Liputan6.com, Jakarta - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memastikan bahwa konstruksi hukum kasus yang terjadi pada PT Asuransi Jiwasraya (Persero) adalah tindak pidana korupsi (tipikor). BPK memastikan bahwa mereka tidak menutup-nutupi kenyataan yang terjadi dalam kasus tersebut.
Â
"Oleh karena itu, perhitungan kerugian negara (PKN) dapat dilakukan. Tentu saja perhitungan kerugian negara ini baik secara substansi maupun prosedur merupakan bagian dari tanggung jawab BPK," ujar Ketua BPK Agung Firman Sampurna dalam konferensi pers, Senin (29/6/2020).
Advertisement
"Dengan demikian maka pemeriksaan kerugian negara ini dilakukan dengan menerapkan SPKN kami, Standar Pemeriksaan Keuangan Negara," imbuh Agung.
Dengan kerangka tersebut, kata Agung, maka menjadi hal yang semestinya tidak perlu dicurigai bahwa BPK melindungi pihak tertentu dalam kasus Jiwasraya ini. Sebab, BPK melakukan perhitungan kerugian negara setelah konstruksi perbuatan melawan hukum dan tersangka ditetapkan oleh Kejaksaan Agung (Kejagung).
"Dengan kerangka tersebut menjadi lucu apabila dikatakan BPK melindungi pihak tertentu, karena BPK itu menghitung PKN setelah konstruksi perbuatan melawan hukum dan tersangkanya ditetapkan oleh kejaksaan," jelas Agung.
Meskipun demikian, Agung mengaku BPK mendukung penuh penegakan hukum yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung. Bahkan, mengingat besarnya kasus ini, Agung menyebutkan bahwa bisa saja tidak hanya sampai perhitungan kerugian negara, namun kerugian perekonomian negara, yang artinya memiliki dampak lebih luas lagi.
"Kami bahkan sempat akan membuat putusan perhitungan kerugian negaranya bukan hanya kerugian negara, tapi juga kerugian perekononomian negara. Namun setelah memoertimvangkan secara cermat, akhirnya pada tingkat ini kami masih menetapkannya menjadi perhitungan kerugian negara," kata Agung.
Namun demikian, lanjutnya, tidak menutup kemungkinan apabila nantinya aparat membedakan bukti- bukti yang lebih pada kasus Jiwasraya ini. "Bisa menjadi bukan sekedar kerugian negara, tetapi juga kerugian perekonomian negara," jelas dia.
Â
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Pejabat OJK dan 13 Korporasi Jadi Tersangka Kasus Korupsi Jiwasraya
Sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan tersangka baru dalam kasus korupsi dalam pengelolaan keuangan dan dana investasi PT Asuransi Jiwasraya (Persero). Tersangka baru itu adalah seorang pejabat Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan 13 korporasi.
Pejabat OJK yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus Jiwasraya itu adalah Fakhri Hilmi (FH) selaku Kepala Departemen Pengawasan Pasar Modal 2A periode Februari 2014-Februari 2017. Saat ini, dia menjabat sebagai Deputi Komisioner Pengawasan Pasar Modal II OJK sejak Februari 2017.
Sedangkan 13 korporasi yang dijerat adalah PT Dhanawibawa Manajemen Investasi atau PT Pan Arcadia Capital (DMI/PAC), PT OSO Manajemen Investasi (OMI), PT Pinnacle Persada Investama (PPI), PT Millenium Danatama Indonesia/PT Millenium Capital Management (MDI/MCM), PT Prospera Asset Management (PAM).
Kemudian PT MNC Asset Management (MNCAM), PT Maybank Asset Management (MAM), PT GAP Capital (GAPC), PT Jasa Capital Asset Management (JCAM), PT Pool Advista Asset Management (PAAA), PT Corfina Capital (CC), PT Treasure Fund Investama Indonesia (TFII), dan PT Sinarmas Asset Management (SAM)
"Ketiga belas korporasi yang ditetapkan sebagai tersangka adalah perusahaan managemen investasi yang diduga terlibat dalam proses jual beli saham PT Asuransi Jiwasraya (Persero)," ujar Kapuspenkum Kejagung Hari Setiyono dalam siaran tertulisnya, Kamis (25/6/2020).
Penyidik menjerat korporasi yang menjadi tersangka itu dengan pasal primair Pasal 2 Ayat (1) Undang-undang Nomor: 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-undang Nomor: 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana, Subsidiair: Pasal 3 Undang-undang Nomor: 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-undang Nomor: 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUH Pidana.
Selain itu, kejasaan juga menjerat tersangka korporasi dengan pidana pencucian uang seperti tercantum dalam; pertama: Pasal 3 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana Jo Pasal 65 ayat (1) KUH Pidana. Atau Kedua: Pasal 4 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP
Sementara Fahkri Hilmi, pejabat OJK selaku Kepala Departemen Pengawasan Pasar Modal 2A periode Februari 2014 sampai dengan Februari 2017 yang kemudian diangkat sebagai Deputi Komisioner Pengawasan Pasar Modal II OJK periode Februari 2017Â sampai dengan sekarang, dijerat Pasal 2 ayat (1) UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001 jo Pasal 56 KUHP. Subsidiair: Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001 jo Pasal 56 KUHP.
Â
Advertisement
Mark Up
Hari menyebut, pada periode 2014-2018, PT Asuransi Jiwasraya berinvestasi berupa saham dan reksadana. Untuk investasi reksadana, Jiwasraya menyerahkan pengelolaannya ke 13 Manager Investasi (MI) senilai Rp 12.704.412.478.238 (LHP PKN BPK).
Produk-produk reksadana yang diterbitkan oleh 13 MI itu, portofolionya berupa saham-saham yang harganya sudah dinaikkan secara signifikan (mark up) oleh Heru Hidayat dan Benny Tjokrosaputro antara lain IIKP, PPRO, SMBR, TRAM, SMRU, MYRX, ARMY, BTEK, LCGP, RIMO, POOL, SUGI, BJBR.
Kejaksaan Agung menyebut investasi PT Jiwasraya di reksadana pada 13 MI dikendalikan oleh Heru Hidayat dan Benny Tjokrosaputro yang sebelumnya sudah bersepakat dengan Hendrisman Rahim, Syamirwan dan dan Hary Prasetyo selaku pejabat di PT Asuransi Jiwasraya melalui Joko Hartono Tirto. Oleh karena itu, 13 MI tersebut tidak bertindak secara independen demi kepentingan nasabah atau investor yaitu PT Asuransi Jiwasraya. Enam terdakwa dalam proses persidangan.Â
Keenam terdakwa yang dimaksud yaitu, Direktur Utama PT Hanson International Tbk Benny Tjokrosaputro, Komisaris Utama PT Trada Alam Minera Heru Hidayat, Direktur PT Maxima Integra Joko Hartono Tirto.
Sementara, untuk pengawasan perdagangan saham dan reksadana, dilaksanakan oleh Kepala Departemen Pengawasan Pasar Modal 2A pada OJK yang dijabat oleh Fahri Hilmi pada periode 2014-2017Â berdasarkan Keputusan Dewan Komisioner (KDK) nomor 15 /KDK.02/2014 tanggal 28 Maret 2014, yang membawahi 2 Direktorat Pengawasan yaitu :Â
1. Direktorat Transaksi Efek / saham (DPTE) yang memiliki kewenangan melakukan pengawasan khusus transaksi Saham;
2. Direktorat Pengelolaan Investasi (DPIV) yang memiliki kewenangan melakukan pengawasan terhadap pengelolaan investasi khusus Reksadana.
Kejagung menduga Fahri selaku Kepala Departemen Pengawasan Pasar Modal 2A, pada 2016 mengetahui adanya penyimpangan transaksi saham PT Inti Agri Resources Tbk (IIKP) yang harga sahamnya sudah dinaikkan secara signifikan (mark up) oleh Grup Heru Hidayat yang dijadikan portofolio reksa dana 13 MI yang penyertaan modal terbesar adalah PTÂ Asuransi Jiwasraya.
Tidak Berikan Sanksi Pelanggaran
Berdasarkan laporan dari Tim Pengawas DPTE menyimpulkan penyimpangan transaksi saham tersebut merupakan tindak pidana pasar modal sebagaimana diatur dalam Undang Undang Nomor 8 tahun 1995 (UUPM) dan telah dilaporkan kepada Fahri Hilmi.
Selain itu DPIV menemukan pengelolaan investasi khusus Reksadana dari saham IIKP yang harganya sudah dinaikan secara signifikan (mark up) oleh grup Heru Hidayat tersebut menjadi portofolio produk reksadana yang dikelola oleh 13 MI milik PT. AJS, namun berdasarkan fakta yang ditemukan oleh DPTE dan DPIV tersebut, Fahri Hilmi tidak memberikan sanksi yang tegas terhadap produk reksadana dimaksud dikarenakan Fahri telah ada kesepakatan dengan Erry Firmansyah dan Joko Hartono Tirto yang mana keduanya adalah pihak terafiliasi Heru Hidayat, dengan melakukan beberapa kali pertemuan yang bertujuan untuk tidak menjatuhkan sanksi pembekuan kegiatan usaha kepada 13 MI.
Sehingga investasi PT. AJS pada reksa dana di 13 MI melalui produk reksadananya tetap berjalan dan tetap melakukan transaksi terhadap saham IIKP dengan harga yang telah di mark up oleh Grup Heru Hidayat.
Bahwa akibat dari perbuatan Fahri yang tidak memberikan sanksi yang tegas terhadap produk reksadana dimaksud pada tahun 2016 menyebabkan kerugian yang lebih besar bagi PT. Asuransi Jiwasraya pada tahun 2018 hingga mencapai sebesar Rp.16,8 Triliun sesuai LHP BPK RI tahun 2020.
Selain menetapkan Tersangka baru, Tim Jaksa Penyidik juga telah melakukan pemeriksaan dua orang saksi yang terkait dengan dugaan korupsi dalam pengelolaan keuangan dan dana investasi pada PT. Asuransi Jiwasraya, yaitu Helda Gunawan SE. MBA, Iwan Ho selaku nominee.
Pemeriksaan saksi dilaksanakan dengan memperhatikan protokol kesehatan tentang pencegahan penularan Covid 19, antara lain dengan memperhatikan jarak aman antara saksi dengan Penyidik yang sudah menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) lengkap serta bagi para saksi wajib mengenakan masker dan selalu mencuci tangan menggunakan hand sanitizer sebelum dan sesudah pemeriksaan.Â
Advertisement