Aturan Bisnis Jastip Menurut Bea Cukai

Bisnis jasa titip atau yang biasa dikenal dengan sebutan jastip kian marak dan digemari masyarakat.

oleh Liputan6.com diperbarui 03 Jul 2019, 16:48 WIB
Diterbitkan 03 Jul 2019, 16:48 WIB
Liputan 6 default 3
Ilustraasi foto Liputan 6

Liputan6.com, Jakarta - Bisnis jasa titip atau yang biasa dikenal dengan sebutan jastip kian marak dan digemari masyarakat. Namun rupanya hal tersebut kini menjadi perhatian Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan.

Direktur jenderal (Dirjen) Bea Cukai, Heru Pambudi, menyebutkan bahwa pada dasarnya praktik jastip merupakan sebuah bentuk bisnis atau dagang. Sehingga jastip dikategorikan sebagai barang yang kena cukai.

"Jastip itu kan sebenarnya adalah orang yang melakukan bisnis ya, sebenarnya bisnis tidak dilarang, tetapi kita mengatakan atau menghimbau bahwa bisnis untuk berdagang ini itu ada kavlingnya, kita memberikan kavling itu dan kita berharap mereka bisa melakukan dengan prosedur berdagang atau bisnis," kata Dirjen Heru saat ditemui di kantornya, Rabu (3/7/2019).

Jastip tidak dikenai cukai jika jumlah barang yang dibawa tidak melebihi batas ketentuan barang bawaan penumpang bebas cukai, yaitu di bawah USD 500.

"Nah sementara kalau memang ini dibeli atau dibawa oleh penumpang juga sudah ada kavlingnya, sehingga bea cukai sebenarnya hanya sekadar mendudukan pada porsinya," ujarnya.

Heru menjelaskan, bagi mereka para pelaku usaha jastip yang memang ingin mendapatkan fasilitas barang penumpang sesuai ketentuannya yaitu maksimal USD 500 USD.

Tetapi jika lebih dari itu, misal USD 1000, USD 2000 dan seterusnya, maka Bea Cukai akan memperlakukan barang tersebut layaknya barang dagangan dan penumpang dikategorikan sebagai pedagang.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Jika Mencurigakan

20151020-Ilustrasi-Belanja-di-Pusat-Perbelanjaan
Meriahkan HUT RI Ke-72, Mendag-Menpar Luncurkan Hari Belanja Diskon Indonesia (iStock Photo)

Namun, lanjutnya, jika penumpang membawa barang dengan jenis yang mencurigakan, misalnya membawa 12 pasang sepatu dengan ukuran yang berbeda otomatis akan langsung dianggap sebagai pedagang dan dikenai cukai.

"Contohnya begini, bagi petugas bea cukai kalau seseorang membawa 12 pasang sepatu dengan ukuran yang berbeda ini kan sebenarnya indikasi bahwa dia bukan untuk kepentingan pribadi dalam rangka perjalanan dia ke luar negeri," ujarnya.

"Sehingga pada saat kami menemukan ada penumpang yang membawa 12 sepatu dengan ukuran yang berbeda kami tentu bisa menyimpulkan bahwa dia sedang berdagang. Nah kepada mereka yang melakukan transaksi seperti ini tentunya kita perlakukan dengan cara aturan dagang yaitu menyampaikan dokumen resmi, kita hitung berapa bea masuknya dan sebagainya," dia menambahkan.

Jika begitu, penumpang atau pelaku jastip harus mengurus dokumen resmi yaitu Pemberitahuan Impor Barang Khusus (PIBK)

"Penumpang itu gak perlu buat dokumen, kalau yang bisnis ada dokumen sederhana namanya yaitu PIBK sangat sederhana jadi dia cuma tulis aja itu selesai di bandara aja," ujarnya.

Sejauh ini, Heru mengungkapkan pelaku jastip yang membawa barang berlebih jumlahnya sudah mulai berkurang. Dia juga menghimbau masyarakat untuk berterus terang jika sedang melakukan praktik jastip.

"Dengan komunikasi yang bagus selama ini, ini sudah jauh berkurang. Kita tentunya terus berharap semoga masyarakat bisa fair saja kalau memang dagang kita akan siapkan ruang impor melalui prosedur bisnis, tapi kalau itu memang penumpang ya kita layani dengan prosedur penumpang," tutupnya.

Reporter: Yayu Agustini Rahayu

Sumber: Merdeka.com

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya