Pengusaha Harap Industri Padat Karya Tak Wajib Lakukan Rapid Test

Biaya rapid test untuk karyawan dinilai sangat membebani perusahaan terutama di masa wabah Covid-19.

oleh Septian Deny diperbarui 09 Mei 2020, 16:30 WIB
Diterbitkan 09 Mei 2020, 16:30 WIB
TKI dari Singapura jalani rapid test di Bandara Soetta
TKI dari Singapura jalani rapid test di Bandara Soetta, Senin (4/5/2020). (Istimewa)

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) Henry Najoan mengapresiasi upaya-upaya pemerintah provinsi Jawa Timur dan kepemimpinan Gubernur Khofifah Indar Parawansa atas penanganan dan pencegahan Covid-19 di Jawa Timur.

Kendati demikian, terkait upaya pencegahan Covid-19 di Jawa Timur, GAPPRI menyikapi surat Pemerintah Kabupaten Bojonegoro per tanggal 5 Mei 2020, surat bernomor 440/183d/412.202/2020 yang mewajibkan perusahaan melakukan Rapid Test untuk seluruh karyawan dengan biaya masing-masing perusahaan.

“GAPPRI menyatakan keberatan atas instruksi Pemerintah Kabupaten Bojonegoro tersebut. Kami juga meminta Ibu Gubernur dapat memberi arahan dan meluruskan Pemerintah kabupaten/Kota di wilayah Provinsi Jawa Timur untuk tidak mewajibkan pengusaha melakukan Rapid Test untuk pekerjanya,” tegas Henry Najoan dalam keterangan di Jakarta, Sabtu (9/5/2020).

Terbitnya Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) nomor 9 tahun 2020 tentang Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019, tidak mensyaratkan melakukan Rapid Test.

Hal itu sejalan dengan kajian GAPPRI, bahwa biaya rapid test untuk karyawan tentunya sangat membebani perusahaan terutama di masa wabah Covid-19. Pasalnya, industri hasil tembakau (IHT) saat ini tengah dihadapkan dengan kondisi sangat berat, dimana Covid-19 berdampak negatif terhadap bisnis, mulai dari sisi pasokan bahan baku, produksi, distribusi hingga penurunan penjualan.

“Kewajiban rapid test Covid -19 hanya semakin membebani perusahaan,” tegasnya.

Tak lama lebaran tiba. Menurut Henry Najoan, IHT masih mempunyai kewajiban lain yang harus dipenuhi dalam waktu dekat, yaitu Tunjangan Hari Raya (THR) Idul Fitri untuk pekerja.

“Karena itu, kewajiban rapid test Covid-19 sekali lagi dapat mengganggu kemampuan perusahaan untuk menunaikan kewajiban membayar THR,” terang Henry.

Beban Cukai

20160930- Bea Cukai Rilis Temuan Rokok Ilegal-Jakarta- Faizal Fanani
Petugas memperlihatkan rokok ilegal yang telah terkemas di Kantor Dirjen Bea Cukai, Jakarta, Jumat (30/9). Rokok ilegal ini diproduksi oleh mesin dengan total produksi 1500 batang per menit. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Sebelumnya, IHT sudah dibebani kenaikan cukai melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 152/ PMK.010/ 2019 Tentang Perubahan Kedua Atas PMK Nomor 146/ PMK.010/ 2017 Tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau.

Berdasarkan kajian GAPPRI atas PMK 152/2020, kenaikan cukai 23% dan Harga Jual Eceran (HJE) 35% berpotensi mengalami penurunan penjualan sampai akhir tahun sebesar 15%.

“Belum lagi dampak dari pandemic Corona yang menurut estimasi kami, mulai Maret 2020 sampai akhir tahun terjadi penurunan penjualan antara 30 – 40%,” cetus Henry.

Henry menegaskan bahwa pemerintah telah menentukan siapa saja yang diprioritaskan untuk dilakukan Rapid Test Corona (Covid-19), yakni orang yang telah kontak dekat pasien positif baik yang dirawat di RS maupun yang mengisolasi diri di rumah, serta tenaga kesehatan (Nakes), mengingat mereka adalah orang yang sering kontak dekat dengan pasien.

GAPPRI juga merujuk himbauan Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Bahwa dengan keterbatasan alat rapid test yang ada, hendaknya penggunaan diprioritaskan pada ODP/PDP maupun pasien dengan indikasi Covid-19.

Apabila perusahaan diwajibkan melakukan rapid test Covid-19 pada karyawannya, maka akan meningkatkan permintaan alat rapid test secara drastis.

“Kondisi ini malah akan menciptakan lonjakan harga dan kelangkaan, yang malah menimbulkan masalah baru dan membebani Pemerintah dalam penanggulangan wabah Covid-19,” ujarnya.

Menurut Henry, sejauh ini anggota GAPPRI sudah menjalankan protokol kesehatan dengan ketat. Diantaranya adalah dengan pemberian jarak antar pekerja, penyediaan fasilitas dan sarana sanitasi dan kebersihan diri, meliburkan pekerja dengan risiko tinggi dengan honor yang tetap dibayarkan, hingga kesediaan untuk menutup pabrik untuk waktu tertentu apabila ditemukan pekerja yang tertular.

Jalankan Protokol Kesehatan

Petugas Medis Tangani Pasien Virus Corona di Ruang ICU RS Wuhan
Liu Huan (kanan), petugas medis dari Provinsi Jiangsu, memasuki sebuah bangsal ICU Rumah Sakit Pertama Kota Wuhan di Wuhan, Provinsi Hubei, 22 Februari 2020. Tenaga medis dari seluruh China mengerahkan upaya terbaik mereka untuk mengobati para pasien COVID-19 di rumah sakit itu. (Xinhua/Xiao Yijiu)

Lebih lanjut dikatakan Henry, di tengah wabah Covid-19 ini, adalah penting bagi perusahaan agar tetap dapat beroperasi dengan memberlakukan protokol kesehatan secara ketat.

“Hal ini agar dapat menjaga keberlangsungan hidup perusahaan dan para pekerja, menggerakkan roda perekonomian daerah dan nasional, serta mendukung program pemerintah untuk menangani wabah Covid-19,” katanya.

Oleh karena itu, GAPPRI berharap seyognya pemerintah kota/kabupaten tidak mewajibkan pengusaha melakukan rapid test terhadap karyawannya dengan tujuan untuk menghindari keresahan karyawan dan pengusaha,

“Besar harapan kami agar Ibu Gubernur dapat mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk menjamin kepastian berusaha di tengah penanganan wabah Covid-19 di Provinsi Jawa Timur,” pungkas Henry.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya