Modal Indonesia Jadi Kiblat Fesyen Muslim Dunia

Kemenperin terus berupaya mewujudkan Indonesia menjadi salah satu pusat fesyen muslim dunia.

oleh Liputan6.com diperbarui 01 Mei 2019, 20:30 WIB
Diterbitkan 01 Mei 2019, 20:30 WIB
3 Menteri Jokowi Umumkan Paket Kebijakan Ekonomi XVI
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto saat meluncurkan Paket Kebijakan Ekomomi XVI di Kantor Presiden, Jakarta, Jumat (16/11). Peluncuran ini juga dihadiri Menko Perekonomian Darmin Nasution dan Menkeu Sri Mulyani. (Liputan6.com/AnggaYuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus berupaya mewujudkan Indonesia menjadi salah satu pusat fesyen muslim dunia. Kemenperin akan mewujudkan, sekaligus mendeklarasikannya pada 2020.

Menteri Perindustrian, Airlangga Hartarto menegaskan, Indonesia memiliki sejumlah keunggulan di sektor industri fesyen muslim. Keunggulan-keunggulan tersebut bakal mendukung Indonesia manjadi kiblat fesyen muslim dunia.

"Pertama Indonesia punya domestic market yang besar. Dengan itu kita dapat economic of skill menjadi tempat untuk mengembangkan fesyen muslim," kata dia, saat ditemui, di JCC, Jakarta, Rabu (1/5/2019).

"Tentu kelebihannya kita ekspor. Dengan ekspor yang bisa ditingkatkan Indonesia bisa jadi rujukan menjadi pusat fashion," lanjut dia.

Selain itu, kata dia, industri fesyen Indonesia cukup lengkap baik dari segi bahan baku. "Kalau kita lihat, fesyen itu kita mempunyai kelengkapan dari segi bahan bakunya, textile, clothing, footwear. Plus kita juga punya desainer," ungkapnya.

Saat ini, Pemerintah terus berupaya mendorong tumbuh kembang lembaga-lembaga pendidikan yang khusus mengajarkan fesyen. Hal ini tentu menjadi modal Indonesia untuk menjadi kiblat fesyen muslim dunia.

"Kita punya sekolah-sekolah yang khusus bergerak di bidang fesyen. Kemudian punya semacam politeknik yang bergerak di bidang fesyen," tutur dia.

"Jadi potensi ada pasar ada makanya Pemerintah dorong ini untuk menjadi kiblat dari muslim fesyen," ia menambahkan.

 

Reporter: Wilfridus Setu Embu

Sumber: Merdeka.com

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

Target Pertumbuhan Industri Fesyen Muslim

Parade Busana Muslim Meriahkan Pembukaan Muffest 2018
Model berjalan mengenakan busana muslim saat pembukaan Muffest 2018, Jakarta, Kamis (19/4). Selain fashion show, Muffest menyajikan pameran 200 merek fashion muslim yang berlangsung mulai 19 April hingga 22 April 2018. (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Sebelumnya, Direktur Jenderal Industri Kecil Menengah dan Aneka (IKMA) Kementerian perindustrian, Gati Wibawaningsih mengatakan, pihaknya menargetkan pertumbuhan industri fesyen muslim di atas 18 persen pada 2019.

"18 persen itu pertumbuhan satu tahun. Dari 2017 ke 2018 itu pertumbuhan 16 persen. Dari 2018 ke 2019, target kita itu di atas 18 persen," kata dia saat ditemui, di JCC, Jakarta, Rabu, 1 Mei 2019.

"Kita memang tidak menargetkan banyak-banyak, karena melihat angka pertumbuhan ekonomi dunia juga. Jadi kita menyesuaikan," lanjut Gati.

Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah, kata dia, yakni dengan mendukung kegiatan-kegiatan yang dapat mendekatkan pasar ke produk fesyen muslim Indonesia. 

"Untuk dorong apa yang dilakukan. Yang pertama adalah mendekatkan pasar ya. Makanya kita dukung acara seperti ini (pameran fesyen muslim). Kita dekatkan pasar. Kita lihat pasar seperti apa. Kalau pasar banyak, industri dengan sendirinya tumbuh. Karena dari segi kapasitas produksi kita cukup untuk suplai pasar dalam negeri," imbuhnya.

Dia pun mengatakan, kiprah produk fesyen muslim Indonesia di pasar dunia sudah diakui. Indonesia bahkan sudah punya beberapa negara yang menjadi pemakai produk fesyen muslim asal Indonesia.

"Kita tidak menyangka Amerika itu target ekspor yang paling bagus. Komunitas muslim di Amerika itu daya beli tentu lebih tinggi. Paris juga, London juga. Negara Timur Tengah yang tujuan ekspor itu Kuwait, Uni Emirat Arab, kemudian, London juga bagus. Bahkan Jepang juga ada," jelas dia.

Gati menambahkan, industri fesyen muslim Indonesia sebagian besar masih didominasi oleh industri kecil dan menengah alias IKM.

"Kalau namanya fesyen muslim itu dia nggak industri besar, kecuali kalau dia bikin jilbab baju olahraga itu industri besar. Tapi kalau baju ya enggak besar-besar bisa dari rumahan juga. Karena para desainer nanti dijahit di para IKM. Ada juga yang punya sendiri pekerja, beberapa, dan itu masih dikategorikan IKM," tandasnya.

 

Bahan Baku Impor Jadi Acuan

Deretan Busana Hijab Menawan Hiasi Muslim Fashion Festival 2018
Model mengenakan busana rancangan desainer Iffah M Dewi saat tampil dalam Muslim Fashion Festival 2018 di Jakarta, Jumat (20/4). Iffah M Dewi menampilkan rancanganya dengan tema 'Rejodani'. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

National Chairman IFC Indonesia Fashion Chairman, Ali Charisma mengungkapkan, kehadiran bahan baku impor di sektor industri fesyen tak selalu berarti buruk. Kehadiran produk impor juga memiliki dampak positif bagi perkembangan industri tekstil dalam negeri.

"Dengan adanya produk luar, standarnya sudah ketahuan. Kita ini cari yang paling terkini, yang produk lokal harus lebih baik dari itu secara kualitas maupun harganya," kata dia, saat ditemui, di JCC, Jakarta, Rabu, 1 Mei 2019.

Dengan demikian, kata dia, kehadiran produk impor dapat menjadi inspirasi bagi para pelaku industri tekstil untuk meningkatkan kualitas produknya. Dengan demikian kinerja industri tekstil dapat lebih moncer.

"Ada positif dan negatifnya. Sebenarnya kondisi tekstil Indonesia lagi agak lesu secara desain atau secara bisnis. Jadi produk impor ini bisa jadi acuan. Sekarang berkembang, tekstilnya ingin bangkit lagi," ungkapnya.

Sementara itu, Direktur Jenderal Industri Kecil Menengah dan Aneka (IKMA) Kementerian perindustrian, Gati Wibawaningsih mengatakan, kehadiran bahan baku impor pada dasarnya membantu para desainer untuk mendapatkan bahan yang belum bisa diperoleh di dalam negeri.

"Desainer kreativitasnya tinggi. Dia ingin bikin sesuatu yang bagus. Nah untuk desain dari kain sendiri kadang di dalam negeri tidak ada. Kemudian yang jadi masalah dalam negeri kalau mau beli sedikit itu agak susah. Kalau impor itu lebih gampang," kata dia.

Sedangkan Menteri Perindustrian, Airlangga Hartarto, mengatakan salah satu upaya pemerintah untuk menekan impor bahan baku dan bahan penolong yakni dengan mendorong investasi.

"Tentu kalau namanya impor untuk Industri, namanya bahan baku dan bahan penolong. Nah ke depan tentu yang kita kejar adalah ekspor kita genjot," ujar Airlangga.

"Nanti bahan bakunya kita kurangi impor. Mengurangi impor dengan investasi lagi. Makanya kita dorong subtitusi impor orientasi ekspor. Jadi itu adalah kebijakan nasional untuk mendorong industri," tandasnya.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya