Liputan6.com, Jakarta - Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) memandang, penurunan harga gas bumi untuk setor industri harus selektif.
Senior Manager of Pipa Gas Monetization SKK Migas Syarif Maulana Chaniago mengatakan, lembaganya mendukung upaya penurunan harga gas untuk golongan industri, namun penurunan harga gas harus tepat sasaran diberlakukan hanya untuk golongan industri tertentu.
"Yang harus jadi kita pertimbangkan adalah bagaimana agar penurunan harga gas kini sendiri tepat sasaran jangan main sapu jagad," kata Syarif, di Jakarta, Rabu (19/2/2020).
Advertisement
Menurut Syarif, Kementerian Perindustrian perlu menentukan industri yang berhak mendapat penurunan harga gas menjadi US$ 6 per MMBTU, dengan memperhitungkan komponen pembentukan harga gas dan produksi gas.
Baca Juga
"kita bicara kenyataannya sekarang gas yang banyak mengalir ke daerah Jawa Barat, itu berasal dari koridor dan Pagar Dewa Sumatera Selatan, kalau bapak bisa jalan ke sana ada beberapa yang dilewati Pertagas yang dilewati dan itu ada komponen-komponen pembentuk harga sampai di hilir," tuturnya.
Syarif mengungkapkan, harga gas tidak bisa disamakan dalam jangka panjang, sebab perlu memperhatikan keberlangsungan produksi dari sumur gasnya.
"Jangan lupa kalau bapak ibu itu menginginkan kelangsungan pasokan 5 atau 10 tahun dengan harga yang sama maka tidak bisa atau tidak bisa menggantikan pasokan itu terhadap wilayah-wilayah kerja yang saat ini produksi, kami harus menghitung jumlah terhadap wilayah kerja yang akan berproduksi, yang masih tahapan eksplorasi," tandasnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Gaet Investor
Sebelumnya, Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Dwi Soetjipto mengatakan, upaya menurunkan harga gas ditingkat konsumen dengan memangkas harga di sisi hulu, membuat kekhawatiran investor untuk menanamkan modalnya pada kegiatan pencarian migas.
"Kami berhadapan sampai sekarang eksplorasi belum meningkat tajam, kalau ada isu-isu investor takut akibat perubahan keekonomian," kata Dwi, saat rapat dengan Komisi VII DPR, di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (16/1/2020).
Menurut Dwi, hal ini akan berisiko kedepanya, sebab SKK Migas sedang gencar menggaet investor untuk menggarap Blok Migas di Indonesia.
"Risiko ke depan memang akan sangat mengganggu upaya kita mengundang investor hulu migas," tutupnya.
Advertisement