Buwas: Ada Menteri yang Belum Restui Bulog Impor Bawang Putih

Bulog belum bisa mengimpor 100.000 ton bawang putih untuk memenuhi kebutuhan menjelang Ramadan.

oleh Liputan6.com diperbarui 28 Apr 2019, 18:10 WIB
Diterbitkan 28 Apr 2019, 18:10 WIB
PBNU dan Bulog Luncurkan Rumah Pangan Santri
Budi Waseso memberi sambutan saat peluncuran Rumah Pangan Santri, Jakarta, Rabu (3/10). Dibuatnya Rumah Pangan Santri bertujuan membantu pemerintah dalam menjamin ketersediaan pangan dan mengembangkan ekonomi pesantren. (Merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta - Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (Bulog) belum bisa mengimpor 100.000 ton bawang putih untuk memenuhi kebutuhan menjelang Ramadan. Direktur Utama Bulog Budi Waseso mengungkapkan pelaksanaan impor tertunda karena belum mendapatkan restu dari seorang menteri.

Budi Waseso menjelaskan, sebenarnya Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian sudah memutuskan untuk menugaskan Perum Bulog mengimpor 100.000 ton bawang putih karena kebutuhan pasokan di pasaran.

Menurut Budi Waseso, semua harga komoditas pangan menjelang Bulan Ramadan, sudah stabil karena stok dan pasokan melimpah, seperti beras. Namun terdapat satu komoditas pangan yang harganya masih fluktuatif dan pasokannya memang terhambat, yakni bawang putih.

"Bulog diperintahkan menyediakan stok bawang putih dan itu sudah diputuskan di Rapat Koordinasi dipimpin Menko Perekonomian, tetapi ada salah satu menteri yang cara berpikirnya berbeda," ungkapnya seperti dikutip dari Antara, Minggu (28/4/2019).

Buwas, sapaan akrab Budi Waseso mengatakan akhirnya keputusan untuk impor bawang putih hingga hari ini belum bisa dilaksanakan. Hal itu juga, kata dia, yang membuat harga bawang putih di pasaran melejit pasalnya permintaan membludak sedangkan pasokan tidak memadai.

"Perintah kan sudah ada tetapi dibatalkan sepihak ya tanya yang membatalkan," ujar dia tanpa menyebut identitas menteri tersebut.

Harga bawang putih di pasaran saat ini sudah mencapai Rp 60.000 per kilogram (Kg). Padahal, ujar Buwas, normalnya hanya Rp25.000 per Kg.

"Saya tidak tahu karena apa bisa batal. Sampai hari ini kasihan kan masyarakat, akibatnya jadi seperti itu. Sekarang ancamannya harga bawang putih meningkat dan itu yang memicu inflasi karena kebutuhan bawang putih," jelasnya.

Jika izin tersebut terbit segera diterbitkan, Buwas berjanji akan segera mengeksekusinya. Dia juga akan menjual dengan harga standar dan tidak mencari keuntungan lebih karena ini adalah penugasan bukan tujuan komersial.

"Kita kan untuk penugasan sehingga masyarakat mendapatkan harga dan kualitas baik bawang putih dengan harga murah," tandasnya. 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Indonesia Memang Harus Impor Bawang Putih

Ilustrasi Bawang Putih
Bawang putih. (iStockphoto)

Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (Gapmmi), Adhi S Lukman turut menanggapi harga bawang putih yang melonjak di pasaran.

"Bawang putih itu mau enggak mau harus impor, 90 persen ini impor. Pemerintah akan panggil dan sinkronkan, kalau stok ada dalam negeri itu akan kami pakai dulu. Ini kami harapkan cepat, kalau tidak nanti akan ada kekurangan," kata dia, di sela-sela acara Indonesia Industrial Summit 2019 di ICE, BSD, Tangerang Selatan, Banten, Selasa (16/4/2019).

Dia pun mengatakan telah menyampaikan secara pribadi kepada Menteri Perdagangan, Enggartiasto Lukita terkait persoalan di bawang putih.

"Saya juga sudah sampaikan secara personal juga kepada Mendag, 'Pak ini ada masalah'. Kata Pak Mendag, 'Oh iya saya sudah tahu dan diantisipasi setelah pemilu'," ungkap Adhi.

Adhi menambahkan, dirinya tidak setuju apabila pemerintah menugaskan Badan Urusan Logistik (Bulog) untuk mengimpor bawang putih sebanyak 100 ribu ton sementara tidak diwajibkan menanam 5 persen dari kuota impor bawang putih yang diberikan pemerintah.

Seperti diketahui, Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 38 Tahun 2017 tentang rekomendasi impor produk hortikultura (RIPH) di mana para importir diwajibkan ketentuan tanam sebesar lima persen dari kuota impor yang ditentukan pemerintah.

"Kalau swasta diwajibkan menanam, tapi Bulog tidak, kan level of playing field-nya nggak sama. Saya kira Bulog ini fungsinya sebagai buffer dan penyeimbang, jangan ikut bermain," jelas dia.

"Biarkan dunia usaha yang bermain, karena sekarang ini sudah bukan zamannya dikuasai oleh negara. Apalagi komoditas ini bukan bahan pokok," tutup Adhi.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya