Liputan6.com, Jakarta - Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Mardiasmo menyebutkan besaran kenaikan iuran BPJS Kesehatan masih memungkinkan berubah. Ini menyusul masih ada kajian ulang terhadap usulan yang telah disampaikan ke pemerintah.
"Kita lihat angkanya tergantung pada Keppres-nya dan kenaikan, ini kan belum resmi baru usulan penyesuaian. Kalau nanti keppresnya sudah keluar berapa angka pastinya dari Bapak Presiden apakah jadi sekaligus atau bertahap," kata Mardiasmo di Jakarta, seperti mengutip Antara, Senin (7/10/2019).
Advertisement
Baca Juga
Mardiasmo menekankan jika kenaikan iuran BPJS Kesehatan tidak akan naik lebih tinggi lagi karena dana rencana kenaikan yang disiapkan dalam APBN 2020 sudah ditetapkan sesuai usulan dari Kementerian Keuangan.
Kemungkinan perubahan besaran iuran bisa lebih rendah, atau diterapkan secara bertahap. "Lebih rendah mungkin, kalau bertahap juga mungkin. Tapi kalau lebih tinggi nggak mungkin," jelas dia.
Mardiasmo menjelaskan usulan kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati di DPR RI adalah besaran iuran yang disesuaikan dari usulan kenaikan iuran dari Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN).
Menurutnya, Kementerian Keuangan sedikit memodifikasi besaran iuran yang diusulkan DJSN agar program Jaminan Kesehatan Nasional bisa berkelanjutan hingga 2025.
Hingga saat ini Presiden Joko Widodo belum menandatangani keputusan presiden (Keppres) terkait kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang diusulkan oleh Kementerian Keuangan.
Menurut Mardiasmo, pemerintah masih melakukan pembenahan dari seluruh sistem JKN dan berbagai regulasinya sebelum keputusan kenaikan iuran benar-benar ditetapkan.
* Dapatkan pulsa gratis senilai Rp 5 juta dengan download aplikasi terbaru Liputan6.com di tautan ini.
Pemerintah Tanggung 73,63 Persen Kenaikan BPJS Kesehatan
Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Mardiasmo menegaskan jika pemerintah sudah menanggung 73,63 persen pembiayaan dari besaran rencana kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang akan diterapkan pada 2020.
"Saya ingin sampaikan kenaikan iuran ini, 73,63 persen sudah ditanggung pemerintah melalui PBI dan institusi pemerintah sebagai pemberi kerja," kata Mardiasmo seperti mengutip Antara, Senin (7/10/2019).
Baca Juga
Dia menyatakan pemerintah sudah berkontribusi pada pembiayaan jaminan kesehatan untuk masyarakat, baik yang dibiayai oleh pemerintah pusat maupun daerah.
Direktur Utama BPJS Kesehatan Fahmi Idris menjabarkan 73,63 persen kontribusi pemerintah dalam pembiayaan iuran Jaminan Kesehatan Nasional, berasal dari peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) APBN sebanyak 96,8 juta jiwa dan PBI APBD sebanyak 37 juta jiwa.
Selain itu, kontribusi pemerintah juga berasal dari pembiayaan iuran dari para aparatur sipil negara yaitu pegawai institusi pemerintah dan TNI-Polri.
Mardiasmo mengatakan penyebab defisit keuangan BPJS Kesehatan berada pada sektor peserta Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) yang mampu namun tidak mau membayar iuran.
PBPU tersebut, kata Mardiasmo, hanya mendaftarkan dirinya saat sakit dan berhenti membayar iuran setelah kembali sehat.
Sementara sebagian PBPU lainnya yang menunggak dan tidak mampu untuk membayar iuran dilakukan pembersihan data untuk di masukan dalam kategori PBI.
Saat ini sudah ada 3,5 juta jiwa peserta PBPU yang tidak mampu membayar iuran dipindahkan kategori kepesertaannya menjadi PBI yang dijamin pembiayaan iurannya oleh pemerintah.
Advertisement