Darmin Tolak Permintaan Pengusaha Pelayaran Soal Penundaan Pemakaian B20

Pemakaian B20 sudah dilakukan sejak dua tahun lalu untuk Public Service Obligation (PSO).

oleh Merdeka.com diperbarui 09 Nov 2018, 17:37 WIB
Diterbitkan 09 Nov 2018, 17:37 WIB
Menteri Koordinator Perekonomian, Darmin Nasution
Menteri Koordinator Perekonomian, Darmin Nasution saat menjadi pembicara dalam acara Bincang Ekonomi di Liputan6.com di SCTV Tower, Jakarta, Kamis (2/3). (Liputan6.com/Fatkhur Rozaq)

Liputan6.com, Jakarta Menteri Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution menolak permintaan Asosiasi Pemilik Pelayaran Nasional Indonesia (INSA) untuk menunda penerapan penggunaan biodiesel (B20) di sektor perkapalan.

Dia menegaskan tidak ada pengecualian dalam penggunaan B20. "Kalau angkutan sebesar apapun, kapal atau truk tidak dikecualikan. Kok ujug-ujug swasta mau minta pengecualian," ujar Menko Darmin di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Jumat (9/11/2018).

Dia mengatakan, pemakaian B20 sudah dilakukan sejak dua tahun lalu untuk Public Service Obligation (PSO). Tahun ini, pemerintah hanya memperluas penggunaannya kepada non PSO.

"Kita sudah 2 tahun pakai B20. Memperluasnya dengan non PSO. Apa dia enggak tahu 2 tahun ini truk sudah pakai B20. Kan aneh itu. Enggak bisa pokoknya. Itu sudah ada, sudah kita diskusikan matang masa tengah jalan minta penundaan," jelas Darmin.

Mantan Direktur Jenderal Pajak tersebut menambahkan, saat ini tak mudah menemukan B0 atau Solar tanpa campuran minyak sawit. Untuk itu dia meminta semua sektor mengikuti aturan. "Pokoknya dia enggak akan dapat B0, di mana belinya. Di mana-mana enggak ada," tandasnya.

 

(Foto:Liputan6.com/Ilyas I)
Peluncuran perluasan penerapan Biodiesel 20 persen (Foto:Liputan6.com/Ilyas I)

Sebelumnya, INSA mengusulkan agar penggunaan B20 untuk angkutan laut ditunda. Hal ini dengan mempertimbangkan aspek keselamatan, performa, serta biaya perawatan. Usulan penundaan tersebut telah disampaikan INSA kepada pemerintah melalui surat bernomor 153/INSA/X/2018.

Ketua DPP INSA Carmelita Hartoto mengatakan, jika pemakaian B20 dipaksakan kepada industri pelayaran, dikhawatirkan hal ini dapat berimbas pada investasi awal yang cukup besar untuk pembersihan tangki, pipa dan sistem BBM, pemeliharaan sistem penyimpanan B20.

"Kami sudah sampaikan, kajian penggunaan B20 belum pada angkutan kapal," kata Carmelita beberapa waktu lalu.

INSA juga menekankan kandungan kualitas B20 belum konsisten karena belum dipantenkan dengan standar nasional dikhawatirkan bisa berdampak terhadap kerusakan bagian kapal sehingga berpotensi menimbulkan ketidaksesuaian antara pemberi garansi pabrik dan pihak asuransi kapal.

Asoasiasi telah memberikan sejumlah masukan kepada Kementerian ESDM dalam surat yang sudah diterima oleh Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.

Pertama, pemakaian B20 hanya memungkinkan untuk kapal baru yang mesinnya sudah diperisiapkan untuk memakai B20.

Kedua, produsen B20 mengadakan riset agar dapat menghasilkan produk yang kompatibel tanpa menimbulkan efek ongkos perawatan tinggi. Ketiga, produsen B20 juga harus melakukan analissi efek terhadap saluran yang menggunakan tembaga atau nikel tembaga.

Keempat, uji emisi B20 untuk perbandingan dengan persyaratan polusi udara. Kelima, pemerintah agar bisa mensyarakatkan pihak asuransi dan manufaktur mesin untuk membiayai kerusakan yang disebabkan B20.

Terakhir, produsen B20 wajib memasukkan analisis untuk standar penggunaan kapal angkut air. INSA sangat berharap pemerintah menunda pemakaian B20 khususnya industri pelayaran sampai dengan adanya hasil analisis.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya