Liputan6.com, Jakarta - Ketua Komisi IX DPR RI, Felly Estelita mempertanyakan sikap pemerintah terkait dengan pembersihan data atau cleansing untuk peserta BPJS Kesehatan. Dia pun beranggapan pemerintah tak menjalankan hasil rapat yang meminta kenaikan iuran BPJS Kesehatan dilakukan setelah selesainya proses cleansing data.
"Pertemuan 2 September 2019 lalu, ada keputusan di sana cleansing data dulu baru bisa ada kenaikan, itu keputusan yang saya mau ambil garis bawahi. Tapi ini kenapa dilanggar? Bu Menteri Keuangan hadir pada waktu itu. Dengan rapat ini, saya minta ini yang langgar kesepakatan siapa? Di mana hak konstitutional dari masyarakat Indonesia," kata Felly dalam rapat gabungan di Ruang Rapat Pansus B, DPR RI, Jakarta, Selasa (18/2).
Â
Advertisement
Baca Juga
Menanggapi itu, Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati menjelaskan perbaikan data peserta BPJS Kesehatan yang dilakukan pemerintah merupakan tindak lanjut atas rekomendasi Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembagunan (BPKP).
"Pemerintah diminta memperbaiki data atau melaksanakan rekomendasi BPKP mengenai cleansing data. Kami ingin menyampaikan di sini BPKP 27,44 juta peserta yang dianggap memiliki persoalan kepesertaan," kata dia.
Menurut Sri Mulyani, masalah yang ditemukan BPKP antara lain NIK peserta BPJS Kesehatan yang tidak sama, adanya karakter alfa numeric dalam NIK, NIK ganda, kolom fasilitas kesehatan (faskes) kosong, sampai dengan nama berisi orang meninggal.
"Itu disampaikan oleh BPKP dan waktu itu pemahaman kita semua Komisi IX, Komisi XI, dan pemerintah untuk memperbaiki data itu sesuai temuan BPKP itu. Kami ingin melaporkan di dalam forum ini bahwa Kemensos pada 26 November 2019 sudah mengadress issue 27,44 juta ini," jelas dia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Terbitkan Perpres
Setelah melaksanakan rekomendasi BPKP itu, pemerintah akhirnya menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 tentang perubahan atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.
Perpres ini berisi soal kenaikan iuran bagi peserta BPJS Kesahatan yang berlaku mulai 1 Januari 2020.
"Makanya waktu itu pemerintah bisa mengeluarkan Perpres revisi untuk iuran, jadi kami masih sangat memenuhi dan mengikuti kesimpulan rapat Komisi XI dan Komisi XI, ini kami ingin sampaikan supaya jangan sampai pemerintah tidak melakukan apa yang sudah disampaikan kemudian membuat Perpres," ungkapnya.
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com
Advertisement