Sentimen Eksternal Masih Bebani Rupiah Jelang Akhir Pekan

Nilai tukar rupiah masih bergerak stabil menjelang akhir pekan ini. Rupiah akan bergerak di kisaran 15.150-15.250 per dolar AS.

oleh Agustina Melani diperbarui 19 Okt 2018, 13:22 WIB
Diterbitkan 19 Okt 2018, 13:22 WIB
Rupiah-Melemah-Tipis-Atas-Dolar
Petugas Bank tengah menghitung uang rupiah di Bank BRI Syariah, Jakarta, Selasa (28/2). Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) melemah tipis pada perdagangan Selasa pekan ini. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah melanjutkan pelemahan terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan menyambut akhir pekan ini. Hal itu didorong sentimen eksternal yang dominasi laju pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.

Berdasarkan data kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) atau kurs tengah BI melemah 34 poin ke posisi Rp 15.221 per dolar Amerika Serikat (AS) dari periode perdagangan 18 Oktober 2018 di posisi Rp 15.187 per dolar AS.

Sementara itu, data Bloomberg menunjukkan rupiah dibuka melemah 31 poin dari posisi penutupan Kamis 18 Oktober 2018 di 15.194 per dolar AS ke posisi 15.225 per dolar AS. Pada Jumat siang, rupiah menguat ke posisi 15.218 per dolar AS. Sepanjang Jumat pekan ini, rupiah bergerak di kisaran 15.218-15.225 per dolar AS.

Ekonom PT Bank Permata Tbk, Josua Pardede menuturkan, nilai tukar rupiah melemah terhadap dolar AS didorong sentimen eksternal. Hal ini seiring dolar AS menguat lantaran data ekonomi AS cukup positif.

"Klaim pengangguan AS turun dan aktivitas manufaktur Philadelpia juga meningkat," ujar Josua saat dihubungi Liputan6.com.

Ia mengatakan, pelaku pasar juga masih respons hasil notulensi pertemuan bank sentral AS atau the Federal Reserve pada pertemuan September 2018. The Federal Reserve masih akan menaikkan suku bunga lagi pada Desember. “Hal itu membuat dolar AS menguat dalam jangka pendek,” kata dia.

Selain itu, dari sentimen internal belum ada yang terlalu mempengaruhi pergerakan nilai tukar rupiah. Josua mengatakan, rupiah dan bursa saham Indonesia sempat menguat juga didorong dari harapan defisit fiskal lebih baik.

Diperkirakan defisit fiskal sekitar 1,8 persen-2,04 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) dari harapan sekitar 2,12 persen. "Data-data belum ada cukup signifikan dorong rupiah. Pelaku pasar antisipasi hawkish notulensi the Fed,” ujar Josua.

Josua menuturkan, nilai tukar rupiah masih bergerak stabil menjelang akhir pekan ini. Rupiah akan bergerak di kisaran 15.150-15.250 per dolar AS.

 

 

 

Sentimen AS Tekan Rupiah

Rupiah Tembus 13.820 per Dolar AS
Teller menghitung mata uang dolar di penukaran uang di Jakarta, Jumat (20/4). Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pagi ini melemah ke posisi di Rp 13.820. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) melemah tipis pada perdagangan Kamis ini. Sentimen dari Bank Sentral AS masih menjadi pendorong penguatan dolar AS. 

Mengutip Bloomberg, Kamis 18 Oktober 2018, rupiah dibuka di angka 15.187 per dolar AS, melemah jika dibandingkan dengan penutupan perdagangan sebelumnya yang ada di angka 15.150 per dolar AS.

Sejak pagi hingga siang hari ini, rupiah bergerak di kisaran 15.187 per dolar AS hingga 15.195 per dolar AS. Jika dihitung dari awal tahun, rupiah melemah 12,08 persen.

Sedangkan berdasarkan Kurs Referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI), rupiah dipatok di angka 15.187 per dolar AS, melemah jika dibandingkan dengan patokan sehari sebelumnya yang ada di angka 15.178 per dolar AS.

Ekonom Samuel Sekuritas Rangga Cipta mengatakan, pergerakan nilai tukar rupiah masih dibayangi indikasi kenaikan suku bunga Bank Sentral AS atau The Federal Reserve (The Fed).

Dolar AS menguat terhadap sejumlah mata uang utama dunia pasca rilis notulensi rapat The Fed pada bulan September lalu yang mengindikasikan kenaikan suku bunga The Fed.

"The Fed kemungkinan akan tetap melanjutkan kenaikan tingkat suku bunganya untuk menjaga ekonomi Amerika Serikat tetap stabil," katanya dikutip dari Antara.

Dolar AS, lanjut dia, kembali menjadi mata uang safe haven di tengah ekspektasi investor bahwa suku bunga The Fed akan kembali naik.

"Sentimen dari AS mendorong pelemahan mata uang negara berkembang seperti yuan China. Pelemahan yuan itu berdampak pada pergerakan rupiah," katanya.

Sementara itu, Analis senior CSA Research Institute Reza Priyambada mengatakan ekspektasi membaiknya penerimaan negara sehingga dapat mengurangi defisit anggaran di bawah 2,2 persen dari PDB akan menjadi sentimen yang dapat menjaga fluktuasi rupiah.

"Diharapkan tekanan global dapat lebih berkurang sehingga sentimen domestik itu dapat menopang rupiah," katanya.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya