Liputan6.com, Jakarta - Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Suhariyanto, mengatakan penduduk miskin memiliki perilaku menabung. Menabung tidak diukur dari berapa besar jumlah uang yang disisihkan tetapi lebih kepada kemampuan untuk menyimpan sebagian dari dana yang dimiliki.
"Bagaimanapun juga, cara berpikir kita dengan cara berpikir mereka sama. Mereka selalu mencari kesempatan untuk menyisihkan sebagian uangnya, seberapa kecil pun. Perilaku menabung jangan diukur dari besar kecilnya yang ditabung, tetapi bahwa perilaku menabung pun juga ada pada penduduk miskin," ujar Suhariyanto yang akrab dipanggil Kecuk di Kampus STIS, Jakarta, Kamis (25/10/2018).
Kecuk mengatakan, pernyataan ini bukan tanpa dasar. Beberapa waktu lalu, pihaknya melalui penelitian mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Statistik (STIS) membuktikan sebagian besar masyarakat miskin tetap menyisihkan dananya untuk masa depan baik untuk pendidikan maupun investasi.
Advertisement
Baca Juga
"Statement ini didasarkan pada penelitian. Sehingga pertanyaan kita kemudian bisa berkembang, apa yang membuat mereka mempunyai motivasi untuk menabung? Jawabannya sama dengan jawaban saat kita menabung. Penduduk miskin juga perlu memenuhi kebutuhan siklus hidupnya," kata dia.
Kecuk menjelaskan, penduduk miskin menabung dengan menyimpan dana melalui sisa belanja dan dari penghasilan yang diperoleh sehari-hari. Selain itu, kemampuan ini juga didasari adanya perilaku meminjamkan barang yang dimiliki kepada orang lain.
"Bagaimana mereka bisa menabung? Tentu dari menyimpan uang belanja yang ada, sekecil apapun. Bisa menyisihkan dari gaji, bisa melakukan yang namanya reciprocal lending atau meminjamkan sejumlah kecil, entah itu uang, barang, atau lainnya. Ini yang terjadi dan sudah dikonfirmasi dari berbagai penelitian," tutur dia.
Reporter: Anggun P.Situmorang
Sumber: Merdeka.com
Bos BPS: Kemiskinan Tantangan Besar Berbagai Bangsa
Sebelumnya, Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Suhariyanto, mengatakan kemiskinan merupakan masalah yang dihadapi oleh seluruh bangsa di dunia baik negara maju maupun negara berkembang.
Hal ini disampaikan saat mengisi seminar nasional official statistics 2018 dengan tema KajianKemiskinan dari Perspektif Pengeluaran dan Perilaku Menabung.
"Kemiskinan merupakan tantangan besar yang dihadapi oleh berbagai bangsa. Termasuk Indonesia mempunyai tangtangan besar soal kemiskinan. Di negara maju kemiskinan pun momok mengerikan," ujar Suhariyanto di Auditorium Politeknik Statistika STIS, Jakarta, Kamis, 25 Oktober 2018.
Suhariyanto menjelaskan, kemiskinan ini memiliki beberapa kriteria di antaranya ketidakmampuan mencukupi biaya hidup sehari-hari baik pangan, sandang dan tempat tinggal. Selain itu, miskin juga erat kaitannya dengan hidup tidak sehat dan sanitasi yang kurang memadai.
"Ketika miskin dia berjuang mencari makan. Kemiskinan berarti mereka tidak bisa pergi ke sekolah. Kemiskinan juga berarti hidup tidak sehat dan sanitasi tidak layak. Kemiskinan tidak punya pendapatan cukup seperti seharusnya. Lingkaran kemiskinan ini biasanya diturunkan dari generasi ke generasi," ujar dia.
Di Indonesia, kemiskinan ditanggulangi dengan berbagai program. Beberapa di antaranya melalui program padat karya dan pembangunan infrastruktur di seluruh Indonesia. Pemerintah, juga membangun sekolah-sekolah untuk menciptakan sumber daya manusia (SDM) yang berdaya saing.
"Di Indonesia, kemiskinan juga salah satu target pembangunan yang dievaluasi dari waktu ke waktu. Banyak yang sudah diterapkan. Banyak terobosan. Misalnya pemerintah berupaya menciptakan padat karya. Pemerintah sekarang dengan sigap perlu membangun infrastruktur supaya akses dari satu ke tempat lain lebih mudah," ujar Kecuk.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement