Ditertibkan Bea Cukai, Pengusaha Jastip Terancam Bangkrut

Ajeng, salah satu pemilik usaha jastip dengan akun media sosial @jastipmurahh khawatir bisnisnya akan terhenti lantaran pengenaan pajak.

oleh Athika Rahma diperbarui 28 Sep 2019, 16:00 WIB
Diterbitkan 28 Sep 2019, 16:00 WIB
Orang belanja online
Ilustrasi Orang belanja online (iStockPhoto)

Liputan6.com, Jakarta - Bisnis jasa titip (jastip) menjadi perbincangan hangat akhir-akhir ini. Dinilai sebagai alternatif murah dan mudah dalam mendapatkan barang dari luar negeri, rupanya bisnis ini dimanfaatkan sebagian oknum untuk berlaku ilegal.

Saat pelaku bisnis jastip ilegal terciduk bea dan cukai, nasib pelaku usaha yang mematuhi aturan membawa barang impor akhirnya turut terancam. Pemerintah akan menyita barang-barang impor yang digunakan untuk bisnis dan mengenakan pajak terhadap item tersebut.

Ajeng, salah satu pemilik usaha jastip dengan akun media sosial @jastipmurahh khawatir bisnisnya akan terhenti lantaran pengenaan pajak.

"Ya, orang-orang kan justru jastip karena menghindari biaya yang mahal, karena kalau beli impor mahal makanya nitip, tapi kalau jastip kena pajak akhirnya sama saja," ujarnya saat dihubungi Liputan6.com, Sabtu (28/09/2019).

Ajeng mengaku, meskipun bukan sumber mata pencaharian utama, bisnis jastip yang dia jalani cukup membantu finansialnya sehari-hari. Rata-rata, Ajeng bisa mendapat cuan sekitar 20 persen dari harga barang.

"Tidak tentu, tapi kadang kalau buka PO (Pre-Order) bisa puluhan yang pesan," tuturnya.

Ajeng sendiri memang sering pergi ke luar negeri terutama Thailand karena memiliki sanak saudara di sana. Intensitas berkunjung yang sering membuatnya berpikir untuk membuka bisnis jastip agar perjalanannya bisa menghasilkan uang.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

'Barang Kecil Harusnya Tidak Kena Pajak'

Ilustrasi Skincare
Ilustrasi belanja online skincare (Photo by Boxed Water Is Better on Unsplash)

Biasanya, produk yang ditawarkan Ajeng tidak jauh-jauh dari kosmetik, souvenir seperti baju, sendal dan barang ringan lainnya. Jadi, dirinya merasa keberatan jika barang-barang kecil dikenai pajak impor.

"Kita nggak bisa juga bawa banyak karena batasnya cuma USD 500, jadi pasti kita bawa barang-barang kecil kayak snack, kosmetik. Kalau ada pajak, sayang juga rasanya," tuturnya.

Meski begitu, jika nilai pajaknya masih kompetitif, lanjut Ajeng, mungkin masih ada harapan untuk melanjutkan bisnis ini.

"Kalau kena pajaknya saya nilai cukup tinggi, ya, lebih baik saya tidak buka bisnis jastip lagi, hehe, karena bagi saya bisnis ini masih side job saja," ungkapnya.

Bisnis Jastip Tetap Aman Dilakukan, Asal...

20151020-Ilustrasi-Belanja-di-Pusat-Perbelanjaan
Meriahkan HUT RI Ke-72, Mendag-Menpar Luncurkan Hari Belanja Diskon Indonesia (iStock Photo)

Sementara Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo menyatakan, bisnis jastip sebenarnya aman dan menguntungkan.

"Asal tidak lebih dari USD 500 (nilai barangnya), ya, sah-sah saja," ujarnya.

Bisnis adalah tentang margin, sehingga jika nantinya barang-barang jastip dikenakan pajak, sebaiknya disesuaikan saja agar pelaku usaha juga bisa dapat untung.

"Kalau dengan importir kan beda volume dan nilai, nilai maksimal USD 500 untuk bisnis itu kan kecil," tutur Yustinus.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya