Ekonomi Taiwan Menguat di Tengah Perang Dagang

Perang dagang Amerika dan China telah mengganggu rantai pasokan dan memengaruhi prospek pertumbuhan ekonomi global, tetapi tidak untuk Taiwan.

oleh Liputan6.com diperbarui 07 Nov 2019, 12:30 WIB
Diterbitkan 07 Nov 2019, 12:30 WIB
Banner Infografis Perang Dagang AS-China Segera Berakhir
Banner Infografis Perang Dagang AS-China Segera Berakhir. (Sumber Foto: AFP)

Liputan6.com, Jakarta Perang dagang Amerika dan China telah mengganggu rantai pasokan dan memengaruhi prospek pertumbuhan ekonomi global.

Tetapi berbeda dengan Taiwan yang justru semakin menguatkan perekonomian negara tersebut.

Pekan lalu, Taiwan membukukan pertumbuhan PDB tahun mereka menajdi 2,91 persen pada kuartal ketiga di tahun 2019. Hal tersebut mengalahkan Singapura, Korea Selatan, dan Hong Kong.

Seperti melansir dari CNBC, Kamis (7/11/2019), kenaikan PDB Taiwan yang kuat didorong oleh ekspor, terutama di sektor elektronik, yang terkenal di wilayah itu.

Ekonomi Singapura tumbuh 0,1 persen sedangkan ekonomi Korea Selatan meningkat 2,0 persen. Pada periode yang sama, perselisihan perdagangan Amerika dan China telah mengurangi aktivitas ekonomi.

"Faktor penting yang mendorong ekspor Taiwan pada kuartal tiga adalah peluncuran model smartphone baru menjelang natal. Termasuk iPhone 11 yang telah membantu mendorong pesanan baru di seluruh rantai pasokan elektronik Taiwan," Jelas Rajiv Biswas, Kepala Ekonom Asia Pasifik.

Iris Pang, seorang ekonom Tiongkok memprediksi bahwa ekonomi Taiwan akan melambat di tengah perang dagang ini. Tetapi hasilnya malah sebaliknya.

Reporter: Chrismonica

 

Saksikan video di bawah ini:

Dampak Perang Dagang, Jumlah Pengangguran di AS Meningkat

Ilustrasi pengangguran (sumber: iStockphoto)
Ilustrasi pengangguran (sumber: iStockphoto)

Jumlah individu di Amerika yang mengajukan untuk tunjangan pengangguran sedikit meningkat dari minggu lalu.

Menurut Departemen Tenaga Kerja yang dilansir dari CNBC, Jumat (11/10/2019) sebelumnya, pengajuan tunjangan pengangguran sebesar 2 ribu orang. Satu minggu kemudian meningkat 4 ribu orang menjadi 219 ribu orang.

Hal tersebut terjadi diperkirakan adanya pemogokan kerja di Amerika. Sedangkan pekerja yang mogok kerja tidak memenuhi syarat untuk menerima tunjangan.

Selain pemogokan kerja, perang dagang yang selama 15 bulan antara Amerika dan China membebani kepercayaan bisnis dan mendorong manufaktur ke dalam resesi. Hal tersebut membuat perusahaan ragu untuk mempekerjakan karyawan.

Para ekonom mengatakan hal tersebut sebenarnya tidak jelas. Apakah bertambahnya pengangguran disebabkan oleh surutnya permintaan tenaga kerja atau kekurangan tenaga kerja yang berkualitas.

Melambatnya pertumbuhan pekerjaan dapat mengekang pengeluaran konsumen yang telah menjadi mesin pertumbuhan utama perekonomian.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya