Liputan6.com, Jakarta - Menteri Perhubungan (Menhub), Budi Karya Sumadi meminta, agar seluruh maskapai bertarif rendah atau low cost carrier (LCC) untuk menurunkan tarif batas atas tiket pesawat sebesar 50 persen dari tarif batas atas yang ditentukan.
Permintaan ini pun sebagai tindak lanjut dari masih tingginya harga tiket pesawat ditingkat masyarakat.
"Kami sampaikan bahwa kami ingin imbau kepada maskapai LCC sesuaikan tarif dan paling tidak memberikan ruang tarif harganya 50 persen dari batas atas (yang ditetapkan) sehingga masyarakat dapat tarif terjangkau," kata Budi saat konferensi pers di Kementerian Koordinator Perekonomian, Senin (13/5/2019).
Advertisement
Baca Juga
Budi mengatakan, pihaknya akan terus bekerja keras untuk mensosialisasikan terkait dengan penurunan tarif batas atas ini. Jadi kondisi tarif tiket pesawat pada penerbangan domestik dapat kembali normal.
"Untuk semua ini kami akan lakukan sosialisasi kepada stakeholder agar dua hari bisa selesai setelah ditandatangani dan efektif," kata dia.
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
Tarif Batas Atas Tiket Pesawat Turun 16 Persen
Sebelumnya, Pemerintah menetapkan tarif batas atas tiket pesawat turun antara 12 persen-16 persen.
Penurunan sebesar 12 persen ini akan dilakukan pada rute-rute gemuk seperti rute-rute di daerah Jawa. Sedangkan penurunan lainnya dilakukan pada rute-rute seperti rute penerbangan ke Jayapura.
Keputusan penurunan tarif batas atas akan berlaku efektif sejak ditandatanganinya Peraturan Menteri Perhubungan dengan target 15 Mei 2019.
"Hal ini dilakukan pemerintah, bukan hanya memerhatikan pihak maskapai, tetapi juga konsumen sebagai masyarakat," ujar Menteri Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution di Kantornya, Jakarta, Senin, 13 Mei 2019.
Darmin menjelaskan, pemerintah mencatat adanya kenaikan tarif pesawat penumpang udara oleh para perusahaan maskapai penerbangan dalam negeri sejak akhir Desember 2018 dan tarif ini tidak kunjung turun setelah 10 Januari 2019.
"Dampak dari kejadian ini dirasakan oleh masyarakat terutama saat menjelang musim lebaran dan teridentifikasi merupakan isu yang berskala nasional," ujar Darmin.
Advertisement
Kenaikan Tiket Pesawat Hambat Pertumbuhan Ekonomi
Sebelumnya, pertumbuhan ekonomi pada kuartal I 2019 berada di angka 5,07 persen. Walau ada peningkatan secara yoy dari kuartal I 2018, namun angka ini belum cukup untuk menopang target pertumbuhan ekonomi sebesar 5,3 persen pada 2019 yang digagas pemerintah.
Beberapa faktor yang diduga awalnya dapat mendorong pertumbuhan ekonomi, ternyata tidak begitu signifikan perannya dalam capaian pertumbuhan tersebut.
Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Assyifa Szami Ilman menyampaikan, salah satu faktor yang berperan besar dalam melambatnya pertumbuhan ekonomi itu adalah adanya kenaikan harga tiket pesawat. Kenaikan harga tiket pesawat yang cukup tinggi ini perlu diatasi.
Sektor transportasi udara berperan tidak hanya untuk mendorong mobilitas manusia antar daerah di negara kepulauan, namun yang juga sama pentingnya adalah perannya terhadap sektor pariwisata di Indonesia.
Bukan merupakan rahasia lagi bahwa apabila sektor pariwisata tumbuh, maka tingkat konsumsi di daerah tersebut juga akan kuat.
Beberapa daerah di Indonesia yang bergantung besar terhadap sektor pariwisata pun juga terkena dampak dari kenaikan harga tiket pesawat akhir-akhir ini. Hal ini, lanjutnya, pada akhirnya akan memengaruhi pertumbuhan ekonomi di daerah tersebut.
"Pertumbuhan PDRB di Bali dan Nusa Tenggara saja, yang notabene menjadi tempat pariwisata utama, itu memiliki tingkat pertumbuhan sebesar 4,64 persen atau masih di bawah capaian nasional. Kenaikan tiket pesawat tentunya memiliki hubungan terhadap performa sektor pariwisata," kata dia dikutip dari keterangan tertulis, Senin, 13 Mei 2019.
"Arus mudik yang akan mendatang juga pasti akan dipengaruhi dengan harga tiket pesawatyang berlaku. Sehingga penting bagi pemerintah untuk terus memperbaiki struktur pasar dan struktur harga di sektor transportasi udara tersebut,” tutur dia.
Ilman melanjutkan, anggaran Rp 25 triliun untuk pemilu belum mampu mendorong pertumbuhan ekonomi sesuai yang diharapkan. Padahal, pemilu awalnya diharapkan dapat mendorong sektor konsumsi karena sektor investasi bisa dikatakan belum cukup berani bertindak untuk investasi karena menunggu hasil pemilu.
Capaian pertumbuhan yang sudah ada saat ini juga kembali membutuhkan diskusi lebih lanjut, karena faktor pendorong konsumsi yang tersisa sepanjang tahun ini bisa dikatakan hanyalah Ramadan dan Lebaran, dan mungkin juga Natal dan Tahun Baru.
“Kedua momentum ini bisa dirasa belum cukup untuk menjaga pertumbuhan perekonomian di kuartal-kuartal selanjutnya di mana pertumbuhan ekonomi di periode tersebut harus mencapai rata-rata 5,4 persen. Sehingga, perlu cara lain untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Salah satu cara untuk mendorong konsumsi adalah dengan menghilangkan barrier atau hambatan yang dihadapi oleh sektor konsumsi untuk bisa tumbuh,” kata dia.