Ancaman Trump ke Tiongkok Tekan Nilai Tukar Rupiah

Sejak pagi hingga siang hari ini, nilai tukar rupiah bergerak di kisaran 14.525 per dolar AS hingga 14.545 per dolar AS.

oleh Arthur Gideon diperbarui 28 Nov 2018, 12:00 WIB
Diterbitkan 28 Nov 2018, 12:00 WIB
Rupiah Tembus 14.600 per Dolar AS
Petugas melayani nasabah di gerai penukaran mata uang di Ayu Masagung, Jakarta, Senin (13/8). Pada perdagangan jadwal pekan, senin (13/08). Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS menyentuh posisi tertingginya Rp 14.600. (Merdeka.com/Arie Basuki)

Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak melemah pada perdagangan Rabu ini. Pelemahan rupiah relatif masih terbatas di tengah kuatnya keyakinan pasar terhadap ekonomi nasional.

Mengutip Bloomberg, Rabu (28/11/2018), rupiah dibuka di angka 14.533 per dolar AS, melemah jika dibandingkan dengan penutupan sebelumnya yang ada di angka 14.515 per dolar AS.

Sejak pagi hingga siang hari ini, nilai tukar rupiah bergerak di kisaran 14.525 per dolar AS hingga 14.545 per dolar AS. Jika dihitung dari awal tahun, rupiah melemah 7,22 persen.

Sedangkan berdasarkan Kurs Referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI), rupiah dipatok di angka 14.535 per dolar AS, melemah jika dibandingkan patokan sehari sebelumnya yang ada di angka 14.504 per dolar AS.

Analis senior CSA Research Institute Reza Priyambada mengatakan, pergerakan nilai tukar rupiah kembali berada dalam area negatif seiring kembali munculnya kekhawatiran perang dagang AS-Tiongkok.

"Dolar AS kembali meningkat terhadap sejumlah mata uang di kawasan Asia setelah Presiden AS Donald Trump menunjukan tidak akan melunak dengan Tiongkok terkait penentuan tarif barang impor," katanya dikutip dari Antara.

Kendati demikian, lanjut dia, pelemahan rupiah relatif masih terbatas di tengah masih kuatnya keyakinan pasar terhadap ekonomi nasional.

"Bank Indonesia memperkirakan ekonomi masih bisa tumbuh di rentang 5-5,4 persen. Diharapkan, sentimen positif dari dalam negeri itu berimbas positif pada pergerakan rupiah," katanya.

Sementara itu, ekonom Samuel Aset Manajemen Lana Soelistianingsih mengatakan pasar masih dibayangi ancaman Trump terhadap Tiongkok yang akan mengenakan tarif tambahan dari 10 persen menjadi 25 persen terhadap barang-barang impor dari Tiongkok senilai USD 267 miliar, berlaku pada 1 Januari 2019.

"Diharapkan ada kesepakatan yang bisa terjadi pada pertemuan G20 pada akhir pekan ini," katanya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Jokowi Apresiasi Langkah BI Perkuat Rupiah

Pelemahan Rupiah terhadap Dolar AS
Petugas menghitung uang pecahan dolar Amerika di salah satu gerai penukaran mata uang di Jakarta, Jumat (18/5). Pagi ini, nilai tukar rupiah melemah hingga sempat menyentuh ke Rp 14.130 per dolar Amerika Serikat (AS). (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengapresiasi upaya yang dilakukan Bank Indonesia (BI) dalam memperkuat nilai tukar rupiah. Alhasil, saat ini kurs rupiah tercatat di level Rp 14.488 per Dolar Amerika Serikat (AS).

Salah satu upaya yang dilakukan BI untuk mengendalikan kurs rupiah dengan menaikkan suku bunga. Hal ini dinilai cukup ampuh untuk mengerek nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. 

‎"Selamat kepada BI, dan jajaran bahwa di tengah gejolak global yang‎ tengah mengguncang kita, BI terus membela kurs rupiah. Kita sadar betul betapa beratnya pertempuran dari hari ke hari, dari minggu ke minggu, ‎bulan ke bulan, melakukan intervensi dan menaikkan suku bunga guna stabilkan kurs. Dan Alhamdulillah dalam 2-3 minggu terakhir rupiah menguat signifikan, kemarin sudah kembali pada kisaran 14.500 per dolar AS," ujar dia pada Selasa 27 November 2018.

Tak sampai di situ, lanjut Jokowi, BI juga berani menaikkan suku bunga acuan hingga 6 persen pada pertengahan bulan ini. Hal tersebut dinilai sebuah kejutan yang diharapkan berdampak positif bagi perekonomian Indonesia.

"Dan baru saja kita lihat, 15 November. BI dan jajaran menunjukkan keberanian, memberikan kejutan kepada pasar, menaikkan suku bunga 6 persen. Yang saya anggap berani itu bukan besarnya kenaikan tapi kejutannya. Mengapa‎? bahwa 31 ekonomi yang disurvei, hanya 3 yangpunya ekspektasi BI kenaikan suku bunga itu," jelas dia.

Menurut Jokowi, upaya yang dilakukan BI ini mendapatkan sambutan yang baik dari pasar. Hal tersebut diperlukan di tengah ketidakpastian yang terjadi pada ekonomi global.

"Ini disambut positif oleh pasar dan persepsinya BI tunjukkan ketegasan, determinasi untuk membentengi ‎rupiah dan mungkin dalam bahasa keseharian kita bisa disebut ‎taringnya BI keluar. Keberanian seperti inilah yang kita butuhkan. Di‎saat menghadapi ekonomi dunia banyak ketidakpastian," tandas dia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya