3 Modal Indonesia untuk Tarik Investasi Asing di Tengah Tekanan Global

Indonesia menjadi negara dengan peningkatan peringkat daya saing tertinggi di kawasan Asia Pasifik.

oleh Liputan6.com diperbarui 06 Jun 2019, 13:30 WIB
Diterbitkan 06 Jun 2019, 13:30 WIB
(Foto: Merdeka.com/Wilfridus S)
Menperin Airlangga Hartarto (Foto: Merdeka.com/Wilfridus S)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan bahwa Indonesia tetap akan menjadi tujuan investasi. Hal ini didukung sejumlah faktor, salah satunya naiknya peringkat daya saing.

Indonesia menjadi negara dengan peningkatan peringkat daya saing tertinggi di kawasan Asia Pasifik. Peringkat Indonesia naik 11 poin dari sebelumnya di posisi 43 pada 2018 menjadi 32 pada tahun ini.

"Kemarin kita punya daya saing juga meningkat luar biasa. Jadi langkah-langkah pemerintah ini sudah direspons pasar dengan positif," kata dia seperti ditulis Kamis (6/6/2019).

Selain itu peringkat kredit utang jangka panjang Indonesia atau sovereign credit rating Indonesia dari BBB- menjadi BB oleh lembaga pemeringkat internasional Standard and Poor's/S&P global rating diyakini turut mendongkrak kepercayaan investor terhadap Indonesia sehingga mau berinvestasi atau menanamkan modalnya.

"Apalagi kemarin kredit ratingnya juga improve. Ini kan bukan ujug-ujug, tetapi sesuatu yang kita design dalam kebijakan publik. Nah pasca-pemilu ini kita harapkan investasi bisa meningkat," ujar dia.

Data Purchasing Managers Index (PMI) manufaktur Indonesia yang dirilis oleh Nikkei pun terus menunjukkan peningkatan. Data PMI manufaktur Indonesia pada Mei tahun ini sebesar 51,6, atau naik dibanding bulan sebelumnya yang ada di posisi 50,4.

"Kan saya sudah bilang PMI itu hanya jelek di bulan Januari dan itu setiap tahun. Berikutnya pasti akan naik. Tentu PMI ini berarti market confidence terhadap industri itu tinggi," ujarnya.

"Kemarin di Nikkei saya sampaikan stabilitas politik Indonesia itu penting. Karena Jepang itu salah satu investor strategis yang di Indonesia dan mereka juga mencari 'safe heaven' untuk investasi. 'Safe heaven' untuk investasi salah satunya Indonesia," imbuhnya.

Faktor-faktor ini, kata Airlangga akan menjadi modal Indonesia dalam menarik investasi meskipun di tengah tekanan ekonomi global.

"Kita punya momentum. Eksternal banyak sehingga mereka melihat beberapa kan kawasan industri sudah naik. Kelihatan baik itu di Jawa Barat dan Jawa Timur," tandasnya.

Reporter: Wilfridus Setu Embu

Sumber: Merdeka.com

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

S&P Dongkrak Peringkat Utang Indonesia Jadi BBB

BI Prediksi Ekonomi RI Tumbuh 5,4 Persen di 2019
Pemandangan gedung bertingkat di kawasan Bundaran HI, Jakarta, Kamis (14/3). Bank Indonesia (BI) memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2019 akan berada di kisaran 5-5,4 persen. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, lembaga pemeringkat internasional Standard and Poor's/ S&P global rating menaikkan peringkat kredit utang jangka panjang Indonesia atau sovereign credit rating Indonesia dari BBB- menjadi BBB dengan outlook atau prospek stabil pada Jumat (31/5/2019).

Selain itu, S&P juga menaikkan peringkat utang Indonesia jangka pendek menjadi A-2 dari A-3.

Dalam keterangan tertulis yang dikutip Jumat pekan ini, kenaikan peringkat tersebut mencerminkan prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia yang kuat dan dinamika kebijakan yang mendukung. Hal ini diharapkan berlanjut seiring terpilihnya kembali Presiden Joko Widodo (Jokowi).

"Peringkat pada Indonesia terus didukung oleh utang pemerintah yang relatif rendah dan kinerja fiskal yang moderat,” tulis S&P Global Rating. 

Faktor-faktor ini menyeimbangkan kelemahan terkait ekonomi Indonesia dengan masyarakat penghasilan menengah ke bawah dan capital adequacy ratio (CAR) yang moderat.

Selain itu, S&P menilai ekonomi Indonesia tumbuh lebih cepat dari negara-negara lainnya yang memiliki tingkat pendapatan yang sama.

Ini mencerminkan pembuatan kebijakan pemerintah telah efektif dalam menerapkan dan mempromosikan keuangan publik yang berkelanjutan dan pertumbuhan ekonomi yang seimbang.

Pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) per kapita riil di Indonesia sebesar 4,1 persen, menurut S&P merupakan hal yang baik, berdasarkan rata-rata 10 tahun. Ini dibandingkan dengan rata-rata 2,2 persen di seluruh negara di tingkat global dengan tingkat pendapatan yang sama. Pencapaian pertumbuhan ekonomi ini di tengah lingkungan eksternal yang menantang selama beberapa tahun terakhir.

Selain itu, hasil pengumuman resmi menunjukkan kalau pemilihan umum (Pemilu) Indonesia baru-baru ini telah memberikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) mandat baru. Meski pun calon presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto juga terus membantah hasilnya.

Ini dengan Prabowo Subianto mengajukan pengaduan ke Mahkamah Konstitusi yang mungkin memerlukan peninjauan resmi atas hasilnya selama beberapa bulan mendatang.

Meski pun perselisihan dan sempat ada kericuhan menambah ketidakpastian di lingkungan politik Indonesia dalam waktu dekat, tapi diharapkan tidak berdampak terhadap kebijakan jangka panjang dan prospek ekonomi.

Lembaga politik di Indonesia juga umumnya stabil dan bebas dari tantangan terhadap legitimasinya.

Sementara itu, pemerintahan Joko Widodo menerapkan langkah-langkah kebijakan mendukung daya beli dan konsumsi jelang pemilihan umum hanya bersifat sementara. Diharapkan ada momentum reformasi seiring ada pemerintahan baru.

Adapun prospek yang stabil mencerminkan pandangan S&P mengenai lingkungan kebijakan yang konstruktif di Indonesia sehingga akan mendukung prospek pertumbuhannya di tahun-tahun mendatang, dan meningkatkan profil kredit yang lebih luas dari pemerintah.

 

Peringkat Jangka Panjang

BI Prediksi Ekonomi RI Tumbuh 5,4 Persen di 2019
Pemandangan gedung bertingkat di kawasan Bundaran HI, Jakarta, Kamis (14/3). Kondisi ekonomi Indonesia dinilai relatif baik dari negara-negara besar lain di Asean. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

S&P dapat menaikkan peringkat jangka panjang jika pengaturan fiskal membaik sehingga defisit pemerintah secara umum dan perubahan terkait utang bersih turun jauh di bawah 1 persen dari produk domestik bruto (PDB) selama dua tahun ke depan.

"Sebaliknya, kami dalam menurunkan peringkat jika pertumbuhan ekonomi global melambat secara substansial selama dua tahun ke depan,” tulis S&P.

Indikasi tekanan pada peringkat itu adalah uang pemerintah dan defisit anggaran masing-masing melebihi 30 persen dan tiga persen dari produk domestik bruto (PDB) secara berkelanjutan, atau biaya bunga yang lebihi 10 persen dari pendapatan pemerintah.

Indikasi pelemahan pengaturan eksternal Indonesia adalah likuiditas secara konsisten melebihi 100 persen. Kemunduran seperti itu dapat terjadi jika kondisi perdagangan Indonesia terus memburuk tanpa kompresi volume impor bersamaan dan pertumbuhan ekspor riil secara material di bawah harapan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya