Hasil Memuaskan Panen Palawija Petani di Gunung Kidul

Desa di Kabupaten Gunung Kidul, Yogyakarta sedang menggelar panen raya palawijaya, seperti kacang tanah dan jagung.

oleh stella maris pada 24 Mar 2020, 15:02 WIB
Diperbarui 24 Mar 2020, 15:28 WIB
Jagung
Salah satu hasil panen palawija di Kabupaten Gunung Kidul.

Liputan6.com, Jakarta Menteri Syahrul Yasin Limpo meminta segenap jajarannya agar memantau produksi sektor pertanian selama masa pandemi Covid-19. Menurut Syahrul, memasuki masa panen raya Maret-April, petani dipastikan harus memperoleh harga jual yang layak, sehingga terjaga kesejahteraannya.

Pantauan dari lapangan, kini sejumlah Desa di Kabupaten Gunung Kidul, Yogyakarta sedang menggelar panen raya palawijaya, seperti kacang tanah dan jagung. Panen ini merupakan panen kedua setelah sebelumnya para petani juga memanen komoditi yang sama dengan hasil yang memuaskan.

Kepala Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Gunung Kidul, Bambang Wisnu Broto menyampaikan bahwa kacang dan jagung adalah dua komoditas unggulan Gunung Kidul yang menjadi andalan kebutuhan nasional.

"Walaupun panennya musim hujan yang tidak menentu, tapi kita harus bersyukur bahwa hasil ini cukup memuaskan. Tentu ke depan, kita akan pacu lagi dengan berbagai program yang ada agar hasil panennya meningkat," ujar Bambang, Senin (23/3).

Dikatakan Bambang, hasil ubinan kacang yang dihasilkan petani kurang lebih mencapai 16,5 kuintal wose per hektare yang ditanam di atas lahan monokultur seluas 50 hektare.

"Sedangkan untuk jagung ubinan yang ditanam dengan metode tumpang sari di lahan 146 Hektar totalnya mencapai 11 kilogram tongkol atau sekitar 9,8 ton pipil kering per hektare," katanya.

Mengenai hal ini, Sekretaris Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementan, Bambang Pamuji mengapresiasi hasil panen kacang dan jagung di Kabupaten Gunung Kidul. Menurut dia, hasil panen tersebut masuk kategori bagus dengan level diatas rata-rata.

"Ke depan, Kementan akan mendorong penerapan tumpang sari untuk meningkatkan produksi dalam negeri agar petani diuntungkan dengan panen yang dihasilkan. Apalagi, tumpang sari dibeberapa tempat sudah menunjukkan hasil yang cukup signifikan, hal ini juga menjadi solusi ditengah maraknya alih fungsi lahan," katanya.

Pamuji mengatakan, sebagai langkah nyata pemerintah, Kementan akan mendorong kelompok tani untuk mengajukan Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang memiliki bunga rendah sebesar enam persen.

"Kredit ini sangat bagus untuk membantu petani memperluas usahanya. Melalui KUR petani bisa lebih fleksible membeli kebutuhan khusus nya alat-alat penanganan pasca panen bagi kelompok taninya," katanya.

Pamuji berharap penggunaan teknologi berupa alat yang modern mampu meningkatan hasil produksi untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dan pasar ekspor. Selain itu, pemerintah juga menyiapkan bantuan benih unggul dan asuransi pertanian.

"Pasarnya terpenuhi dan produksinya meningkat. Disisi lain pemerintah sudah menyediakan layanan KUR dan asuransi. Kami harapkan dapat berjalan secara baik," katanya.

Sementara itu, Ketua Kelompok Tani Manunggal Karya Kanigoro, Nyoto menambahkan bahwa keuntungan yang diperoleh mencapai puluhan juta rupiah untuk area lahan satu hektare.

"Karena itu, saya berharap pemerintah mampu menyediakan alat bantu seperti Power theser Multiguna atau mesin perontok untuk memudahkan produksi dengan jumlah yang banyak," katanya.

Senada, Koordinator BPP Saptosari, Sriyatun berharap semua hasil panen yang ada dapat dijual kedalam bentuk wose. Ini dikarenakan penghitungan analisa usaha tani dalam satu hektar, dengan produksi 16,5 kuintal wose yang dijual seharga Rp25 ribu per kilogram.

"Dari hasil panen ini kami bisa mendapatkan pendapatan bersih sebesar Rp25.192.000 per hektare. Namun jika dijual gelondong kering dengan harga Rp13 ribu per kilogram hanya mendapatkan pendapatan bersih sebesar Rp19.495.000 per hektare," tutupnya.

 

(*)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya