Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani optimistis dana repatriasi tax amnesty tidak akan pergi ke luar negeri. Hal tersebut karena kondisi ekonomi dalam negeri seperti pertumbuhan ekonomi dan inflasi cukup memadai untuk berinvestasi.
"Kita lihat sebetulnya, dalam perekonomian indonesia yang masih baik, pertumbuhan tinggi, dan inflasi yang terjaga, dan memberikan expected return untuk investment itu masih relatif baik dibandingkan negara lain. Sebetulnya opsi untuk tetap di sini adalah sangat besar," ujarnya di Kantor Kemenkeu, Jakarta, Selasa (29/1/2019).
Kementerian Keuangan bersama Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan akan terus berkomunikasi untuk melihat bagaimana perkembangan penggunaan dana repatriasi di dalam negeri.
Advertisement
Baca Juga
"Ini yang akan kita terus komunikasikan nanti di dalam konteks sesudah melihat bagaimana perkembangan penggunaan dana repatriasi di dalam instrumen maupun jenis-jenis investasi," jelas Sri Mulyani.
Sri Mulyani menambahkan, Kementerian Keuangan akan mencari upaya lain agar dana repatriasi betah bertahan di dalam negeri.
"Kami bersama OJK dan Pak Gubernur akan melihat apa yang perlu dilakukan. Kami bersama menteri terkait juga akan melihat karena kesempatan untuk investasi di indonesia masih sangat besar dan tingkat pengembalian yang cukup baik," tandasnya.
Reporter: Anggun P. Situmorang
Sumber: Merdeka.com
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Tax Amnesty Jadi Kunci Sukses Penerimaan Negara Capai Target di 2018
Keberhasilan pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) mencapai target penerimaan negara yang dipatok dalam APBN 2018 menuai apresiasi. Dari target penerimaan negara sebesar Rp 1.894,7 triliun dalam APBN 2018, realisasinya menembus Rp 1.896,6 triliun atau 100,1 persen.
Ini diungkapkan Anggota Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun yang membidangi keuangan. Dia menilai sejak Jokowi mengawali pemerintahannya pada 2014 sudah bertekad mewujudkan kemandirian dan kedaulatan ekonomi, termasuk dengan menggenjot penerimaan negara. Legislator Partai Golkar itu menjelaskan, penerimaan negara meliputi sektor pajak, cukai, kepabeanan dan hibah.
BACA JUGA
“Jadi jika sekarang penerimaan negara melebihi 100 persen dari yang dipatok dalam APBN 2018, itu adalah buah dari upaya Pak Jokowi membangun kemandirian dan kedaulatan ekonomi. Ini adalah prestasi yang sangat membanggakan di sektor penerimaan negara,” ujar dia, Rabu (2/1/2019).
Mantan pegawai negeri sipil (PNS) di Direktorat Jenderal Pajak itu mengungkapkan upaya yang dilakukan pemerintah untuk mencapai penerimaan negara, antara lain dengan menuntaskan Undang-undang (UU) Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak atau tax amnesty.
Pemerintah, juga mereformasi perpajakan dalam rangka meningkatkan tax ratio. Selain itu, pemerintah bersama DPR juga merevisi Undang-undang (UU) Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
“Presiden Jokowi di awal pemerintahannya merencanakan dua program besar untuk meningkatkan penerimaan negara. Yaitu program tax amnesty untuk melakukan reformasi di sektor pajak dalam rangka menaikkan tax ratio dan merombak UU Penerimaan Negara Bukan Pajak,” tutur Misbakhun.
Juru Bicara Tim Kampanye Nasional Joko Widodo - KH Ma’ruf Amin (TKN Jokowi - Ma’ruf) itu menegaskan, program tax amnesty terbukti sukses. Program yang berakhir pada 31 Maret 2017 tersebut mencatat deklarasi harta para wajib pajak dengan total Rp 4.855 triliun.
Merujuk Surat Pernyataan Harta (SPH) yang dideklarasikan para wajib pajak, ada Rp 3.676 triliun di dalam negeri dan Rp 1.031 triliun di luar negeri yang dilaporkan ke pemerintah. Sedangkan hasil penarikan dana dari luar negeri (repatriasi) mencapai Rp 147 triliun.
“Tax amnesty di Indonesia berjalan sangat sukses, bahkan menjadi salah satu cerita keberhasilan program pengampunan pajak di dunia. Tax base (basis pajak) Indonesia juga mengalami perbaikan,” tutur Misbakhun.
Namun dia tetap mendorong pemerintah melakukan reformasi pajak berkelanjutan melalui perubahan tarif yang lebih kompetitif di kawasan regional. Dengan demikian Indonesia makin menarik bagi investor sehingga penanaman modal asing (PMA) terus mengalir.
Misbakhun juga mengingatkan pemerintah agar dalam melakukan reformasi perpajakan memperhatikan ekonomi digital. “Digitalisasi ekonomi menggeser ekonomi konvensional, sehingga aturan pajak bisa lebih ter-update,” ulasnya.
Terkait PNBP, kata Misbakhun, UU yang baru hasil revisi memungkinkan peningkatan penerimaan negara dari pajak sumber daya alam, pelayanan publik dan pengelolaan kekayaan.
“Sehingga sumber daya alam Indonesia bisa digunakan sepenuhnya untuk pembiayaan pembangunan nasional dalam mewujudkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat,” pungkasnya.
Advertisement