5 Rekomendasi KEIN untuk Pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin

Usulan KEIN demi mewujudkan cita-cita yang baik demi keadilan dan kemakmuran rakyat.

oleh Bawono Yadika diperbarui 13 Sep 2019, 14:45 WIB
Diterbitkan 13 Sep 2019, 14:45 WIB
KEIN arif Budimanta 1
KEIN arif Budimanta 1

Liputan6.com, Jakarta Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) memberikan lima rekomendasi kebijakan untuk Pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin di periode 2019-2024.

Wakil Ketua KEIN Arif Budimanta mengatakan, perumusan intensif ini bertujuan untuk mewujudkan cita-cita yang baik demi keadilan dan kemakmuran rakyat.

"Tujuan akhir dari pembangunan ialah menciptakan masyarakat yang adil dan makmur. Untuk mewujudkan hal itu, kami merekomendasikan prinsip-prinsip ini," tuturnya di Jakarta, Jumat (13/9/2019).

Adapun kelima rekomendasi tersebut ialah pertama, mempersempit ketimpangan dalam kepemilikan aset. Pemerintah harus mengembangkan pola kemitraan antara yang besar dengan yang kecil agar tercipta akses kesejahteraan secara berkesinambungan.

Kedua, mendorong wawasan pembangunan yang memprioritas penguatan domestik. Komitmen ini, dikatakan Arif harus didukung melalui kebijakan pembangunan berbasis sumber wilayah secara spasial. Itu mengingat Pemerintah juga telah memberikan dukungan melalui pembangunan infrastruktur.

Ketiga, KEIN merekomendasikan mendukung penguatan koperasi serta UMKM. Komitmen ini harus disosialisasikan dalam bentuk penyebarluasan pendidikan koperasi pada semua jenjang pendidikan agar terjadi internalisasi sejak usia dini.

"Pada saat yang bersamaan, upaya pengembangan koperasi juga perlu ditingkatkan. Hal ini dilakukan melalui melalui peningkatan kapasitas, jangkauan, dan inovasi koperasi," Arif melanjutkan.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Rekomendasi Selanjutnya

Arif Budimanta, Wakil Ketua Komisi Ekonomi dan Industri Indonesia (KEIN) (Halomoney.co.id)
Arif Budimanta, Wakil Ketua Komisi Ekonomi dan Industri Indonesia (KEIN) (Halomoney.co.id)

Rekomendasi keempat ialah mendorong wawasan kebangsaan bagi penyelenggara usaha negara. Pemerintah harus mengembangkan prinsip “National Interest” bagi penyelenggara utama dalam kegiatan usaha negara melalui BUMN.

Dengan demikian, BUMN dapat menjadi aktor penting yang terlibat dalam pengembangan UMKM dan Koperasi.

"Melalui kebijakan tersebut akan tercipta ekosistem yang sehat dan berkesinambungan dalam dunia usaha, sehingga ikut memperkuat kemandirian dan daya tahan ekonomi," ujarnya.

Terakhir ialah penguatan keadilan dan ketahanan ekonomi untuk pertumbuhan yang berkualitas dan berkelaniutan

"Pemerintah harus melakukan: redistribusi lahan produktif untuk meningkatkan produktivitas petani; menjamin hak semua pelaku ekonomi atas akses sumber daya; peningkatan kapasitas dan kualitas petani, pekebun, nelayan dan pelaku usaha lain, ketersediaan kesempatan kerja layak bagi setiap orang," paparnya.

KEIN: Pemerintah Jangan Remehkan Tanda Stagnasi Ekonomi Global

Arif Budimanta
Pembangunan harus berpihak pada rakyat kecil.

Pemerintah diminta agar mewaspadai dinamika ekonomi global yang menunjukan tanda-tanda stagnasi. Penyebab utama hal tersebut tak lain adalah perang dagang yang masih membuat cemas investor.

"Perang dagang dua negara besar tersebut berimbas pada perang teknologi dan nilai tukar. Ketegangan perdagangan dan teknologi lebih lanjut juga berpotensi mengurangi sentimen dan memperlambat investasi karena menghindari risiko yang mengekspos kerentanan keuangan," ujar Wakil Ketua Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) Arif Budimanta di Surabaya seperti ditulis Rabu (4/9/2019).

Arif membahas hal itu dalam Seminar Nasional Perkembangan Terkini Ekonomi Indonesia dan Tantangan ke Depan yang diselenggarakan Bank Indonesia dan Universitas Airlangga. Ia pun menyebut pertanda stagnasi lain yang tercermin pada hasil survei Wall Street Journal.

Dalam survei tersebut, peluang terjadinya krisis 2018 sebesar 13 persen dan pada tahun ini meningkat menjadi sebesar 25 persen. Probabilitas ini merupakan yang tertinggi sejak Oktober 2012.

Pertanda lain yang Arif sorot adalah analisis Federal Reserve Bank of St Louis yang meyebut GDP riil Amerika Serikat 12 persen di bawah tren potensial output-nya. Itu menunjukkan missing recovery atau hilangnya kesempatan untuk pulih. Hal serupa pernah terjadi di Indonesia pasca krisis finansial global pada 2008.

"Tanda-tanda itu tidak boleh diabaikan begitu saja. Indonesia pernah mengalami missing recovery pada 2008 yang harusnya saat itu dimanfaatkan untuk industrialisasi dan ekspor, akan tapi pemerintah tidak melakukan itu sehingga pertumbuhan ekonomi yang kita dapatkan tidak dapat tumbuh tinggi," jelas Arif.

Oleh karena itu, menurut dia, pemerintah harus mengambil cara-cara baru untuk mengelola stabilitas keuangan. Stabilitas yang dimaksud tidak hanya pada tataran sistem keuangan saja akan tetapi juga harus bertransmisi pada kehidupan masyarakat.

"Stabilitas seharusnya tidak berhenti hanya sampai sektor keuangan, tapi harus mampu bertransmisi sampai pada kehidupan masyarakat, terutama dalam mendapatkan pekerjaan dan menghasilkan pendapatan yang juga stabil," kata Arif.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya