Daya Beli Masyarakat Indonesia Hilang Rp 362 Triliun Akibat Pandemi Corona

Pemerintah telah mengeluarkan berbagai kebijakan untuk mendukung daya beli masyarakat selama pandemi Corona.

oleh Liputan6.com diperbarui 22 Jun 2020, 13:20 WIB
Diterbitkan 22 Jun 2020, 13:20 WIB
Mal Sudah Dibuka, Apakah Perilaku Pengunjung Sudah Berubah?
Mal Sudah Dibuka, Apakah Perilaku Pengunjung Sudah Berubah? foto: dok. ASRI Group

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Perencanaan dan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas, Suharso Monoarfa menghitung, akibat pandemi Corona Covis-19, daya beli masyarakat Indonesia telah hilang Rp 362 triliun. Tentu saja, besarnya angka ini memberikan efek kejut luar biasa bagi pertumbuhan ekonomi secara nasional.

Penurunan daya beli sudah terlihat sejak wabah atau virus ini masuk di Indonesia atau pada Maret 2020. Kebijakan ini membuat daya beli masyarakat turun sehingga perekonomian di kuartal I-2020 hanya mencapai 2,97 persen.

"Jadi bahwa pandemi ini akibatkan dari tanggal 30 Maret - 6 Juni, kurang lebih 10 minggu hitungan kami hilang jam kerja luar biasa, ini juga menghilangkan daya beli Rp362 triliun," ujarnya di Ruang Rapat Komisi XI DPR RI, Jakarta, Senin (22/6/2020).

Suharso mengatakan, hilangnya daya beli ini juga terjadi akibat tidak adanya perputaran ekonomi antara penjual dan pembeli di lapangan. Kondisi tersebut juga berakibat fatal terhadap penghasilan sektor UMKM yang turun secara drastis selama pandemi.

Tak hanya itu pembatasan sosial juga mengakibatkan tingkat produksi pabrik-pabrik industri manufaktur turun drastis. Dimana saat ini, tercatat tingkat utilisasi manufaktur hanya tinggal 30 persen.

Kondisi itu, membuat pemerintah mengeluarkan berbagai kebijakan untuk mendukung terutama daya beli masyarakat, agar UMKM dan sektor manufaktur bisa kembali berjalan.

"Kita tentu nggak akan biarkan kontraksi ini sepanjang tahun, makanya banyak hal yang kita lakukan. Pemerintah melalui Sosial Safety Net (SSN) berikan bantuan agar daya beli masyarakat tetap terjaga dan kontraksi ekonomi di triwulan II bisa dijaga. Ini adalah pekerjaan rumah kita dalam rangka pemulihan ekonomi tahun 2021," jelasnya.

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

Saksikan video pilihan berikut ini:

Jaga Daya Beli, Masyarakat Miskin Dapat Bantuan Langsung Tunai

Protokol Kesehatan di Hari Pertama Pembukaan Mal Jakarta
Pengunjung mengenakan pelindung wajah dan masker di Mal Central Park, Jakarta, Senin (15/6/2020). Setelah beberapa bulan ditutup akibat Covid-19, Senin (15/6) ini, Pemprov DKI mengizinkan sekitar 80 mal atau pusat perbelanjaan untuk beraktivitas kembali. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Sebelumnya, pemerintah menjamin kelompok masyarakat menengah ke bawah atau tergolong miskin mendapatkan stimulus dari pemerintah berupa bantuan langsung tunai (BLT). Hal itu dilakukan demi menjaga daya beli masyarakat di tengah wabah virus corona atau covid-19.

Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Susiwijono mengatakan, masyarakat rumah tangga termiskin menjadi salah satu kelompok yang bakal dapat stimulus dari pemerintah.

"Masyarakat rumah tangga termiskin, 40 persen rumah tangga termiskin atau sekitar 29,3 juta dialokasikan dalam bentuk bantuan langsung tunai," kata dia Jakarta, Kamis, (26/3/2020).

Meski begitu, rencana penyaluran BLT ini masih dibahas bersama Wakil Presiden dengan Kemenko Perekonomian, Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK), Kementerian Keuangan, juga Kementerian Sosial

Mengingat saat ini dari 29,3 juta keluarga tersebut, setengahnya sudah mendapatkan bantuan pemerintah melalui Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT). Sedangkan sisanya, pemerintah masih harus mengkaji skema tepat agar bantuan yang diberikan bisa benar-benar menjangkau masyarakat.

"Data valid di Kemensos adalah terkait penerima BPNT atau sering dikenal program kartu sembako, itu 15,2 juta. Sisanya 14,1 juta kita hitung lagi, sambil digulirkan (untuk yang) 15,2 juta kita kompilasi terus," jelas dia.

Tak hanya itu, pemeritah juga berencana memberikan bantuan bagi kelompok terdampak Covid-19. Adapun kelompok yang dimaksudkan adalah yang mayoritas berada di perkotaan seperti pedagang, pengemudi ojek online, hingga pekerja harian di pusat perbelanjaan.

"Datanya dari mana? Kami mencoba koordinasi dengan pemda, terutama DKI asosiasi pasar dan lain-lain. Kedua, yang paling terdampak adalah pelaku usaha transportasi online. Gojek dan Grab. Kami minta data dari gojek grab dan juga sebenarnya beberapa terkait dengan transportasi online lain dan pekerja informal harian lain," tandas dia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya