau panjang juga menyebabkan petani gagal panen sehingga merugi dari sisi modal. Secara tidak langsung hal ini membuat petani memilki hutang panen sehingga ketika datang musim hujan mereka harus menanamnya ulang.

Tak hanya itu, luasan kekeringan ladang-ladang pertanian di berbagai daerah diyakini Agus lebih besar dibandingkan dari tahun sebelumnya.

Sebagaimana data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dimana kekeringan telah melanda 11 provinsi yang terdapat di 111 kabupaten/kota, 888 kecamatan, dan 4.053 desa yang notabene diantaranya adalah daerah-daerah sentra beras dan jagung, seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Barat (NTB), Banten, Lampung, dan beberapa provinsi lainnya.

Kondisi kekeringan di atas selaras dengan hasil studi Asosiasi Bank Benih dan Teknologi Tani Indonesia (AB2TI), sebanyak 39,6 persen dari 14 kabupaten yang merupakan sentra padi mengalami penurunan produksi di kemarau panjang ini.

Kementan disarankan berkoordinasi langsung dengan para petani dan menampung masalah-masalah yang dihadapi petani.


Kemarau Jangan Jadi Halangan

Harga Gabah Kering Turun
Petani memanen padi varietas Ciherang di areal persawahan Desa Ciwaru, Sukabumi, Sabtu (23/6). Petani mengeluhkan harga gabah kering panen saat ini Rp 488 ribu/kwintal dibanding tahun lalu yang menembus Rp 600 ribu/kwintal. (Merdeka.com/Arie Basuki)

Kementerian Pertanian (Kementan) optimistis pemanfaatan musim kemarau tahun ini berhasil meningkatkan produksi padi. Menurut data Angka Ramalan (ARAM) I yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik (BPS) dan Kementerian Pertanian, produksi padi tahun ini diperkirakan mencapai 83,037 juta ton Gabah Kering Giling (GKG). Angka ini meningkat 2,33 persen atau setara 1,89 juta ton GKG dibandingkan tahun lalu.

Sementara itu, berdasarkan data luas tanam Oktober 2017 - Agustus 2018 yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, diperkirakan terjadi surplus 945 ribu ha (6,39 persen) atau setara dengan 4,74 juta ton GKG. Berdasarkan data sampai dengan sub-round II, produksi tahun ini diperkirakan akan mencapai 85,88 juta ton GKG.

Direktur Serealia Ditjen Tanaman Pangan Kementan, Bambang Sugiharto, mengatakan bahwa peningkatan produksi padi pada 2018 terjadi karena Indonesia mampu memanfaatkan kekeringan sebagai peluang untuk meningkatkan luas tanam dan produktivitas.

“Seperti yang pernah disampaikan oleh Pak Mentan, musim kemarau jangan dilihat sebagai halangan. Kondisi kekeringan yang biasanya menjadi hambatan justru harus diubah menjadi kesempatan untuk tingkatkan produksi padi,” ujarnya dalam keterangan pers, Kamis (27/9/2018).

Sebagai bagian dari upaya memanfaatkan musim kemarau dalam mendorong Perluasan Areal Tanam Baru (PATB), Kementan memaksimalkan pemanfaatkan lahan rawa. Kondisi kering pada musim kemarau justru menguntungkan untuk optimalisasi lahan rawa. Rawa yang semula memiliki ketinggian muka air satu meter, pada musim kemarau turun menjadi 20 – 30 cm.

Potensi lahan rawa sebelumnya memang belum dikembangkan secara maksimal.

“Dari potensi luas 12,3 juta hektare, lahan rawa baru dimanfaatkan seluas 36,8 persen atau 4,5 juta hektare,” ucap Bambang.

Optimalisasi lahan rawa dilakukan dengan menjalin kerja sama antara pemerintah pusat, TNI, pemerintah daerah, dan masyarakat. Beberapa alat berat seperti traktor digunakan untuk memungkinkan lahan rawa dipakai untuk kegiatan produksi padi.

“Kita manfaatkan teknologi, sehingga lahan rawa bisa menjadi lahan produktif,” kata Bambang.

Selain mendorong perluasan areal tanam baru, produktivitas padi juga didorong dengan penggunaan varietas unggul tahan kering, seperti padi gogo sawah dan padi gogo rawa. Padi gogo merupakan varietas unggul yang adaptif terhadap berbagai permasalahan di lahan kering, seperti kekeringan, kemasaman tanah, dan penyakit blas.

Direktur Jenderal Tanaman Pangan Sumarjo, Gatot Irianto, mengatakan bahwa musim kemarau bisa menjadi kesempatan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi jika dikelola dengan baik.

"Musim kemarau bisa dimanfaatkan semaksimal mungkin karena hama lebih sedikit, sinar matahari cukup baik untuk fotosintesis dan proses pengeringan. Jadi kualitas gabah lebih baik, biaya produksi juga bisa ditekan,” ujarnya.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya