Bos BKPM Yakin Pertumbuhan Ekonomi Kuartal I Masih di Atas 4 Persen

Pertumbuhan Ekonomi pada kuartal I 2020 diprediksi masih mengalami surplus meski tengah berperang melawan virus corona.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 30 Apr 2020, 13:00 WIB
Diterbitkan 30 Apr 2020, 13:00 WIB
Sambut Kemenangan Jokowi-Ma'ruf Amin, Relawan Pengusaha Muda Gelar Syukuran
Ketua Dewan Pembina Repnas, Bahlil Lahadalia memberi sambutan pada acara syukuran menyambut kemenangan Jokowi-Ma'ruf Amin di Jakarta, Sabtu (20/4). Syukuran kemenangan digelar berdasarkan pantauan hitung cepat tim internal yang memenangkan pasangan nomor urut 01. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta - Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia percaya bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I 2020 masih mengalami surplus meski tengah berperang melawan virus corona (Covid-19).

Walaupun jumlahnya lebih kecil dibandingkan pada kuartal sebelumnya, namun Bahlil yakin pertumbuhan ekonomi di 3 bulan pertama tahun ini tetap akan tumbuh lebih dari 4 persen.

"Triwulan (kuartal) 2 itu akan menurun. Pertumbuhan ekonomi kita di 2020 triwulan 1 saya masih yakin di atas 4 persen," kata Bahlil dalam sesi Market Sounding bersama Kementerian PUPR, Kamis (30/4/2020).

Kendati demikian, Bahlil tetap memperingatkan agar negara waspada terhadap wabah pandemi yang berkepanjangan. Sebab jika dibiarkan itu jelas akan semakin merusak perekonomian nasional.

"Namun di triwulan (kuartal) II itu hati-hati kita akan menurun. Ini bisa sampai 0 persen. Kalau masih landai lagi kita bisa turun minus," imbuh dia.

Jika pandemi Covid-19 bisa cepat berlalu pada Juni mendatang, maka ia punya keyakinan bahwa pertumbuhan ekonomi negara dapat kembali bangkit di kuartal III dan IV 2020.

"Kami setuju bahwa di masa Covid-19 ini adalah konsolidasi ke dalam untuk persiapkan segala sesuatu yang terkait dengan proses. Ketika Covid-19 selesai kita take off," tuturnya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Faisal Basri Ramal Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 2020 hanya 0,5 Persen

Faisal Basri Sarankan Hapus Premium
Ketua Tim Reformasi Tata Kelola Minyak dan Gas Bumi Faisal Basri saat konferensi pers di Jakarta, Minggu (21/12/2014). (Liputan6.com/herman Zakharia)

Ekonom senior Faisal Basri memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun ini bisa mencapai -2,5 persen. Prediksi itu sejalan dengan perkiraan bank dunia, dimana pertumbuhan ekonomi global diramal berada pada kisaran -0,3 persen akibat perang melawan virus corona (Covid-19).

Sementara dalam skenario optimis, ia menyebutkan, pertumbuhan ekonomi tertinggi yang bisa diperoleh hanya 0,5 persen.

"Saya menduga ekonomi Indonesia kemungkinan akan tumbuh hanya 0,5 persen paling optimis. Pesimisnya ya -2 sampai -2,5 persen," ujar dia dalam sesi bincang online bersama Katadata, Jumat (24/4/2020).

Prediksi tersebut dilontarkan dengan memakai berbagai indikator. Seperti lambatnya langkah pemerintah dalam penanganan pandemi virus corona.

"Sebetulnya kita amat sulit memprediksi Indonesia, karena penanganan covid-19 nya enggak karu-karuan," sambung dia.


Tak Banyak Modal

Faisal Basri
Faisal Basri (Liputan6.com/Faisal R Syam)

Faisal sangat menyayangkan kondisi seperti ini terjadi, sebab Indonesia disebutnya tak punya banyak modal untuk menopang ekonomi pada masa pasca krisis ini.

"Kita tidak punya kemampuan untuk mem-back up ekonomi kita supaya tidak turun terlalu tajam. Karena kita tidak punya kemewahan seperti yang dimiliki Amerika, menggelontorkan dana untuk insentif kemarin USD 484 miliar. Total stimulus USD 2,3 triliun, belum USD triliun digelontorkan The Fed untuk meningkatkan stimulus likuiditas," tuturnya.

Hal berikut yang ia kritik yakni terkait paket stimulus melawan corona sebesar Rp 405,1 triliun. Berdasarkan data perubahan APBN 2020, anggaran belanja negara naik Rp 73,4 triliun.

"Jangan dilihat defisit APBN pemerintah yang naik 5,8 itu sebagai suatu stimulus. Bukan. Defisit 5,8 itu lebih disebabkan karena penerimaannya anjlok. Jadi peningkatan belanja itu cuman Rp 73,4 triliun. Penerimaan negaranya anjlok Rp 472 triliun. Jadi praktis tidak ada stimulus sebetulnya kalau dilihat dari magnitude tambahan dari APBN itu," pungkasnya.  

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya