Kementerian ESDM Investigasi Kebocoran Gas di Sumur YYA-1

PHE ONWJ menerapkan strategi proteksi berlapis untuk menahan tumpahan minyak Sumur YYA-1.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 16 Agu 2019, 11:00 WIB
Diterbitkan 16 Agu 2019, 11:00 WIB
Tumpahan Minyak Pertamina Cemari Perairan Muara Gembong
Oil spill yang telah membeku di sekitar tambak penangkap udang di perairan Muara Beting, Muara Gembong, Bekasi, Jawa Barat, Minggu (28/7/2019). Pencemaran minyak ini menyebabkan hasil tangkapan nelayan setempat menurun dan merusak hutan bakau fi sekitar Muara Beting. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan PT Pertamina (Persero) bersinergi untuk menangani peristiwa yang terjadi di sumur YYA-1, milik Pertamina Hulu Energi Offshore Northwest Java (PHE ONWJ).

Kepala Sub Bidang Keselamatan Hulu Direktorat Teknik dan Lingkungan Direktorat Jenderal Migas Kementerian ESDM Mirza Mahendra mengatakan, pihaknya menurunkan tim untuk melakukan pengawasan dan pemantauan atas upaya penanganan yang dilakukan di lapangan.

“Kami menyampaikan prihatin atas kejadian ini dan Kemenetrian ESDM terus melakukan pemantauan dan pengawasan secara langsung upaya penanganan di lapangan,” kata Mirza, di Jakarta, Jumat (16/2019).

Saat ini Kementerian ESDM masih fokus pada penanganan peristiwa tersebut, sedangkan proses investigasi penyebab kebocoran akan dilakukan setelah seluruh proses penanganan selesai. “Investigasi penyebab bocoran akan dilakuka setelah selesai penanganan,” tambahnya.

Seperti diketahui, PHE ONWJ menerapkan strategi proteksi berlapis untuk menahan tumpahan minyak Sumur YYA-1. Selain penanganan kontrol sumur yang saat ini sudah mencapai kedalaman 1680 meter atau 5512 feet, PHE ONWJ melokalisasi minyak dengan pengoperasian static dan moveable oil boom, serta menyedot ceceran minyak menggunakan skimmer dan slurry pump.

“Saat ini Static Oil Boom hampir penuh mengelilingi sumber utama (anjungan), bukaan hanya untuk akses skimmer dan kapal untuk mengambil spill yang nantinya dimasukkan kedalam penampungan sementara untuk diproses lebih lanjut,” jelas Direktur Hulu Pertamina Dharmawan H Samsu.

Menurut Dharmawan, progress penanganan yang dicapai saat ini juga karena dukungan banyak pihak, termasuk Kementerian ESDM, Kementerian Kordinator Kemaritiman, Ditjen Migas, SKK Migas, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Perhubungan dan Kementerian LHK, serta Kemenko Perekonomian dan Menteri di bawah koordinasinya antara lain Menteri BUMN, Mendagri, TNI dan Polri, BNPB, Basarnas dan KKS migas lainnya. Selain itu juga Gubernur DKI Jakarta, Gubernur Jawa Barat, dan para Bupati serta unsur Muspida daerah terdampak.

“Kami menyampaikan terima kasih kepada seluruh pemangku kepentingan yang luar biasa mendukung upaya kami ini,” tandasnya.

Atasi Tumpahan Minyak, Pertamina Tak Perlu Libatkan Perusahaan Asing

Pencemaran Teluk Balikpapan
Tumpahan minyak di Teluk Balikpapan. (Liputan6.com/ Abelda Gunawan)

PT Pertamina (Persero) harus memprioritaskan perusahaan dalam negeri untuk mengatasi masalah tumpahan minyak di perairan Karawang. Minyak tersebut tumpah ke laut karena adanya gelembung gas dari sumur YYA-1 di Blok Off Shore North West Java (ONWJ).

Anggota Komisi VII DPR Kardaya Warnika mengatakan, selama perusahaan di Indonesia bisa dan mampu menangani tumpahan minyak, maka perusahaan asing sebaiknya tidak perlu dilibatkan.

“Kalau masih bisa ditangani oleh perusahaan dalam negeri dan perusahaan itu mampu, kenapa mesti melibatkan perusahaan asing,” kata Kardaya, di Jakarta, Kamis (15/8/2019).

Untuk melibatkan pihak asing harus memenuhi ketentuan yang berlaku di Indonesia. Sehingga tidak bisa dipaksakan penggunaanya sebab ada regulasi yang berlaku. 

“Perusahaan asing yang dilibatkan untuk menangani penanggulangan tumpahan minyak di Indonesia harus mematuhi peraturan yang ada di dalam negeri,” tuturnya.

Untuk diketahui, penanggulangan tumpahan minyak diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan No 58 Tahun 2013 tentang Penanggulangan Pencemaran di Perairan dan Pelabuhan.

Dalam payung hukum tersebut ditetapkan, perusahaan yang diizinkan untuk menanggulangi tumpahan minyak diwajibkan mendapat persetujuan dari Kementerian Pehubungan cq Direktorat Jenderal Perhubungan Laut. Dengan begitu perusahaan, peralatan maupun jasa tenaga kerja asing yang dipekerjakan harus mendapat izin dari instansi tersebut.

Khusus untuk operator yang mengoperasikan peralatan tumpahan minyak, wajib mendapat sertifikat International Marine Organization (IMO) dari Kementerian Perhubungan.

Hal itu sesuai degan ketentuan yang berlaku di Indonesia, maka sertifikat IMO dari tenaga asing tidak serta merta berlaku, karena beda negara beda kualifikasi sesuai wilayah negara masing-masing.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya