Per 3 Juli 2020, OJK Tutup 3.473 Entitas Investasi Ilegal

Tercatat sampai 3 Juli 2020, sudah ada 3.473 entitas investasi ilegal yang ditutup.

oleh Liputan6.com diperbarui 07 Sep 2020, 14:30 WIB
Diterbitkan 07 Sep 2020, 14:30 WIB
20151104-OJK
Tulisan OJK terpampang di Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Jakarta. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menutup ribuan entitas investasi ilegal. Tercatat sampai 3 Juli 2020, sudah ada 3.473 entitas investasi ilegal yang ditutup.

"Sampai awal Juli sudah ribuan entitas yang ditutup," kata Anggota Dewan Komisioner Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK, Tirta Segara, dalam Webinar Indonesia Millenial Financial Summit Jakarta, Senin (7/9).

Tirta merincikan, sudah ada 792 entitas ilegal ditutup dari kelompok investasi. Dari kelompok financial technology (fintech) sudah ada 2.588 entitas yang ditutup. Sedangkan dari kelompok gadai ilegal sebanyak 93 entitas.

"Fintech ini yang paling menjamur dan sudah 2.600 fintech yang kami tutup," kata Tirta.

Penutupan entitas investasi ilegal ini dilakukan oleh Satuan Tugas (Satgas) Waspada Investasi. Meski berkantor di OJK namun Tirta menyebut, satgas ini diketuai langsung oleh OJK namun bukan bagian dari OJK. Sebab, Satgas Waspada Investasi terdiri dari berbagai unsur yakni 13 kementerian dan Bareskrim Polri.

Untuk itu Tirta mengingatkan masyarakat untuk tidak terjebak dalam investasi ilegal. Sebelum melakukan investasi, diharapkan masyarakat memastikan entitasnya legal dan logis.

Beberapa ciri-ciri investasi ilegal di antaranya menjanjikan keuntungan tidak wajar dan dalam waktu cepat. Misalnya menawarkan keuntungan 10 persen setiap bulannya.

"Tidak ada investasi yang legal menawarkan untung 10 persen setiap bulan. Kalau pun ada ya kan lebih baik investasi sendiri," tutur Tirta.

Ciri lainnya yaitu menjanjikan bonus dari perekrutan anggota baru. Memanfaatkan tokoh masyarakat atau tokoh agama dalam produk investasi tanpa diketahui orang tersebut.

Kemudian, menjanjikan aset aman dan jaminan pembelian kembali. Bisa melakukan klaim tana resiko dan legalitas tidak jelas.

"Semua investasi ada resikonya," kata Tirta.

Tirta menambahkan, OJK memberikan layanan untuk melakukan pengecekan legalitas jasa investasi melalui call center OJK dengan nomor 157. Selain itu bisa melalui akun media sosial WhatsApp di nomor 081-157-157-157.

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

OJK: Aset 48 Konglomerasi Keuangan Capai Rp 7.187 Triliun

20151104-OJK Pastikan Enam Peraturan Akan Selesai Pada 2015
Petugas tengah melakukan pelayanan call center di Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Jakarta. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus melakukan pengawasan yang super ketat terhadap 48 konglomerasi di sektor keuangan. Hingga 2019, total aset perusahaan konglomerasi keuangan mencapai Rp 7.187 triliun.

"Ada 48 industri keuangan yang sifatnya konglomerasi, terbagi menjadi dua yaitu konglomerasi keuangan dengan bisnis utama bank dan jasa keuangan non-bank," kata Staf Ahli OJK, Ryan Kiryanto dalam Live Streaming Keterangan Pers OJK bertajuk 'Stabilitas Sistem Keuangan dan Pengawasan Terintegrasi OJK' di akun YouTube Jasa Keuangan, Jakarta, Rabu (2/8/2020).

Dalam catatan OJK, ada 34 konglomerasi dengan bank sebagai entitas utama. Di sektor asuransi terdapat 8 konglomerasi, sektor perusahaan efek ada 3 konglomerasi, perusahaan pembiayaan ada 2 konglomerasi dan 1 konglomerasi dari sektor LJK Khusus.

Ryan menjelaskan, semakin mengguritanya sektor keuangan dalam sebuah konglomerasi menimbulkan potensi keuangan yang berkomplikasi dari lembaga yang sama. Namun disisi lain konglomerasi keuangan ini bisa makin efektif dalam penggunaan sumber daya dan menghasilkan pendapatan yang maksimal.

"Ini akan efektif dan maksimal untuk bisa jadi lebih cepat dengan takaran yang tepat," kata dia.

Sebagai regulator, OJK harus hadir melakukan pengawasan dalam sektor konglomerasi keuangan yang terintegrasi ini. Lewat pengawasan yang terintegrasi dapat memperkuat pengawasan keuangan yang menawarkan produk keuangan hybrid antara perbankan, asuransi dan investasi.

"OJK sebagai regulator tidak boleh ketinggalan dan harus ada di dalam market, sehingga denyut nadinya tercapture," kata Ryan.

Lewat pengawasan terintegrasi ini akan mendeteksi lebih dini risiko stabilitas sektor jasa keuangan. Dalam hal ini OJK telah menerbitkan peraturan dan infrastruktur pengawasan integrasi.

Payung hukum pengaturan pengawasan ini tertuang dalam POJK nomor 17 tahun 2014 tentang Manajemen Risiko Terintegrasi, POJK Nomor 18 tahun 2014 tentang Tata Kelola Terintegrasi dan POJK Nomor 26 tahun 2015 tentang Permodalan Terintegrasi. Sementara itu, infrastruktur pengawasan dilakukan oleh Komite Pengawasan Terintegrasi dan Unit Perizinan dan Kebijakan Sektor Jasa Keuangan Terintegrasi.

Dengan begitu, kata Ryan, OJK telah melakukan tindakan preventif dan menciptakan situasi kondusif, sehat dan meng-engage dalam proses industri keuangan. Harapannya dengan cara ini OJK bisa memberikan sumbangan terhadap perekonomian nasional. Sehingga semua bisa berjalan lebih optimal karena regulator hadir di pasar.

"Ini yang kami lakukan dan industri keuangan kita bisa nyata dan memberikan kontribusi nyata," kata dia mengakhiri.

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya