Atasi Dampak Corona, Pemerintah Diminta Tak Hanya Fokus di Pasar Keuangan

Menkeu memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia bakal berada di kisaran 2,3 persen. Bahkan skenario terburuknya bisa menyentuh negatif 0,4 persen

oleh Athika Rahma diperbarui 03 Apr 2020, 13:00 WIB
Diterbitkan 03 Apr 2020, 13:00 WIB
Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK)
Menteri Keuangan Sri Mulyani, (kedua kiri) didampingi Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso, Gubernur BI Perry Warjiyo dan Ketua Dewan Komisioner LPS Halim Alamsyah saat konpers hasil rapat KSSK, Jakarta Selasa (31/7). (Merdeka.com/Iqbal S Nugroho)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia bakal berada di kisaran 2,3 persen. Bahkan skenario terburuknya bisa menyentuh negatif 0,4 persen.

Skenario terburuk itu bisa terjadi jika pandemi virus corona atau Covid-19 terus berlangsung dalam jangka panjang. Bahkan, nilai rukar rupiah saja masih berada di angka Rp 16 ribu per dolar AS.

Diakui, dampak Corona membuat prospek ekonomi memburuk sehingga pemerintah berusaha keras menjaga kestabilan pasar keuangan. Namun, pemerintah dinilai harus hati-hati dalam menghadapi pelemahan rupiah ini.

"Jangan hanya fokus pada pengguyuran likuiditas di pasar keuangan sekunder. Pemerintah juga harus intervensi sektor riil," ujar pengamat ekonomi Economic Action Indonesia (EconAct) Ronny P Sasmita saat dihubungi Liputan6.com, Jumat (3/4/2020).

Ronny melanjutkan, intervensi tersebut bertujuan agar kapasitas produksi nasional tidak merosot terlalu dalam di satu sisi serta menjaga daya beli masyarakat agar tidak anjlok.

Kalau pemerintah bisa menjaga roda ekonomi di sektor riil, lanjut Ronny, maka kemungkinan terbebas dari krisis bahkan resesi akan semakin kecil.

 

Belajar dari Krisis Ekonomi

Rapat berkala Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) di Bank Indonesia, Selasa (30/7/2019).
Rapat berkala Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) di Bank Indonesia, Selasa (30/7/2019).... Selengkapnya

Ronny mengingatkan agar pemerintah bisa belajar dari krisis-krisis yang pernah terjadi di muka bumi. Pada Great Depression 1929, terlalu banyak uang terkonsentrasi di pasar keuangan dan pasar modal.

"Lalu pada krisis moneter dan krisis supreme mortgage 2008, terlalu banyak uang murah (cheap money) dengan suku bunga super rendah di sistem perbankan," tutur Ronny.

Oleh karenanya, pemerintah harus benar-benar memperhatikan kelangsungan usaha di sektor riil.

"Karena di sanalah nafas ekonominya," tutupnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

EnamPlus

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya