Liputan6.com, Jakarta Kepala Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) Triawan Munaf menargetkan ekonomi kreatif menyumbang Rp 1.200 triliun ke pendapatan negara pada tahun ini. Angka tersebut meningkat jika dibandingkan pencapaian tahun lalu sebesar Rp 1.105 triliun.
"Tahun ini bisa mencapai Rp 1.200 triliun dengan kita melaksanakan kegiatan ini (pemberian fasilitas Hak Kekayaan Intelektual)," ujar Triawan di Jakarta, Senin (8/4/2019).
Triawan mengatakan, pihaknya terus mengkampanyekan agar semakin banyak pelaku ekonomi kreatif mau mendaftarkan kepemilikan Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) unit usahanya.
Advertisement
Selain itu, Bekraf juga gencar melakukan promosi produk ekonomi kreatif ke seluruh Indonesia.
"Dari semua kedeputian membentuk ekosistem mempercepat HAKI kita lindungi, terus pemasaran, pameran-pameran kami gelar. Bekraf luar biasa kegiatannya. Lalu, infrastruktur ekonomi kreatif, juga hubungan kita dengan daerah, juga dengan akademisi terus kami gencarkan," jelas dia.
Sementara itu dari sektor perfilman, Bekraf juga menargetkan industri film negari semakin diminati oleh masyarakat. Bekraf menargetkan mampu mengajak 60 juta penonton menikmati film tahun ini.
"Jadi gerakan ini semua mempercepat kontribusi dari ekonomi kreatif pada keseluruhan ekonomi Indonesia. Terasa sekali. Misal film saja dari 16 juta penonton film, sekarang 50 juta penonton film nasional. Tahun ini kami targetkan 60 juta penonton dari 16 juta sebelum ada badan ekonomi kreatif. Peningkatannya sudah ratusan persen," tandas Triawan.
Reporter: Anggun P Situmorang
Sumber: Merdeka.com
Bekraf Usul Sertifikat Hak Kekayaan Intelektual Jadi Jaminan Pembiayaan
Kepala Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf), Triawan Munaf mengatakan, pemerintah tengah mendorong sertifikat Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) dapat menjadi jaminan pembiayaan.
Nantinya sama seperti sertifikat tanah, sertifikat HAKI dapat diagunkan ke bank untuk memperoleh pembiayaan dalam mengembangkan usaha.Â
"Bekraf mengusulkan ketentuan mengenai skema pembiayaan HAKIÂ dalam rancangan undang-undang yang memungkinkan HAKI digunakan sebagai instrumen jaminan untuk mengakses keuangan dan lembaga keuangan," ujar dia di JS Luwansa, Jakarta, Senin (8/4/2019).
"Sehingga meski nantinya pelaku ekonomi kreatif tidak memiliki aset fisik yang memadai, tapi memiliki HAKI tetap mengakses pembiayaan untuk mengembangkan usahanya. Dengan menjadikan HAKI sebagai jaminannya," ia menambahkan.
Baca Juga
Bekraf melalui Deputi Fasilitas HAKI dan regulasi bersama DPR hingga kini terus membenahi segala regulasi yang diperlukan agar rencana ini dapat berjalan.
Selain itu, Bekraf juga mengedukasi masyarakat mengenai pentingnya kepemilikan HAKI atas usaha kreatif yang dikelola.
"Kami telah melakukan berbagai upaya masif mendorong kesadaran pelaku ekonomi kreatif di Indonesia tentang pentingnya perlindungan HAKI. Hal ini kami lakukan dengan berbagai bentuk kegiatan seperti sosialisasi, konsultasi dan fasilitasi pendaftaran HAKI yang dilaksanakan di berbagai kota," ujar Triawan.Â
Â
Reporter: Anggun P.Situmorang
Sumber: Merdeka.com
Â
Advertisement
Dua Pokok Pembahasan
Sementara itu, Deputi bidang Fasilitasi Hak Kekayaan Intelektual dan Regulasi Bekraf, Ari Juliano Gema mengatakan, pembahasan sertifikat HAKI menjadi jaminan pembiayaan masih digodok bersama DPR.
Setidaknya ada dua yang menjadi pokok pembahasan yaitu payung hukum dan penyiapan profesi penilai HAKI.Â
"Jadi selama ini kita cuma punya profesi penilai aset fisik, sehingga nantinya sertifikat HAKI bisa dievaluasi sebagaimana hal-nya aset fisik. Itu yang sedang kita upayakan dan regulasi pendukungnya seperti perbankan juga perlu kita benahi karena di bawah OJK untuk mendukung skema pembiayaan berbasis HAKI," tutur dia.
Ari menargetkan, payung hukum dan penyediaan profesi penilai HAKI dapat rampung pada 2019. Sehingga tahun depan pelaku ekonomi kreatif yang telah memiliki sertifikat HAKI dapat mendapat pembiayaan dari perbankan.Â
"Mudah-mudahan tahun ini pembahasan sertifikat Hak Kekayaan Intelektual jadi jaminan pembiayaan selesai. (Target) tahun depan bisa diimplementasikan dan diujicobakan. Karena ini biasanya butuh waktu. Malaysia dan Singapura saja butuh lima tahun untuk bisa menerapkan ini," tandasnya.Â
Â