Sri Mulyani Harap Perang Dagang Tak Pengaruhi Industri Perbankan

Menkeu, Sri Mulyani menuturkan, ketidakpastian perang dagang antara AS-China juga telah menciptakan fluktuasi pada harga komoditas dalam negeri.

oleh Bawono Yadika diperbarui 11 Jun 2019, 20:10 WIB
Diterbitkan 11 Jun 2019, 20:10 WIB
Sri Mulyani pada rangkaian Pertemuan Tahunan IMF-Bank Dunia 2018 di Bali
Sri Mulyani pada rangkaian Pertemuan Tahunan IMF-Bank Dunia 2018 di Bali. Dok: am2018bali.go.id

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan, Sri Mulyani berharap tingginya eskalasi perang dagang antara Amerika Serikat (AS)-China tidak berdampak dalam pada industri perbankan Indonesia. 

Seperti diketahui, pertumbuhan ekspor global tercatat turun imbas ketidakpastian perang dagang antara dua negara besar tersebut. 

Dia pun mengungkapkan, ketidakpastian perang dagang antara AS-China juga telah menciptakan fluktuasi pada harga komoditas dalam negeri.

"Kalau kita lihat kredit perbankan seperti yang disampaikan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), masih sangat positif terutama untuk kredit investasi, modal kerja," terangnya di Ruang Rapat Banggar DPR RI, Selasa (11/6/2019).

Sri Mulyani melanjutkan, momentum positif dari industri perbankan ini diharapkan dapat berjalan serupa hingga semester II 2019 ini. 

"Tentu pertumbuhan ekonomi keseluruhan harus tetap terjaga supaya optimisme pelaku usaha tetap positif. Itu supaya mereka juga bisa meningkatkan pendapatan usahanya," ujarnya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

Menkeu: RI Waspadai Risiko Ekonomi Global yang Semakin Nyata

Melebihi Target, Pertemuan IMF-Bank Dunia Diikuti 34 Ribu Peserta
Menkeu Sri Mulyani (kiri) dan Menkominfo Rudiantara saat memberi keterangan terkait pertemuan tahunan IMF-Bank Dunia di Bali, Senin (8/10). Hingga hari ini jumlah peserta yang mendaftar sudah mencapai 34 ribu orang. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyatakan Indonesia harus semakin mewaspadai gejolak ekonomi global. Hal ini akibat adanya perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China yang tak kunjung usai.

Dalam pertemuan antar menteri keuangan negara-negara G20 di Fukuoka, Jepang, Sabtu kemarin, Sri Mulyani menyatakan jika ketegangan antar negara anggota G20 masih terasa, khususnya antara AS dan China.

‎"Kemarin pertemuan G20 di Fukuoka Jepang, harapannya dengan pertemuan ini sebelum pertemuan tingkat leaders di Osaka pada akhir bulan ini diharapkan akan ada jembatan antara Amerika, China dan negara-negara lain. Tapi kalau kita lihat suasananya memang masih terasa bahwa posisi belum berubah. Dalam artian ketegangan internasional dari sisi retorika maupun action-nya masih sama. Bahkan ada kecenderungan lebih bold," ujar dia di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Selasa, 11 Juni 2019.

Menurut Sri Mulyani, selama ini China ingin agar masalah perang dagang ini dilakukan secara multilateral sesuai dengan kerangka yang telah ada. Namun, AS lebih berharap masalah tersebut diselesaikan secara bilateral.

‎"Kemudian harapan-harapan di antara kedua belah pihak untuk saling adanya temuan dari sisi pemikiran policy-nya masih cukup jauh. China masih menganggap mereka melakukan apa yang telah diminta selama ini, tetapi dari AS menganggap itu belum cukup. Sehingga kita melihat dalam keseluruhan G20 ini risiko global itu terealisir (nyata)," ungkap dia.

Akibat ketegangan yang terjadi ini, lanjut Sri Mulyani, pertumbuhan ekonomi global di tahun ini diperkirakan akan mengalami perlambatan. Hal tersebut seperti apa yang telah diproyeksikan oleh lembaga-lembaga keuangan internasional seperti IMF dan Bank Dunia.

"Makanya IMF, OECD, World Bank, mengatakan dengan adanya risiko down site risk yang terealisir ini proyeksi output tahun ini menurun. Kalau di IMF 3,3 persen, sudah 0,5 persen lebih rendah dari original projection 2019. World Bank juga sama," kata dia.

 

Perhatian Khusus

BI Prediksi Ekonomi RI Tumbuh 5,4 Persen di 2019
Pemandangan gedung bertingkat di kawasan Bundaran HI, Jakarta, Kamis (14/3). Bank Indonesia (BI) memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2019 akan berada di kisaran 5-5,4 persen. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sementara bagi Indonesia, hal ini juga harus menjadi perhatian khusus. Sebab, perang dagang dan ketegangan yang terjadi ini akan menekan perdagangan global yang akan berdampak kepada Indonesia.

"Yang harus kita waspadai juga adalah volume perdagangan internasional juga akan mengalami pelemahan, bahkan ini melemah terendah sejak krisis ekonomi 2008 yaitu hanya tumbuh 2,6 persen," jelas dia.

Selama ini, kata dia, ekonomi dunia tumbuh cukup sehat, di mana mana pertumbuhan perdagangan internasional dua kali lebih tinggi dari pertumbuhan dunia.

"Jadi kalau pertumbuhan dunia itu 3,3 persen, perdagangan bisa 5-6 persen, sekarang hanya tumbuh 2,6 persen. Artinya untuk Indonesia, kita akan melihat jika tantangan dari growth global yang melemah menjadi sangat nyata," tandas dia.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya