Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak melemah pada perdagangan Senin ini. Pelemahan rupiah ini kemungkinan terbatas bahkan ada potensi menguat karena data ketenagakerjaan AS yang menegcewakan.
Pada Senin (10/3/2025), nilai tukar rupiah pada pembukaan perdagangan di Jakarta melemah hingga 5 poin atau 0,03 persen menjadi 16.300 per dolar AS dari sebelumnya 16.295 per dolar AS.
Baca Juga
Analis mata uang Doo Financial Futures, Lukman Leong memperkirakan nilai tukar (kurs) rupiah akan berkonsolidasi dengan menguat terbatas terhadap dolar AS.
Advertisement
“Rupiah diperkirakan akan berkonsolidasi dengan potensi menguat terbatas terhadap dolar AS yang kembali tertekan setelah data pekerjaan AS NFP (Non-Farm Payroll) yang mengecewakan,” ujarnya dikutip dari Antara.
Tercatat, data NFP AS menunjukkan penambahan sebanyak 151 ribu pekerjaan dari sebelumnya 125 ribu, tetapi di bawah harapan yang berkisar 160 ribu.
Faktor kedua ialah kekhawatiran terhadap pelemahan ekonomi AS akibat dampak perang dagang yang masih terus menekan dolar.
“Dampak belum terasa, namun investor saat ini mengkhawatirkan potensi resesi pada ekonomi AS apabila perang dagang tereskalasi,” kata dia.
Di sisi lain, ekonomi China yang masih lemah menekan berbagai mata uang regional seiring negara tersebut pertama kali deflasi sejak Januari 2024. Data inflasi month to month China terkontraksi, masing-masing 0,2 persen dan 0,7 persen year on year (yoy).
Berdasarkan berbagai keadaan ini, kurs rupiah diperkirakan sekitar Rp16.200-Rp16.350 per dolar AS.
Kebijakan Prabowo Ini Bisa Bikin Rupiah Tumbangkan Dolar AS, Apa Itu?
Sebelumnya, Chief economist Permata Bank, Josua Pardede memperkirakan bahwa kebijakan Devisa Hasil Ekspor Sumber Daya Alam (DHE SDA) pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dapat memberi peluang pada penguatan Rupiah.
Dengan catatan, kebijakan Devisa Hasil Ekspor tersebut perlu menghasilkan penerimaan yang besar.
“Kalau kebijakan DHA ini berhasil, ataupun sesuai dengan harapan pemerintah dimana ada tambahan devisa, katalan saja antara USD 60 sampai 80 miliar di tahun ini tentunya ini akan bisa mendorong ataupun bisa memberikan dampak positif pada Rupiah,” kata Josua dalam Paparan Publik Permata Bank di Jakarta, Jumat (7/3/2025).
“Sehingga diharapkan, meskipun memang kami belum bisa melihat jangka pendek (hasil DHE SDA) mungkin Rupiah masih akan berkisar di Rp16,000. Tapi itu subjek itu lagi bagaimana perkembangan dari sisi kebijakan DHE,” jelasnya.
Advertisement
Tak Jauh Berbeda dari 2024
Namun Josua juga melihat, pergerakan Rupiah tahun ini akan tak jauh berbeda dibandingkan dengan tahun lalu. Hal itu mengingat tantangan eksternal, salah satunya kebijakan tarif impor AS dan potensi dari perang dagang AS-China yang dampaknya diantisipasi cukup luas.
“Di lain kami juga melihat bahwa ada kebijakan kewajiban DHE yang juga sudah berlaku di bulan ini. Sehingga kami melihat ada kombinasi dampaknya dengan faktor eksternal dengan kebijakan dalam negeri. Juga bagaimana upaya-upaya untuk meningkatkan dari sisi nilai tambah ekspor melalui program prioritas pemerintah juga, melalui program Hilirisasi diharapkan akan bisa meningkatkan suplai falas dalam negeri,” papar Josua.
