Liputan6.com, Jakarta - Pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergejolak lantaran penguatan dan pelemahan terjadi dalam waktu singkat pada awal 2019.
PT Bank Central Asia Tbk (BCA) berharap fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS tidak akan terlalu tajam pada 2019. Ini sebab naik turunnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS tersebut dinilai akan merepotkan para pengusaha yang juga merupakan nasabah BCA.
Direktur BCA, Henry Koenaifi mengatakan, selama nilai tukar rupiah tidak mengalami penguatan dan pelemahan yang 'gila-gilaan', pengusaha masih akan aman dan nyaman dalam menjalankan usahanya.
Advertisement
Baca Juga
"Pengusaha itu yang paling penting naik dan turunnya rupiah tidak gila-gilaan. Yang paling penting itu, misalnya dari Rp14.100 lalu turun ke Rp 12.100, terus nanti ada goncangan naik lagi ke Rp 14.000 lagi. Ini melambung banget," kata Henry saat ditemui di Menara BCA Jakarta, seperti ditulis Kamis (10/1/2019).
Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) bergerak fluktuatif pada perdagangan Kamis 10 Januari 2019. Pagi ini, rupiah dibuka di level 14.048 per USD atau melemah dibanding penutupan perdagangan kemarin di 14.125 per USD.
Mengutip data Bloomberg, rupiah kemudian bergerak melemah usai pembukaan. Tercatat, rupiah sempat menyentuh level 14.099, tapi kembali menguat dan saat ini nilai tukar berada di 14.077 per USD.
Reporter: Yayu Agustini Rahayu
Sumber: Merdeka.com
Kata Ekonom
Sebelumnya, Ekonom Centre of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah mengatakan, tren pelambatan di negara-negara maju seperti Amerika Serikat (AS) membawa angin positif bagi pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
"Membaiknya indikator ekonomi kita di tengah melesunya ekonomi negara-negara besar memunculkan sentimen positif investor asing dan mendorong mengalirnya modal ke pasar-pasar keuangan indonesia," ucapnya kepada Liputan6.com, Selasa 8 Januari 2019.
Dia menambahkan, surat utang negara (SUN) bahkan ikut merasakan dampak positif dari membaiknya sejumlah indikator ekonomi di dalam negeri.
"Terlihat di besarnya minat pembeli SUN global yang ditawarkan oleh pemerintah untuk pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2019 serta di lonjakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada minggu pertama tahun 2018," ujar dia.
"Jadi selama sentimen positif ini bisa terus dijaga, bukan tidak mungkin rupiah terus melanjutkan penguatan kembali ke bawah Rp 14.000," ia menambahkan.
Sementara itu, Ekonom Insitute For Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira mengungkapkan, salah satu penyebab fluktuasi nilai tukar rupiah disebabkan efek Pemilu pada April 2019.
"Rupiah memang cukup volatile karena efek Pemilu April ini. Beberapa investor mengincar aset portfolio saham dengan valuasi bagus. Tapi perburuan ini bisa tertahan karena pemilu," ujar dia.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement