Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak menguat pada awal perdagangan Jumat ini. Penguatan rupiah ini karena berbagai sinyal beragam dari ekonomi AS.
Pada Jumat (7/3/2025), nilai tukar rupiah pada pembukaan perdagangan di Jakarta menguat hingga 4 poin atau 0,02 persen menjadi 16.336 per dolar AS dari sebelumnya 16.340 per dolar AS.
Advertisement
Baca Juga
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede menilai, kurs rupiah terhadap dolar AS terpengaruh sinyal dari beragam data ekonomi Amerika Serikat (AS).
Advertisement
Tercatat, data ADP Employment Change pada Februari 2025 mencapai angka yang lebih rendah dari perkiraan. Hal ini memberikan sinyal pelonggaran kondisi pasar tenaga kerja di AS.
Adapun data PMI Jasa AS meningkat hingga di atas 50 pada Februari 2025, yang berarti menunjukkan sektor jasa AS telah kembali ke fase ekspansi.
“Hari ini, rupiah diperkirakan diperdagangkan dalam kisaran Rp16.300 – Rp16.400 per dolar AS,” ungkapnya dikutip dari Antara.
Di sisi lain, Presiden AS Donald Trump menunda kebijakan tarif untuk produsen mobil serta barang dan jasa yang merupakan bagian dari US-Mexico-Canada Agreement (USMCA)hingga awal April 1025
“Trump juga menegaskan bahwa penundaan tarif hanya akan menjadi kebijakan one-off, dan ia tidak akan memperpanjang kesepakatan bulan depan. Ketidakpastian dari tarif perdagangan menyebabkan investor mengalihkan aset mereka ke mata uang safe-haven, termasuk Yen Jepang dan Franc Swiss,” ujar Josua.
Ini Manfaat Penerapan Devisa Hasil Ekspor Sumber Daya Alam
Sebelumnya, Direktur Departemen Pengelolaan Moneter dan Aset Sekuritas Bank Indonesia R. Triwahyono, mengatakan meskipun ada penambahan instrumen baru dalam penempatan Devisa Hasil Ekspor (DHE) Sumber Daya Alam (SDA), namun manfaat utama dari kebijakan ini tetap sama dengan ketentuan sebelumnya.
Yakni eksportir masih dapat melakukan transaksi spot dengan bank, yang mengacu pada transaksi valas yang dimiliki oleh Bank Indonesia. Selain itu, agunan kredit rupiah dari bank dan akurasi LPEI juga akan terus digunakan dalam skema penempatan DHE SDA yang baru.
"Kalau kemanfaatannya masih relatif sama dengan sebelumnya, ada transaksi Spot, eksportir ke dengan bank, underlying transaksi Spot yang dimiliki bank Indonesia, dan agunan kredit rupiah dari bank, dan akurasi LPEI," kata Triwahyono dalam Taklimat Media, di Jakarta, Kamis (6/3/2025).
Triwahyono menjelaskan, melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 8 Tahun 2025 mengatur tentang berbagai opsi penempatan untuk dana hasil ekspor SDA, baik yang berasal dari sektor migas maupun non-migas. Semua dana hasil ekspor SDA harus masuk 100% ke Rekening Khusus DHE SDA (Reksus DHE SDA).
Advertisement
SUVBI
Setelah itu, dana tersebut memiliki beberapa pilihan penempatan, antara lain, dana dapat tetap disimpan dalam Reksus DHE SDA yang dikelola oleh Bank Indonesia (BI) atau lembaga yang ditunjuk, seperti LPEI. Kemudian, eksportir juga bisa menempatkan dana tersebut dalam bentuk deposito yang disediakan oleh perbankan domestik. Selain itu, dana hasil ekspor juga dapat digunakan untuk mendukung promosi valuta asing yang dilaksanakan oleh BI.
Selain itu, ada instrumen yang lebih baru yang diperkenalkan dalam peraturan ini, yaitu penempatan dalam Sekuritas Valas Bank Indonesia dan Sukuk Valas Bank Indonesia (SUVBI) yang masing-masing bisa berbentuk konvensional maupun syariah.
Kedua instrumen ini memberikan fleksibilitas lebih dalam menempatkan DHE SDA dalam pasar sekunder dan bisa dijadikan bukti bahwa dana tersebut telah diproses sesuai dengan ketentuan DHE SDA.
"SVBI dan SUVBI, jadi mirip dengan SVBI sebenarnya, cuma dalam US dollar, SUVBI dalam US dollar, dan syariah, kalau SVBI konvensional, ini bisa dijadikan instrumen untuk penempatan DHE SDA," ujarnya.
Likuiditas Valas
Secara keseluruhan, PP Nomor 8 Tahun 2025 bertujuan untuk memperkuat pengelolaan DHE SDA dengan menyediakan lebih banyak opsi penempatan dan memfasilitasi aliran valuta asing yang lebih besar ke pasar domestik.
Dengan begitu, diharapkan dapat meningkatkan likuiditas valas, mendukung pertumbuhan ekonomi, dan memperkuat stabilitas nilai tukar rupiah dalam jangka panjang.
Advertisement
