Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) berencana menerapkan cukai plastik sebesar Rp 200 per lembar dengan asumsi Rp 30 ribu per kilogram (kg). Langkah ini diyakini bakal mampu menekan peredaran sampah plastik yang semakin mengkhawatirkan.
Pengenaan cukai plastik sebenarnya tidak hanya dilakukan oleh Indonesia tetapi juga beberapa negara lain di dunia. Tarif cukai yang dikenakan pun berbeda-beda. Ada 12 negara yang telah mengenakan tarif cukai menurut catatan Direktorat Bea dan Cukai Kementerian Keuangan.
Kepala Bidang Kebijakan Kepabeanan dan Cukai Nasrudin Joko Surjono mengatakan, kajian pengenaan cukai di Indonesia sudah selaras dengan yang dilakukan oleh negara-negara lain di dunia. Salah satunya, Denmark yang mengenakan cukai plastik Rp 46.768 per kg.
Advertisement
Baca Juga
"Asumsi itu satu Kilogram 92 bags. Untuk yang pertama, Denmark mengenakan cukai plastik per kilogram sebesar Rp 46.768 sudah sejak 1998," ujar Nasrudin di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Jumat (12/7/2019).
Selain Denmark, negara lain yang mengenakan cukai adalah Afrika Selatan Rp 41.417 per kg, Taiwan Rp 84.239 per kg, Irlandia Rp 322.990 per kg, lalu Wales Rp 85.534 per kg.
Kemudian negara tetangga Indonesia, Malaysia mengenakan cukai plastik sebesar Rp 63.503 per kg, Vietnam sedikit lebih murah yaitu Rp 24.793 per kg.
Sedangkan Hong Kong mengenakan cukai plastik sebesar Rp 82.534 per kg, Inggris mengenakan sebesar Rp 85.534 per kg, Kenya sebesar Rp 16.763 per kglebih murah apabila dibandingkan dengan beberapa negara lainnya.
Sementara itu, Kamboja dan Filipina masing-masing mengenakan tarif cukup besar sekitar Rp 127.173 per kg dan 259.422 per kg. "Cukai plastik Filipina masih dalam proses usulan." tutup dia.
Reporter: Anggun P. Situmorang
Sumber: Merdeka.com
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Penerapan Cukai Rugikan Industri Plastik Lokal
Sebelumnya, pengamat ekonomi Akbar Tahir mengatakan masalah sampah plastik yang dihadapi saat ini merupakan kegagalan dalam mengelola sampah di dalam negeri. Selama ini Indonesia dinilai belum memiliki manajemen pengelolaan sampah plastik yang baik seperti melalui mekanisme daur ulang.
“Jadi untuk mengendalikan plastik, bukan pelarangan atau penerapan cukai yang saat ini sedang direncanakan pemerintah. Pasalnya penerapan cukai kantong plastik akan menyebabkan, antara lain, tambahan pengeluaran bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Hal ini akan berimbas pada kemampuan atau daya beli kelompok masyarakat miskin yang jumlahnya masih sangat banyak di Indonesia," ujar dia di Jakarta, pada Selasa 9 Juli 2019.
BACA JUGA
Akbar mengungkap, dengan pengenaan cukai 100 persen, harga kantong plastik akan meningkat 2 kali lipat. Dengan demikian akan terjadi penurunan penggunaan, yang sekaligus akan berdampak pada mata rante produksi yang jelas akan merugikan industri plastik di Indonesia, dengan Jumlah besar tenaga kerja yang terlibat.
“Perlu dipertimbangkan upaya lintas Kementerian/Lembaga untuk perbaikan sistem pengelolaan sampah guna meningkatkan penemuan kembali sampah plastik dari lingkungan (plastic waste recovery) yang masuk dalam mata rantai produksi sebagai bentuk nyata dukungan terhadap Circular Economy menuju Indonesia yang lebih bersih dari sampah plastik,” kata Prof Akbar.
Menurutnya paling penting adalah kolaborasi antara para pihak dalam pelaksanaan plastic waste clean-up yang sebagian hasilnya harus masuk proses daur ulang. Program penyadaran masyarakat tentang dampak sampah plastik harus secara terencana dilakukan, dan harus terus dilakukan dan bukan merupakan program jangka pendek dan terkesan pencitraan saja.
Advertisement