Pelemahan Yuan Belum Pengaruhi Ekspor Indonesia ke China

Dalam menghadapi perang dagang dengan Amerika Serikat (AS), China melemahkan mata uang mereka.

oleh Liputan6.com diperbarui 12 Agu 2019, 13:30 WIB
Diterbitkan 12 Agu 2019, 13:30 WIB
Kinerja Ekspor dan Impor RI
Tumpukan peti barang ekspor impor di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Senin (17/7). Ekspor dan impor masing-masing anjlok 18,82 persen dan ‎27,26 persen pada momen puasa dan Lebaran pada bulan keenam ini dibanding Mei 2017. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Yuan atau mata uang China kian melemah terhadap Dolar AS (USD) sebagai imbas dari adanya perang dagang. Namun Bank Indonesia (BI) menilai kondisi ini tidak akan menggerus kinerja ekspor RI ke negeri Tirai Bambu tersebut.

Deputi Gubernur BI, Dody Budi Waluyo menyebutkan devaluasi Yuan tidak menggerus nilai ekspor RI. Namun tetap harus dilakukan berbagai upaya menjaga kinerja ekspor, yaitu menjaga volume permintaan serta memperluasan jangkauan pasar ekspor.

"Kita tidak terpengaruh banyak dari sisi (devaluasi) Yuan, karena porsi kita bukan ditentukan dari sisi nilai tukar," kata dia, di Gedung BI, Jakarta, Senin (12/8/2019).

Dody melanjutkan, secara jangka pendek mata uang Yuan yang terdevaluasi tidak akan berpengaruh terhadap perdagangan mancanegara Indonesia. Dia menyebutkan faktor yang akan sangat berpengaruh adalah jika terjadi pelemahan permintaan, atau menurunnya kualitas barang ekspor Indonesia.

"Transaksi ekpsor dalam jangka pendek tidak terkait banyak dengan devaluasi Yuan, tapi lebih ke permintaan dan kualitas," ujarnya.

Oleh karena itu, dia menegaskan saat ini pemerintah Indonesia tengah berupaya untuk menggenjot ekspor dengan perluasan pasar termasuk melalui upaya peningkatan perdagangan bilateral. Kontraksi kinerja eskpor selama kuartal II 2019 telah memperlambat pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Sebagai informasi, pada kuartal II 2019 pertumbuhan ekspor tercatat minus 1,81 persen (yoy), padahal pada kuartal II 2018 ekspor masih tumbuh 7,65 persen (yoy).

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Perang Dagang Bikin Pertumbuhan Ekonomi Makin Berat

BI Prediksi Ekonomi RI Tumbuh 5,4 Persen di 2019
Pemandangan gedung bertingkat di kawasan Bundaran HI, Jakarta, Kamis (14/3). Kondisi ekonomi Indonesia dinilai relatif baik dari negara-negara besar lain di Asean. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Badan Pusat Statistik melaporkan pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 5,05 persen pada kuartal II 2019. Angka ini jauh lebih rendah dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu yang sebesar 5,27 persen.

Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, tantangan perekonomian Indonesia ke depan tidak mudah. Lantaran, tak hanya Indonesia saja yang tercatat mengalami perlambatan kinerja perekonomian, beberapa negara lain yang telah merilis data pertumbuhan ekonomi pun mengalami hal serupa.

"Tantangan ke depan enggak gampang. Kalau dilihat pertumbuhan ekonomi negara-negara lain yang sudah rilis menunjukkan perlambatan. Pekan depan banyak sekali negara yang akan rilis dan prediksinya juga mengalami perlambatan," ujarnya di Jakarta, Senin (5/8/2019).

Dia merinci, beberapa negara mitra dagang utama Indonesia seperti China yang merupakan negara tujuan ekspor utama mencatat perlambatan pertumbuhan ekonomi dari 6,7 persen di kuartal II 2019 menjadi 6,2 persen di kuartal II 2018.

Adapun untuk Amerika Serikat mengalami perlambatan pertumbuhan ekonomi dari 3,2 persen di kuartal II 2018 jadi 2,3 persen di kuartal II 2019.

"Demikian juga dengan Singapura yang turun tajam dari 4,2 persen di kuartal II 2019 menjadi hanya 0,1 persen di kuartal II 2019," ujar Suhariyanto.

Melihat Pertumbuhan Ekonomi di ASEAN, Indonesia Peringkat Berapa?

Target Pertumbuhan Ekonomi
Gedung bertingkat mendominasi kawasan ibu kota Jakarta pada Selasa (30/7/2019). Badan Anggaran (Banggar) DPR bersama dengan pemerintah menyetujui target pertumbuhan ekonomi Indonesia berada di kisaran angka 5,2% pada 2019 atau melesat dari target awal 5,3%. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Pertumbuhan ekonomi dunia sedang mengalami disrupsi akibat adanya perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China. Perang dagang yang belum kunjung usai memberikan efek domino ke berbagai negara.

Bagi wilayah ASEAN, perang dagang memberikan tantangan dan peluang. Tantangan muncul karena ekonomi dunia yang melambat, sementara peluang hadir untuk meningkatkan sektor manufaktur karena ASEAN dinilai sebagai alternatif bisnis selain China.

Menurut laporan The Economist, pertumbuhan ekonomi di ASEAN melambat tetapi masih dalam taraf baik. Pertumbuhan Indonesia pun diprediksi tetap di kisaran 5,2 persen tahun ini.

Berikut daftar selengkapnya:

1. Myanmar: 7,1 persen

2. Vietnam: 6,9 persen

3. Laos: 6,8 persen

4. Kamboja: 6,5 persen

5. Filipina: 5,7 persen

6. Indonesia: 5,2 persen

7. Thailand: 3,5 persen

8. Malaysia: 4,5 persen

9. Singapura: 1,6 persen

10. Brunei: 0,5 persen

Myanmar, meski sedang disorot karena kasus Rohingya, memiliki pertumbuhan tertinggi di ASEAN. Bank Dunia menyebut ekonomi Myanmar tumbuh berkat kuatnya manufaktur (garmen), pengeluaran infrastruktur, dan liberalisasi sektor ritel, asuransi, dan perbankan.

Pertumbuhan Indonesia tercatat lebih tinggi daripada Malaysia yang ekonominya terpantau lesu di era Mahathir. Namun, tak ada perubahan dari ekonomi Indonesia tahun ini dan tahun lalu.

Singapura dan Brunei memiliki pertumbuhan ekonomi terendah, tetapi sebetulnya pertumbuhan Brunei naik 0,4 persen. Pertumbuhan 0,4 persen adalah yang tertinggi di ASEAN.

Ekonomi Thailand juga tercatat minus 0,6 persen dibandingkan tahun lalu yang sebesar 4,1 persen, dan terakhir pertumbuhan Filipina juga menurun 0,5 persen dari tahun lalu yang sebesar 6,2 persen.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya