Ini Capaian Sektor Energi Pemerintahan Jokowi-JK

Sampai Oktober 2019 rasio elektrifikasi mencapai 98,83 persen, targetnya pada tahun ini mencapai 99 persen.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 18 Okt 2019, 12:00 WIB
Diterbitkan 18 Okt 2019, 12:00 WIB
Jokowi Pimpin Sidang Kabinet
Presiden Joko Widodo (Jokowi) didampingi Wakil Presiden Jusuf Kalla memimpin Sidang Kabinet Paripurna di Istana Negara, Jakarta, Kamis (3/10/2019). Sidang kabinet paripurna ini merupakan rapat besar yang terakhir digelar oleh Pemerintahan kabinet kerja. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Sektor energi dan pertambangan menjadi perioritas pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Jusuf Kalla, dalam 5 tahun terdapat berbagai capaian yang telah diraih.

‎Capaian tersebut diantaranya adalah pemerataan kelistrikan atau rasio elektrifikasi, sampai Oktober 2019 rasio elektrifikasi mencapai 98,83 persen, targetnya pada tahun ini mencapai 99 persen. Pencapaian tersebut melebihi Rencana Pemerintah Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 97,6 persen.

Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan mengatakan, pencapaian pemerataan kelistrikan tersebut merupakan salah satu capaian pemerintah Kabinet Kereja ‎Pemerintahan Presiden Jokowi periode pertama.

"Salah satu capaian dalam sidang kabinet terakhir yang luar biasa rasio elektrifikasi," kata Jonan di Jakarta, Jumat (17/10/2019).

Pada sektor kelistrikan pemerintah pun telah membuat program 35 ribu Mega Watt (MW), penerapan program tersebut meningkatkan kapasitas listrik terpasang Indonesia sebesar 19 MW dalam 5 tahun, dari sebelumnya sekitar 50 MW menjadi 19 MW. Awalnya program ini ditargetkan selesai dalam 5 tahun pemerintah Jokowi, namun karena menyesuaikan pertumbuhan ekonomi maka target tersebut digeser menjadi pada 2022.

Disisi sektor hulu migas‎ pemerintah melakukan beberapa gebrakan, pertama menerapkan skema bagi hasil gross split untuk kontrak blok migas baru. Selain itu, pemerintah memutuskan pengalihan pengolahan beberapa blok migas skala besar ke PT Pertamina (Persero), setelah masa kontrak perusahaan asing habis.

Blok migas tersebut adalah Blok Mahakam setelah 50 tahun dikelola PT Total E&P Indonesia, sejak 1 Januari 2018 blok penghasil gas di Kalimantan Timur tersebut pindah kelola ke Pertamina‎.

Pemerintah juga memutuskan pengelolaan Blok Rokan yang menjadi salah satu tulang punggung produsi minyak di dalam negeri ke Pertamina, setelah kontrak Chevron Pacific Indonesia (CPI) habis pada 2021.

 

* Dapatkan pulsa gratis senilai jutaan rupiah dengan download aplikasi terbaru Liputan6.com mulai 11-31 Oktober 2019 di tautan ini untuk Android dan di sini untuk iOS

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Produksi Migas

Ilustrasi tambang migas
Ilustrasi tambang migas (iStockPhoto)

Pencapaian lain pada sektor hulu migas adalah disetujuinya rencana pengembangan (Plan of Development/POD) Blok Masela oleh Inpex Corporation, setelah sejak 1998 proses tersebut menggantung.

‎Meski memiliki beberapa capaian gemilang, namun dalam 5 tahun pemerintah belum berhasil meningkatkan produksi minyak. Sampai kuartal III 2019 produksi migas siap jual atau lifting migas mencapai 1,79 juta barel setara minyak ‎Barel Oil Equivalent Per Day (BOEPD), terdiri dari lifting minyak 744 ribu barel per hari (bph) danlifting gas 1050 ribu BOEPD.

Pada sisi hilir, pemerintah telah membuat program Bahan Bakar Minyak (BBM) satu harga, untuk memberikan rasa keadilan bagi masyarakat Indonesia yang terletak di wilayah Terluar, Tertinggal dan Terdepan (3T) berupa memberikan harga BBM solar subsidi dan premium yang sama‎ dengan wilayah lain.

Pada sektor pertambangan pemerintah melakukan beberapa terobosan, yaitu menugaskan PT Indonesia Asahan Alumunium (Inalum) membeli 41,64 persen saham Freeport Indonesia senilai US$ 3,85 miliar untuk menggenapi kepemilikan saham nasional ‎menjadi 51,23 persen. Hal ini untuk menjalankan amanat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang mineral dan batubara (minerba).

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya