Terus Dikeruk, Bos Inalum Cemas Cadangan Mineral Indonesia Habis

Direktur Utama Inalum meminta kepada pemerintah untuk memperhatikan kebijakan eksplo‎itasi komoditas mineral

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 08 Jul 2019, 17:15 WIB
Diterbitkan 08 Jul 2019, 17:15 WIB
20151005-Pekerja-Batu-Bara
Pekerja Batu Bara (iStock)

Liputan6.com, Jakarta PT Indonesia Asahan Alumunium (Inalum)‎ sebagai induk usaha Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Pertambangan mengkhawatirkan kondisi cadangan mineral dan batubara (minerba) Indonesia. 

Direktur Utama Inalum Budi Gunadi Sadikin mengatakan, kebutuhan sumber daya mineral dan batubara Indonesia akan meningkat ke depannya. Hal ini seiring dengan kemajuan hilirisasi sektor pertambangan dan pemanfaatan komoditas tersebut di dalam negeri‎.

Saat ini perusahaan tambang batubara, PT Bukit Asam memproduksi 25 juta ton batubara per tahun. Dalam lima tahun ke depan, kebutuhan batubara dalam dari perusahaan tersebut meningkat.

Setidaknya sebanyak 11 juta ton per tahun kebutuhan untuk Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) serta 11 juta ton untuk hilirisasi batu bara menjadi gas (Dimetil Ether/DME) dan syntentic. Fasilitas tersebut membutuhkan keberlanjutan pasokan batubara selama 30 tahun.

"Akibatnya dalam lima tahun ke depan yang tadinya ekspor 25 juta ton batubara, kita akan serap 24 juta ton dari ore untuk diubah jadi listrik dan ubah jadi syngas dan methanol," tuturnya di Jakarta, Senin (8/7/2019).

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Nikel

Harga Nikel Naik 28 Persen, Ini Strategi Antam Agar Kompetitif
Nikel lagi-lagi mencatatkan trend kenaikan harga yang positif selama tahun 2017.

Sementara itu, untuk komoditas nikel, kata Budi, saat ini ekspornya sudah mendekati tiga juta ton pertahun. Namun jumlah tersebut masih kurang jika harus dikorelasikan dengan rencana pembangunan pabrik stainless dan pabrik baterai. 

"Jadi kita butuh 20 juta ton per tahun," tuturnya.

Menurut Budi, agar pemanfaat komoditas tersebut berlangsung lama dan infrastruktur hilirisasi tetap beroperasi, maka perlu adanya kebijakan eksplo‎itasi komoditas mineral. Jika tidak, infrastruktur tersebut akan ketergantungan pasokan bahan baku dari impor.

"Cadangan kita jangan semua dijual sebagai batu. Kalau dihabiskan sekarang, memamg uang dapat sekarang tapi anak cucu kesulitan cari batubara untuk pembangkit listrik," tandasnya.

Perang Dagang Bikin Harga Batubara Indonesia Anjlok

Penambang Batu Bara di Bengkulu Tunggak Royalti Ratusan Miliar
Tak tanggung-tanggung, nilai tunggakan pembayaran tersebut mencapai Rp 100 miliar.

Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) menetapkan Harga Batubara Acuan (HBA) sebesar USD 71,92 per ton untuk periode Juli 2019, harga ini mengalami penurunan dibanding bulan lalu.

Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerjasama Kementerian ESDM Agung Pribadi mengatakan, harga batubara Juli 2019 mengalami penurunan sekitar USD 10 per ton, dari Juni 2019 sebesar USD 81,48 per ton.

"Perbandingan harga adalah USD 81.48 per ton pada Juni 2019 menjadi USD 71,92 per ton pada Juli 2019," kata Agung, di Jakarta, Jumat (4/7/2019).

Penetapan HBA mengacu pada index pasar internasional. Ada empat index yang dipakai Kementerian ESDM untuk dijadikan patokan, yaitu Indonesia Coal Index (ICI), New Castle Global Coal (GC), New Castle Export Index (NEX), dan Platts59. Adapun bobot masing-masing index sebesar 25 persen dalam formula HBA.

"Penentuan HBA melalui penghitungan rata-rata indeks pasar batubara dunia," ujarnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya