Indef Usul Ini untuk Perbaiki Ekonomi di Era Jokowi-JK

Empat tahun kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) menuai banyak pujian sekaligus kritik.

oleh Bawono Yadika diperbarui 23 Okt 2018, 16:47 WIB
Diterbitkan 23 Okt 2018, 16:47 WIB
2018, Menko Perekonomian Patok Pertumbuhan Ekonomi Harus 5,4 Persen
Pemandangan gedung bertingkat di Jakarta, Sabtu (28/4). Pertumbuhan ekonomi Indonesia, menurut Darmin Nasution, masih kecil lantaran belum ada orientasi ekspor dari industri dalam negeri. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Empat tahun kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) menuai banyak pujian sekaligus kritik. Salah satu yang disoroti perlu perbaikan dalam pemerintahan Jokowi-JK adalah terget pertumbuhan ekonomi. 

Selain itu, ekonom Insitute For Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira Adhinegara menilai, sektor industri manufaktur dan juga pelemahan nilai tukar rupiah ikut tersungkur di era kepemimpinan Jokowi-JK, sehingga tidak berhasil mencapai target yang dicanangkan oleh pemerintah.

"Di dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) itu hampir sebagian besar target ekonomi tidak tercapai. Pertumbuhan ekonomi hingga 2019 rata-rata 7 persen, nampaknya sulit tercapai apalagi di 2019 angka nya 8 persen. Sedangkan realisasi pertumbuhan ekonomi dalam 4 tahun ini hanya 5 persen," tutur dia saat dihubungi Liputan6.com, Selasa (23/10/2018).

Oleh sebab itu, Bhima menilai, akses dari kegagalan target pertumbuhan ekonomi RI berdampak langsung terhadap sektor manufaktur dalam negeri. 

"Di kuartal II 2018, manufaktur bahkan sempat dibawah 20 persen, ini cukup mengkhawatirkan karena industri manufaktur menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang besar, dan multiplier effectnya tinggi kesektor lainnya," ujar dia.

"Di era Jokowi, kita terlalu cepat loncat ke sektor jasa, meninggalkan industri yang makin turun. Artinya poin produktivitas dan daya saing masih menjadi pekerjaan rumah yang belum diselesaikan oleh tim ekonomi Jokowi," ia menambahkan. 

Bhima juga menyoroti terkait nilai tukar rupiah 12.000 per dolar AS dalam target RPJMN 2019. Sedangkan realisasinya saat ini mata uang rupiah menyentuh 15.200 per dolar AS.

Meski sentimen eksternal atau global berkontribusi terhadap depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, Bhima memandang tetap perlu ada perbaikan dari sisi internal yaitu ekonomi RI secara fundamental. 

"Di awal tahun 2018, dana asing yang keluar dari bursa saham mencapai Rp 56 triliun. Kondisi tekanan hebat ini, bukan tidak mungkin makin menggerus cadangan devisa kedepannya," papar dia.

 

 

Saran Indef

Investasi Meningkat, Ekonomi Indonesia Kuartal 1 Tumbuh 5,06 Persen
Suasana pembangunan gedung bertingkat di Jakarta, Senin (7/5). Pertumbuhan ekonomi kuartal 1 2018 tersebut lebih baik dibandingkan pertumbuhan ekonomi pada periode sama dalam tiga tahun terakhir. (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Bhima pun menyarankan agar pemerintah meningkatkan produksi migas dalam negeri untuk menekan defisit migas dan mengkerek nilai mata uang rupiah. 

Selain itu, dari sisi moneter, kata dia, Bank Indonesia (BI) dapat menaikkan bunga acuan lebih tinggi mengantisipasi agresifnya Fed rate. Tak lupa kurs preferensial yang dijamin BI untuk memulangkan devisa hasil ekspor. 

"Dan juga tekan CAD dengan pengendalian barang impor yang paling besar kontribusinya seperti besi baja, mesin, peralatan listrik. Pemerintah bisa memulai dengan perluasan kenaikan bea masuk 10-25 persen," kata dia.

"Serta turunkan pungutan ekspor CPO dari 50 USD per ton menjadi 20 USD per ton. Harapannya daya saing sawit di pasar internasional bisa naik," ujar dia. 

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya