Pengembangan Bisnis Digital Terhambat Akses Teknologi

Pelaku bisnis digital menghadapi kesulitan akses teknologi yang lebih murah dan efisien.

oleh Septian Deny diperbarui 13 Des 2018, 20:30 WIB
Diterbitkan 13 Des 2018, 20:30 WIB
Tips Aman Simpan Data di Cloud Computing
Foto: www.nostra.ie

Liputan6.com, Jakarta - Pelaku bisnis digital menghadapi kesulitan akses teknologi yang lebih murah dan efisien. Padahal kemudahan mengakses teknologi dinilai dapat menciptakan kesetaraan peluang berusaha dalam bisnis digital.

Salah satu teknologi terbaru yang cukup sulit diakses bagi pelaku usaha adalah cloud computing publik. Layanan komputasi ini dinilai dapat memudahkan pelaku usaha digital untuk ekspansi layanannya ke luar negeri. Padahal, di tengah kurs rupiah yang tertekan, Indonesia membutuhkan lebih banyak ekspor termasuk jasa layanan digital.

Direktur Alfacart.com,‎ ‎Bambang Setyawan Djojo mengatakan, kehadiran cloud computing publik akan membuat semua pebisnis besar atau kecil mempunyai akses yang sama terhadap teknologi untuk mengembangkan usahanya. Terlebih bagi perusahaan dengan modal kecil yang tidak mampu membeli perangkat teknologi informasi (IT) yang mahal.

"Kenapa start-up bisa hidup di tahun-tahun sekarang, karena banyak dipermudah dengan kompleksitas IT. Dulu tidak ada cloud, server harus bikin sendiri, butuh tenaga IT yang berpengalaman sehingga biayanya sangat mahal," ujar dia di Jakarta, Kamis (13/12/2018).‎

Kehadiran cloud computing publik, menurut Bambang, sangat membantu perusahaan menjadi lebih mudah dalam menaikkan (scaling-up)‎ maupun menurunkan scaling-down kebutuhan servernya kapan pun diperlukan.

Sebagai contoh, perusahaan e-commerce seperti Alfacart yang mengalami lonjakan pengunjung website pada Hari Belanja Online Nasional (Harbolnas) 12.12. Untuk mengantisipasi lalu-lintas pengunjung yang lebih padat, perusahaan siap melakukan scale-up secara otomatis. Setelah Harbolnas selesai dan lalu-lintas website kembali normal, Alfacart akan melakukan scale-down.

Kondisi ini akan berbeda jika perusahaan menggunakan server sendiri. Untuk melakukan scale-up, perusahaan harus membeli hardware dan menyewa ahli IT dengan biaya yang mahal. Tapi usai Harbolnas, perusahaan tidak bisa melakukan scale-down dan perangkat yang tersedia tidak terpakai.

"Belum lagi kita harus memikirkan data recovery planning. Kalau server down, bisnis tidak boleh berhenti, harus ada secondary untuk back up. Tapi kalau cloud sudah penuhi standar recovery sampai empat level," kata dia.

Dari sisi keamanan data, cloud computing publik terbaru juga sudah memiliki standar keamanan yang berlaku secara internasional. Ada sertifikasi standar keamanan dari layanan cloud publik yang harus diperhatikan oleh pelaku bisnis.

"Banyak sekali manfaatnya, buat perusahaan start-up sangat membantu. Dalam persaingan global, kalau kita tidak pakai cloud publik kita sama saja bunuh diri karena biayanya jauh lebih besar ketimbang yang menggunakan teknologi terbaru dan lebih efisien," ungkap Bambang.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Sangat Mudah Digunakan

Apa Perbedaan Antara Cloud Computing dan Tradisional IT?
Foto: www.bowesit.com

Sementara itu, CEO dan Founder Halodoc, sebuah aplikasi digital di bidang layanan kesehatan, Jonathan Sudharta mengatakan cloud publik memberikan pilihan yang baik bagi perusahaan-perusahaan di Indonesia dalam mengakses teknologi.

"Kalau kita lihat dari sisi kemudahannya, sangat mudah untuk digunakan. Dari sisi biaya dan kemudahan akses, saya rasa bagus untuk bisnis yang baru memulai," tutur Jonathan.

Dalam hal risiko, jumlah kasus pembobolan data dari perusahaan atau kantor yang mengelola servernya sendiri mencapai ribuan bahkan jutaan. "Sebaliknya faktanya keamanan cloud publik lebih terjamin karena memiliki standar keamanan yang lebih tinggi," tandas dia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya